Share

Karma

 

Part 8

Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang.

"Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.

Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya. 

Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu. 

"Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda.

"Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu. 

"Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut. 

"Hanya shooping?" Ririn berusaha mengorek info lebih dalam lagi. Jiwa keponya meronta.

"Enggak juga, sih. Mau ke salon rapiin rambut dan perawatan wajah," ucapnya mengibaskan rambutnya yang kini berubah warna menjadi pirang. 

Rambut Bella dan wajah terlihat glowing. Ia selalu merawat dirinya agar lebih cantik dan memesona. Hanya cantik saja bukan idaman. 

"Mama ikut, ya." Sudah beberapa hari Ririn tak melakukan perawatan. Suaminya Joko telah memblokir nomer ponselnya. Sejak ucapan talak tersebut terucap, lelaki itu tak pernah muncul.

"Ikut! Memang Mama punya uang?" Bella tahu kalau mertuanya tak punya uang. Selama ini ia hanya meminta kepada suaminya pak Joko atau Faisal.

"Tidak punya, kamu mantu kesayangan Mama. Kamu pasti punya uang. Sekali-kali traktir Mama. Biasanya Mama yang traktir kamu," ungkapnya. Selama Bella menjadi mantunya, Ririn selalu membelikan apa saja untuk Bella. Tas harga puluhan juta, baju, perawatan seluruh tubuh Ririn yang membayar dengan cara mengesek kartu kredit. Entah berapa ratusan juta kartu 

kredit itu terpakai.

"Tidak bisa, lebih baik Mama di rumah saja. Beresin rumah. Rumah ini tak sedap dan tak enak dipandang. Mama nanti bersihkan lantai juga. Lantainya banyak noda.dan lengket." ucap Bella tanpa berdosa. Jari lentiknya menunjuk ke lantai. Ririn hanya mencuci piring saja. 

Bella tak mau memegang piring kotor, sapu, ataupun memasak. Ia takut kuku jari yang mahal akan rusak. Rambutnya terkena minyak dan wajahnya yang glowing bagai lapangan bulutangkis tak mau terpapar panas. Skincare yang ia pakai harganya mahal seperti sultan. 

Ririn menatap kecewa, mantu kesayangannya menyuruh dirinya seperti babu. Ia sadar selama ini salah menilai diri Bella. Ririn pikir Bella adalah wanita sempurna. Gurat kecewaan terlihat jelas. 

Bella berpamitan tanpa mencium tangan mertuanya. Bagi Bella, Ririn sudah jatuh miskin tertimpa tangga juga. Tubuhnya yang ramping bak gitar spanyol bergeol-geol melewati ibu mertua. 

Tubuhnya berhenti,"Mama, jangan lupa baju aku sama bang Isal dicuci bersih dan digosok." Bella kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Ririn dan luka di hati mertuanya.

"Bella!" Ririn berlari mengejarnya. 

"Ada apa lagi?" geram Bella. Tubuhnya sudah masuk ke dalam mobil sport yang Ririn belikan. 

"Mama lapar," ucapnya lirih namun, terdengar jelas. 

"Makanlah, masa iya lapar bilang sama aku!" sungutnya.

"Mama tak punya uang," ungkap Ririn. Semua perhiasan telah ia jual untuk membayar utang kepada teman-teman sosialita. 

"Ck, makan saja yang ada," ucapnya menatap ke depan kaca mobil. Menyalakan mobil siap bertempur. 

"Hanya ada air mineral di dalam kulkas. Telur saja tak ada." Wajahnya mengiba. 

Bella mengambil uang di dalam tasnya lalu melempar ke tanah. Ia melaju mobil pemberian mertuanya tanpa menoleh kepada Ririn. 

Ririn memungut uang receh dua ribuan yang berhamburan di tanah. Air mata membasahi kedua pipi. Mantu yang ia pilih memperlakukannya seperti pengemis. Sebuah nama terucap di bibirnya,"Airi." 

Wanita itu teringat perlakuannya kepada Airi.

"Airi, cuci baju dan bedcover ini!" melempar semua cucian kotor ke wajah Airi yang sedang mengaji di kamarnya. 

"Airi, mau selesaikan ngaji dulu, Ma," ucapnya lirih. Gadis itu belum selesai mengaji. 

"Jangan lama-lama dan jangan banyak alasan kamu!" caci Ririn. Bertolak pinggang dan menajamkan tatapannya. 

"Biasanya aku mencuci bedcover di laundry," ucapnya lirih. Airi begitu menghormati mertuanya walaupun wanita itu selalu memaki dan menghina, Airi tetap sayang.

"Mama mau kamu cuci dengan tangan. Jangan manja kamu!" sungutnya kesal. 

Airi mencuci bedcover yang beratnya sepuluh kilo ketika air tersiram bedcover itu sulit untuk diangkat. Semua tenaga Airi di keluarkannya. Piluh membasahi wajah cantik wanita itu. 

Ririn masuk ke dalam rumah dengan penuh penyesalan karena memperlakukan Airi tidak baik. Dosa selama ini yang ia lakukan.

Ririn memulai aktifitasnya membersihkan seluruh ruangan. Air mata terus mengalir tanpa mau berhenti. Tangannya terus bergerak tanpa mau berhenti.

Sudah dua minggu Airi dirawat di rumah sakit ini. Setiap pagi Faisal datang menjenguk namun, Airi tak mau menjumpai suaminya. Faisal hanya menatap tubuh istrinya yang berbaring di ranjang dari balik kaca pintu. 

Sikap Faisal berubah dingin kepada Bella. Entah mengapa rasa nyaman yang dulu ia rasakan telah hilang. Pulang ke rumah tak pernah ada sambutan, Bella sibuk mempercantik diri dan tak pernah ada di rumah. Rumah berantakkan tak ada makanan di meja makan. 

Wajah yang cantik tidak bisa diandalkan. Istri yang baik akan mengurus semua keperluannya baik lahir maupun batin. 

Faisal teringat ketika Airi meminta hak batin, lelaki itu tak bisa memenuhi keinginannya. Ia sudah lelah bertempur dengan Bella. Di mana pun berada Faisal akan memenuhi keinginan batin Bella.

Airi tahu suaminya selalu datang setiap pagi-pagi. Ia pura-pura tertidur, hatinya tak bisa menerima sosok tersebut. Terlalu sakit dan menyiksa hati.

Hari ini Airi pulang, pak Joko masih menemaninya. Bagi pak Joko Airi adalah putrinya.

"Kamu mau balik ke rumah itu?" tanya mertuanya. 

Airi menggelengkan kepala. Ia tak mau kembali ke sana. Bagaikan neraka untuknya.

"Apa kamu mau ke panti?" tanya Joko. Ia bingung membawa Airi ke mana. Pak Joko tak mungkin membawa Airi ke kontrakkannya. 

"Papa tak usah khawatir. Lebih baik Papa balik lagi ke kantor," ujarnya. Senyum melengkung di bibir pucatnya. 

"Tidak, Papa khawatir sama kamu."

"Papa, terima kasih sudah merawat aku selama di sini. Kalau tak ada Papa, Airi akan sendirian."

"Bagi Papa kamu putri Papa."

"Apapun keputusanmu, Papa mendukungmu. Semua keputusan kamu yang memutuskan.".

Airi menganggukkan kepala pelan. Ia mulai berjalan tanpa harus memakai kursi roda. Berpamitan kepada perawat jaga dan mengucapkan terima kasih. 

Seorang lelaki berdiri di depan pintu keluar rumah sakit. Airi dan lelaki itu saling bertatapan. Matanya berbinar melihat Airi sudah sembuh dan keluar rumah sakit. Lelaki itu mendekati Airi tanpa melepaskan tatapannya. 

Jantung lelaki itu berdetak dengan cepat. Hati ini tak bisa dibohongi. Wajah Airi tanpa makeup terlihat cantik dan alami. Lelaki itu tersenyum manis mengambil tas di tangan Pak Joko. 

"Airi, mari kita pulang," ajak Faisal. Lelaki itu tahu kalau Airi pulang. Pagi-pagi sekali ia datang ke rumah sakit dan menanyakan kepulangan Airi.

Airi menoleh ke mertuanya. Pak Joko hanya mengelus punggung gadis itu. Airi berpikir untuk menyelesaikan urusannya dengan Faisal. Walaupun hatinya sakit Faisal masih suami Airi. 

Gadis itu berdiri di rumah Faisal. Rumah besar yang ia rawat selama satu tahun. Airi melangkah pelan masuk ke dalam. Bersiap melalui semua yang akan terjadi. 

Ririn terkejut ketika sedang menyapu lantai, melihat Airi pulang. Ia melepaskan sapu digagangnya. Pak Joko hanya mengantar Airi  sampai depan rumah. Airi tak mau semobil dengan Faisal.

Ririn menghampiri mantunya. Mantu yang tak dianggap olehnya."Airi ...," panggil Ririn.

Wanita itu hanya diam tak menjawab.

Airi memundurkan tubuhnya ke belakang, tubuh air tertahan oleh Faisal yang berdiri tepat di belakang punggungnya.

Ririn memeluk mantunya dengan deraian air mata."Airi ... Kamu sudah pulang. Kamu sudah sembuh?" ucap Ririn matanya mengeluarkan embun. 

 

Airi merasa heran. Ia mengernyitkan dahi dan berkata."Maaf Ibu siapa?" tanya Airi. Penampilan Ririn berubah menjadi upik abu tanpa make up tak ada polesan sedikit pun.

Ririn menatap bingung ke arah Faisal. Ia memandang penampilannya. 

"Airi ini Mama. Kamu tak mengenal Mama?"

"Mama ...." Airi membalas pelukkan mertuanya. Pelukan tersebut terasa hangat. Ucapan maaf terlontar di bibir Ririn. Airi memaafkan semua sikap dan ucapan mama selama ini.

Airi duduk di dalam kamar, ia menatap ke sepenjuru ruangan. Kamarnya bersih dan wangi. 

Faisal menghampiri Airi dan menggenggam jemari wanita itu. Airi melepaskan tangannya dari genggaman suami dengan lembut.

"Airi, Abang senang kamu masih mau pulang ke rumah ini. Abang minta maaf telah menyakiti hati kamu. Abang khilaf." Mata Faisal mengeluarkan embun.

"Airi memaafkan semua kesalahan Abang. Tapi ...," ucapnya terpotong. 

"Aku gak tahu harus bilang apa? Semua jalan adalah kehendaknya. Aku adalah wanita tanpa selaput dara begitu hinanya diriku hingga kamu menduakanku. Tak pernah ada lelaki yang menyentuhku. Semua telah aku berikan namun kau telah mencampakkan diriku." Airi menutup wajahnya isakkan terdengar pilu.

"Maaf ... maaf ...." Faisal berlutut di hadapan istrinya. Meletakkan kepalanya di pangkuan gadis itu. 

Airi berdiri dan berjalan menjauh dari Faisal. 

"Ceraikan aku, Bang!" 

Bagaikan disambar petir, tubuh Faisal terasa lemah. Hatinya hancur mendengar ucapan Airi. Ia menyesal telah menjadi lelaki paling bod*h. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mami Erny S. Rihi - Loupatty
Ini baru mantap sebagai petempuan. supaya laki2 tahu' bahwa perempuan di muka bumi punya harga diri yang lebih tinggi' tinggi sekali daripada laki2. SU RASAAAAA.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status