Kata-kata Allric masih terngiang di telinga Kirana. Gadis itu terus saja memikirkan tawaran Allaric, yang ingin membantunya untuk biaya pengobatan mamanya. Saat istirahat siang, Kirana memutuskan untuk ke rumah sakit menjenguk Mamanya. Setelah memastikan kondisi Mamanya dan berbincang sejenak bersama Dokter dan perawat. Kirana pun memutuskan untuk kembali ke kantornya.
Kirana pun telah kembali lagi ke kantornya. Seperti biasa, Ia akan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat Ia tinggal karena harus kembali ke rumah sakit. "Kirana, Kamu berikan ini pada, Tuan yah!" perintah Maya."Baik," sahut Kirana.
"Tapi, sebaiknya Kamu periksa kembali. Saya takut ada yang keliru," pintanya. Kini Maya tidak berani lagi memerintah Kirana dengan semau hatinya. Ia telah mendapat peringatan yang keras dari Alan. Walau ada perasaan kesal dan marah di hatinya. Maya, kembali mencoba menerima semua.
Lagi pula, Kirana tidak pernah berulah yang membuatnya kesal. Sebaliknya, Kirana selalu berusaha untuk menjalankan semua perintahnya dengan baik. Selama ikut bersamanya, Kirana selalu memberikan hasil kerja yang memuaskan. Tak jarang, Maya memuji kinerjanya. Kirana gadis yang cerdas."Baik, Bu," jawab Kirana lagi.
"Oh ya! Bagaimana keadaan mamamu? Apa beliau sudah ada kemajuan?" tanya Maya.
"Sampai saat ini, kondisinya masih stabil," jawab Kirana.
"Baiklah, cepat selesaikan. Minggu depan, Bos akan ke luar negeri." ucapnya berlalu dari hadapan Kirana.
Kirana hanya mengangguk pelan. Ia terkejut dengan perubahan sikap Maya padanya. Ia pun mulai mengerjakan tugas yang di berikan oleh Maya. Tanpa Ia sadari, Allaric masih saja memperhatikannya dari balik kaca.
"Aku heran dengan gadis itu. Apa yang ada di dalam pikirannya?" cetus Allaric kesal."Mungkin, dia tidak mau merepotkan Anda," sahut Alan terdengar santai.
"Dia wanitaku. Aku siap melakukan apa saja untuknya!" hardik Allaric.
"Tuan mengklaim dia adalah milik, Tuan. Tapi, apa Tuan pernah berkata langsung padanya?" tanya Alan.
Allaric terdiam. Benar apa yang dikatakan Alan. Sampai saat ini, dirinya belum mengatakan apapun pada Kirana tentang perasaannya. Allaric sendiri bingung dengan perasaannya.
"Jadi, apa yang harus Aku lakukan?" tanya Allaric.
"Anda harus mengatakan apa yang Anda rasakan terhadapnya!" seru Alan.
"Tapi, bagaimana mungkin? Seorang Allaric Wiguna menyatakan cinta pada seorang gadis. Terdengar lucu sekali," timpal Allaric tidak terima.
"Tuan, Kirana bukan gadis sembarangan. Dia istimewah dan berbeda dari yang lain," potong Alan.
"Kau memujinya!" sergah Allaric.
"Saya tidak memujinya. Bukankah, Tuan sendiri yang selalu mengatakan kalau Kirana adalah gadis yang istimewah di mata Tuan?" kilah Alan. Ia mencari jalur aman. Ia tidak mau sampai Bos nya marah hanya karena ia salah bicara.
Allaric tersenyum. "Kau benar! Kirana memang istimewah," gumam Allaric.
****
"Apa yanga harud Aku lakukan? Dimana Aku harus mendapatkan uang untuk biaya operasi dan pengobatan untuk mama?" Kirana bergumam sendiri. Ia baru saja kembali dari rumah sakit dan menyaksikan mamanya kejang-kejang lagi. Dokter menyarankan pada Kirana agar mamanya segera dioperasi.
"Apa sebaiknya, Aku menerima tawaran tuan Allaric?" gumam Kirana.
Kirana mengempaskan tubuhnya ke ranjang dan mulai memejamkan. Mencoba untuk tidur dan beristirahat.Keesokkan harinya. Sebelum ke kantor, Kirana menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk Mamanya. Ia menatap lirih pada seseorang yang kini terbaring tak berdaya dengan berbagai alat bantu terpasang hampir di seluruh tubuhnya.
"Mama harus sembuh, Ma. Nana, akan berjuang sekuat tenaga untuk kesembuhan, Mama," kata Kirana lirih. Kirana mengusap air matanya kemudian melangkah meninggalkan rumah sakit dan kembali ke kantornya.Tiba di kantornya, Kirana langsung saja menuju ke ruangan Allaric yang masih terlihat kosong. Ia segera membereskan meja dan menata kembali ruangan seperti biasanya. Setelah suanya selesai, Kirana pun kembali ke mejanya dan mengerjakan pekerjaannya.
Setengah jam kemudian, Allaric dan Alan tibadi kantor.
"Selamat pagi, Tuan!' sapa Kirana.Allaric hanya mengangguk dan tersenyum tipis dan melanjutkan langkahnya. Berbeda dengan Alalric, Alan memilih mampir ke meja Kirana dan menyapanya.
"Selamat pagi," tegur Alan."Pagi, Tuan," sahut Kirana.
"Kamu sudah siap untuk hari ini?" tanya Alan.
"Hari ini? Hari ini kenapa Tuan?" tanya Kirana bingung.
"Kamu tidak tau!" seru Alan.
Kirana hanya menggeleng pelan. Alan tersenyum dan menatap ke arah Kirana yang masih bingung.
"Aku akan mengajarimu beberapa hal, tentang Bos Kita," ucap Alan."Mengajari Apa, Tuan?" Kirana sakin bingung.
"Mengajarimu, semuanya tentang Bos Kita," ucap Alan.
"Tapi, untuk apa, Tuan?" tanya Kirana semakin tidak mengerti.
"Aku akan keluar negeri untuk waktu yang lama. Jadi, Aku tidak percaya pada siapapun selaun Kamu." Alan menunjuk ke arah Kirana.
"Saya?" Kirana menunjuk dirinya.
Alan mengangguk cepat.
"Tapi, mengapa harus Saya, Tuan?" lanjut Kirana bertanya.
"Karena Kamu adalah sekretaris pribadinya," sahut Alan.
"Apa? Kapan?" teriak Kirana.
"Mulai hari ini!" seru Alan.
"Tidak, Tuan! Saya tidak bisa," tolak Kirana.
"Kamu tidak bisa menolak. Ini sudah keputusan dari Bos," terang Alan.
"Tapi, Tuan," Kirana masih berusaha untuk menolak.
Alan hana menjawab dengan gelengan kepala dan jari telunjuk yang menari-nari. Alan pun meninggalkan Kirana dengan wajah bingung. Sepeninggalan Alan, Kirana menghempaskan diri di kursi kerjanya.
"Apa yang harus Aku lakukan sekarang? Aku sudah berusaha untuk menghindar darinya. Tapi, mengapa justru keadaan selalu membuatku untuk dekat dengannya? Semakin Aku berusaha untuk menghindar, Aku malah semakin dekat dengannya," gumam Kirana.Wajah bingung Kirana terpantau jelas dari ruangan Allaric. Ia sedari tadi memperhatikan Kirana. Mulai dari gadis itu berbicara pada Alan hingga ia berbicara sendiri.
"Apa Dia menolak?" tanya Allaric."Seperti biasanya," sahut Alan santai.
"Aku tidak tau lagi, bagaimana caranya agar Dia segera tunduk padaku?" decak Allaric kesal. Alan hanya tersenyum mendengar ungkapan kekesalan Bos nya.
***
Beberapa hari kemudian, Kirana terlihat sibuk dengan semua jadwal Allaric yang padat. Benar apa yang dikatakan Alan. Seharusnya, Kirana sudah mempersiapkan diri sedari awal. Kini, sudah terlambat, Alan telah pergi dan meninggalkan Kirana dengan setumpuk jadwal Bos nya.
"Anda ada meeting malam ini di hotel X," ucap Kirana."Baiklah, Kamu bersiap dan ikut denganku," sahut Allaric.
"Apa?" tanya Kirana terkejut.
"Kamu keberatan!" hardik Allaric.
"Tidak, Tuan! Tapi,"
"Tapi?"
"Kalau malam hari biasanya, Saya menemani mama Saya," cicit Kirana.
Allaric terlihat mengangguk dan mengerti.
"Saya akan meminta beberapa suster untuk menjaga mama Kamu, agar Kamu bisa tenang selama menjalankan tugasmu," ungkap Allaric."Tidak perlu, Tuan. Saya bisa melakukannya sendiri," sahut Kirana.
"Dengan menolak ajakan untuk menemani Saya?" sela Allaric.
"Bukan begitu, Tuan. Saya hanya ...."
"Kenapa Kamu selalu berusaha menolak Saya? Apa sebegitu mengerikannya Saya, hingga membuatmu ketakutan?" cecar Allaric.
Kirana terdiam mendengar ucapan Bos nya.
"Mungkin banyak berita miring tentang Saya di luaran sana yang Kamu dengar. Tapi, asal Kamu tau. Saya tidak sebrengsek itu dan Saya juga tidak sembarangan memilih wanita untuk menemani Saya," lanjut Allaric.
Kirana terdiam. Ia benar-benar merasa bersalah pada Bos nya. Allaric menatap Kirana yang tertunduk dengan senyuman penuh arti. Allaric yakin, setelah ini Kirana akan luluh dan tunduk padanya.
bersambung.
Kirana kini mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Allaric, menggantikan Alan yang saat ini masih berada di luar negeri. Dengan sabar, Allaric mengajari Kirana apa saja tugasnya sebagai asisten."Tuan, Saya ingin meminta izin untuk tidak ikut pertemuan malam ini," cetus Kirana meminta izin."Kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Allaric."Saya ingin ke rumah sakit, menemani mama," jawabnya."Baiklah! Kita akan membatalkan pertemuan malam ini dan Saya juga akan ikut menemani Kamu di rumah sakit!" seru Allaric."Tapi, Anda tidak perlu melakukannya, Tuan," Kirana tolak Kirana."Kamu keberatan jika Saya ikut bersama Kamu?" tanya Allaric."Bukan begitu. Hanya saja, Saya merasa tidak enak dengan yang lain. Jika Anda, sering terlihat bersama Saya," tutur Kirana."Maksud Kamu?" tanya Allaric, sembari menyipitkan matanya."Tuan, Saya ingin jujur pada Anda," cetus Kirana."Saya suka orang
Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya."Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana."Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama."Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana."Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric."Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana
Allaric dan Kirana tiba di negara S. Kirana yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat, terkulai lemas."Istirahatlah! Besok, kita akan menghadiri rapat!" seru Allaric yang mengantarkan Kirana ke kamarnya.Kirana hanya mengangguk, matanya terasa berat dengan tubuh yang lemas."Kamarku tepat di sebelah kamarmu." tunjuk Allaric. "Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu tinggal datang saja!" lanjutnya sembari tersenyum.Kirana mengangguk mengerti. Allaric pun melangakah ke kamarnya dan membiarkan Kirana untuk istirahat. Selepas kepergian Allaric, Kirana menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan kembali tidur.Keesokan harinya, dengan malas Kirana bangkit dan membuka pintu.Ceklek ...."Selamat pagi!" sapa Allaric.Mata Kirana membulat saat melihat Boss nya sudah berada di depan pintu."Tuan!" seru Kirana terkejut."Kamu baru bangun?" tanya Allaric.Kirana menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Allaric masu
"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria."Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric."Tidak ada!" sela Oscar.Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria."Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra."Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.Kirana semakin menundukkan kepalanya"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya."Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric."Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak
"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya."Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum."Dia datang bersamaku," sela Allaric."Tuan." Alan mengulurkam tangannya."Selamat untuk semuanya," ucap Allaric."Terima kasih," sahut Alan.Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana."Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip."Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersam
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya."Kamu sudah pulang, Na?" sapa sang Mama."Iya, Ma!" sahut Kirana.Ayu memperhatikan barang bawaan putrinya."Kamu di pecat, Na?" tanya Ayu."Kirana mengundurkan diri, Ma," jawabnya singkat."Tapi, kenapa?" lanjut Ayu."Semuanya, sudah tidak sejalan dengan cara kerja Kirana, Ma," bohong Kirana. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu perkara yang sebenarnya. Kesehatan Mamanya saat ini lebih penting, dari apapun juga."Yang sabar ya, Na. Mama yakin, kamu masih bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," hibur Ayu.Kirana memeluk Mamanya, berusaha menahan air matanya."Kamu istirahat dulu, Mama akan siapkan makan siang." Ayu melepas pelukan dan meninggalkan kamar putrinya.Sepeninggalan Mamanya, Kirana kembali menatap langit-langit kamarnya."Aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak mau, menjadi beban untuk Mama," batin Kirana. Ia pun ba
"Tidak!" seru Kirana.Seketika semua mata memandang ke arah mereka. Alan berusaha untuk meredam amarah Kirana."Tenanglah! Semua orang sedang memperhatikan kita," bujuk Alan."Aku tidak mau lagi kembali ke sana," tegas Kirana."Aku tidak memaksamu, aku tau kau tidak akan setuju untuk kembali dan aku tidak akan memaksakan kehendakku," ungkap Alan."Lantas? Untuk apa, kau menemuiku?" tanya Kirana."Aku hanya menjalankan perintah dari Allaric. Kau tau sendiri, bagaimana sikapnya jika permintaannya tidak dipenuhi?" ucap Alan.Kirana terdiam, ia tahu Alan tidan pernah membantah apapun permintaan dan perintah dari Allaric."Aku tidak mau dihina lagi," lanjut Kirana."Aku tau, aku paham keadaanmu." sahut Alan lirih. Ia tahu semua yang terjadi pada Kirana. Sejujurnya, ia merasa kasihan pada gadis itu, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan Allaric sebagai Boss nya."Aku permisi pulang, sebentar lagi aku masuk kerja