[Sayang … udah siap ketemu calon mertua?] Aku yang masih sibuk dengan kerjaan, tersenyum ketika melihat pesan di ponsel. Nama Adit tertera di depan layar.
Dengan cepat kubalas pesan darinya.
[Sedikit takut, takut tidak mendapat restu dari orang tuamu. Mengingat, siapalah aku ini, Dit] emot sedih dibelakangnya.
[Jangan takut, Sayang. Ada aku di sini] balasnya dengan emot cium.
'Dasar Adit, selalu saja mampu membuatku tersenyum'
Perasaanku takut, takut kalau orang tua Adit tidak dapat menerimaku.
[Baiknya, pikirkan dulu keputusanmu, Dit. Jangan sampai, akhirnya menyesal]
[Apa yang harus aku pikirkan, Ra? Yang aku tahu, aku mencintaimu. Harus seperti apa aku
Pov AditSetelah mendengar suara Mama sambil mengetuk pintu, aku mulai membuka mata secara perlahan. Kulihat layar ponsel, Tiara juga sudah terlelap."Dit!" panggil Mama."Iya, Ma …! Sebentar!" Matakku terlihat sembab ketika bercermin."Kamu nangis?" tanya Mama saat aku membuka pintu."Maafkan, Mama sudah egois sama kamu. Tadi Mama menghubungi Ilham, Mama tanya informasi tentang Tiara. Ternyata ucapan Pak Bara tadi siang tidaklah benar," ucap Mama membuatku sedikit lega.'Bara ke sini?' emang brengsek ….'"Memang Bara tadi ke sini, Ma?""Iya, Pak Bara berceri
POV Bara"Mas, kamu ngelakuin apa sampai di pecat sama Pak Adit? Sekarang mau nyari kerja di mana? Susah tau nyari kerja!" Sandra terus berbicara."Kamu bisa diem, gak? Brisik!" Aku tak kalah membentak."Kamu si, kalau ngelakuin sesuatu gak pernah mikir imbasnya.""Tapi kamu sendiri yang mau nggaggalin pernikahan Adit sama Tiara! Mana tau kalau akhirnya begini!" sungutku tak kalah kesal."Tapi sebenarnya kamu emang pingin kan, balikan sama, Tiara? Ngaku!" tuduhnya."Kamu ngomong apaan si? Aku cuma gak mau Tiara bahagia lepas dari aku! Aku mau, hidup Tiara hancur, sehancur-hancurnya!" sentakku.
Mendambakan seorang mertua penyayang itu impian setiap menantu. Tidak sedikit kebanyakan dari mertua tidak cocok dengan menantunya. Allhamdullillah, itu tidak berlaku pada calon mertuaku yang ini. Meski kekayaan mengelilinginya, tapi beliau sekeluarga sangatlah rendah hati. Tutur katanya begitu lembut dan sopan. Karena rasa bersalah akibat kesalahpahaman kemaren, berkali-kali Bu Norma - calon mertuaku itu meminta maaf.Kemaren, niat Adit membawaku ke kelinik, justru berbelok ke rumah besarnya. Beruntung, aku tidak mendapat perlakuan yang sama seperti pertama kali berkunjung.****Tawa bahagia dua keluarga yang akan bersatu, membuatku tersenyum renyah. Cincin emas bermata berlian sudah terpasang di jari manisku sebagai tanda kalau aku telah terikat oleh Adit.Kedua orang tuaku dan orang tua Adit, mencari hari dan tanggal yang baik untuk melangs
[Udah di telpon sama, Ayu, kamu, Mas] Ku kirim pesan itu pada calon suamiku.[Dia cuma minta kerjaan, Sayang. Kasihan] balasnya.[Terus kamu kasih?] Emot mikir kutambahkan.[Kebetulan, Mela ijin keluar mau nikah.]Mataku melotot membaca pesan darinya.[Oh, kapan?][Tadi hari terakhir kata, Dokter Key][Ohhh][Kenapa, Sayang?] balasnya dengan emot senyum.[Gak pa2][Oke. Met malam, dan met istrahat calon istri] balasnya dengan emot cium.Tak kuindahkan lagi pesan darinya. Ap
Bara datang dengan Sandra, wajahnya begitu terkejut ketika melihat Tyo. Tanpa berucap, Tyo langsung menghampiri Bara."Mas Bara, ini uang dan minyak nyong-nyongnya," ucap Tyo, membuatku menahan tawa geli. Entah, bagaimana dengan Adit dan Ilham apa mereka juga menahan tawa? Lagi, ada-ada saja Tyo, ini. Belum juga Bara menghampiri kami, eh dia maen serobot saja. Wkwkwkwk … hiburan tersendiri.Wajah Bara terlihat merah padam, entah merah menahan malu, atau merah menahan amarah, mungkin saja menahan malu dan amarah. 'Sukur ….!'Pandanganku kembali fokus pada Bara dan Tyo. "Kamu itu ngomong apa, Tyo? Jangan sembarangan fitnah, kamu!" kilahnya."Siapa yang fitnah, Mas? Sumpah demi Tuhan, saya gak fitnah! Orang Mas Bara sendiri yang ngerayu saya. Ini uangnya!" Tyo ter
POV Ilham[Am, maaf ya aku langsung balik ke rumah jadi enggak bisa ke kantor. Malam ini, aku dan Adit mau diner] pesan masuk dari Tiara. Ku bales pesannya dengan kata Ok, tidak lupa emot senyum kuselipkan. Senyum yang terlihat manis untuknya, tapi begitu pahit untukku. Untung saja aku tidak menunggunya hingga jam pulang kantor. Lagipula bodoh juga aku berharap, secara Adit ini kan pemilik perusahaan. Dan Tiara, adalah calon istrinya. Tiara Anatasya ….Kisah ini dimulai 9 tahun silam. Ketika aku baru saja mau lulus SMK. Singkat cerita, saat itu aku berkenalan dengan seorang gadis cantik nan lembut, sebut saja ia "Anatasya." Kami diperkenalkan oleh teman kami, entah mengapa pertemuan pertama dengan Tasya, menjadi kesan yang teramat menyenangkan untukku.Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan, dan seterusnya. Semakin
POVBaraTidak bisa seperti ini, Tiara tidak boleh jatuh ke tangan siapapun. Hanya aku yang berhak atas Tiara. Bisa gila aku, kalau seperti ini ceritanya. Aku harus bisa. menggagalkan pernikahan Tiara. Sepertinya bukan dendam. Tapi, lebih tidak rela melihat Tiara bahagia dengan orang lain. Tidak … tidak … aku tidak bisa membayangkannya.Dengan modal nekat, hari ini juga aku akan datang ke kantor Tiara. Ya, tidak peduli dengan siapapun yang ada di sampingnya.Bukan kantor, tapi, pagi ini aku akan pergi ke rumah Tiara. Aku sudah biasa membuntutinya. Biasanya, pukul segini Tiara akan menunggu Adit di depan gerbang rumahnya. Kalau cara lain gagal, cara menculik Tiara pasti berhasil. Cara ini sepintas terbesit tanpa ku
Bukk!Adit dan Ilham muncul bersamaan dan langsung memukul leher Bara dengan kayu. Aku merasa lega, karena Adit langsung datang dan membungkus tubuhku dengan jaketnya. Sedangkan Ilham, kulihat dia sudah memalingkan wajah dan keluar dari kamar.Ketika bajuku sudah habis terkoyak, dan menampakkan auratku, sungguh membuatku seperti tersayat. Tangisku pecah di pelukan Adit. Aku seperti merasakan depresi tersendiri. Wajah Adit begitu marah, rahangnya mengeras. Setelah selesai melepaskan semua ikatan, Adit kembali menghampiri Bara, dia menghajar Bara, yang bahkan sudah tak sadarkan diri. Aku tidak mencegahnya, bahkan jikalau Bara harus mati pun aku tak peduli. Ulah Bara kali ini benar-benar mampu menginjak-injak harga diriku. Aku malu harus terlihat di depan Adit, meskipun dia calon suamiku. Masih beruntung, bagian bawahku masih terbungkus rapi.