“Pentagram! Akan aku ingat wajah kalian berlima! Di alam baka nanti, kalian akan kucincang satu persatu! Terutama kau Nata Digjaya!” teriak seorang pria tua dengan tubuh berlumuran darah, tepat sesaat sebelum tubuhnya melebur menjadi abu. Jari telunjuknya menunjuk seorang pemuda yang juga bersimbah darah yang terkapar di depannya.
“Lotus!” teriak seorang pemuda yang tengah terbaring di tengah kegelapan.“Kenapa.. padahal sudah satu tahun sejak Lotus tewas,” gumam pemuda tersebut yang tak lain adalah Nata Digjaya. Perlahan dia mengusap wajahnya dengan nafas yang memburu seolah begitu ketakutan.Perlahan Nata mengatur nafasnya kembali agar tenang. Entah kenapa malam ini udara terasa begitu dingin dari biasanya, perlahan Nata menggerakan kedua kakinya. Nafasnya yang sudah teratur kembali memburu saat merasakan kalau kakinya seolah berada di permukaan tanah, padahal dia ingat jelas kalau malam ini dia terbaring di kediaman barunya yang tak jauh dari istana megah kerajaan Lotus.“Apa ini?” gumam Nata yang mencoba untuk tetap tenang seraya tangannya meraba tempatnya terbaring.“Tanah? Bebatuan? Apa mimpi itu membuatku berhalusinasi?”“Lagipula kamar ini rasamya terlalu gelap dibandingkan biasanya.”Nata mencoba berdiri untuk menyalakan lampu obor di samping tempat tidurnya, namun dia sama sekali tidak merasa berada di ranjang. Dia mencoba menarik nafas perlahan untuk menenangkan diri. Setelah tenang akhirnya Nata menengadahkan telapak tangan kanannya, tiba-tiba bola api yang begitu terang muncul di atas telapak tangannya.“Mustahil..” gumam Nata setelah melihat tempatnya terbaring tadi.“Di mana ini?” batin Nata seraya memandangi sekelilingnya.Nata saat ini tengah berdiri di tempat yang sekelilingnya terbuat dari tanah dan bebatuan. Jelas-jelas kalau dia sedang berada dalam sebuah gua saat ini, Nata juga mengepal ngepalkan tangan kirinya karena merasa ada sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya. Kekuatannya serasa tidak seprima biasanya, selain itu banyak pertanyaan aneh lainnya yang mendadak muncul.“Kenapa aku bisa berada di tempat ini?”“Jika memang ini pengaruh sihir teleportasi, seharusnya aku bisa merasakannya meski hanya sesaat,” pikir Nata yang kini begitu kebingungan dengan keadaannya saat ini.Nata kemudian menghela nafas panjang karena tidak ada satupun jawaban yang masuk akal baginya, dia memutuskan untuk keluar dari gua tersebut dan mencari jawabannya di luar. Setelah berjalan cukup lama menelusuri lorong gua akhirnya dia bisa melihat secercah cahaya dan berhasil keluar dari dalam gua tersebut.Alangkah kagetnya saat dia melihat pemandangan diluar gua yang begitu asing. Meskipun pemandangan yang terhampar di depan matanya begitu indah, namun suasana serta keadaannya cukup berbeda jauh dengan yang pernah dia lihat selama ini. Gua tempatnya terbaring ternyata berada di puncak bukti.Di kejauhan terlihat bangunan-bangunan yang cukup padat dan luas. Namun arsitektur bangunan serta gaya dan bahan-bahan yang digunakannya Nampak berbeda jauh dengan yang pernah dilihatnya selama ini. Nata pikir mungkin dia saat ini sedang berada di benua antah berantah yang sangat jauh dari kerajaan Lotus.Nata kemudian berlari cepat menuruni bukit dengan lincahnya, dia berencana untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dari orang-orang yang tinggal di sekitar bukit tempatnya terbangun. Di dalam perjalanannya itu Nata semakin yakin kalau ada yang salah dengan kekuatannya, seolah-olah saat ini hanya separuh saja dari kekuatannya yang bisa dia gunakan.Namun tampaknya tidak ada keanehan dari kekuatan fisik serta tenaganya. Dia bahkan bisa mencapai jarak satu kilometer hanya dalam waktu sepuluh detik saja hingga kini dia sudah berada tak jauh dari pemukiman penduduk yang dia lihat di atas bukit tadi. Akan tetapi dia juga merasa heran karena di sepanjang jalan dia sama sekali tidak berpapasan dengan satu orangpun. Padahal jika melihat besar dan luasnya desa ini seharusnya ada banyak orang yang meninggalinya.“Apakah tempat ini memang selalu sepi?” ujar Nata sembari menatap rumah-rumah penduduk yang tampak lebih permanen dari yang pernah dia lihat selama ini.“Kualitas semua bangunan ini jelas-jelas berbeda jauh dengan yang aku tahu selama ini. Bahan-bahannya terlihat mirip dengan yang digunakan di istana Lotus,” sambung Nata sambil memegang tembok rumah.Di kejauhan tampak tiga orang dewasa tengah berjalan terburu-buru ke arah yang berlawanan dengan tempat Nata datang tadi. Nata juga mulai berjalan hendak mengejar mereka bertiga. Belum sempat Nata mendekati mereka, tiba-tiba saja terdengar suara riuh orang yang begitu ramai dari arah yang hendak mereka tuju saat ini.Terlihat banyak orang berkerumun mengelilingi sebuah lapangan luas yang ada di tengah-tengah pemukiman tersebut. Nata memicingkan matanya seolah ingin melihat lebih jelas apa yang sedang orang-orang itu perhatikan, namun orang-orang itu berdempetan rapat hingga tidak terlihat jelas apa yang tengah mereka lihat.“Tiang apa itu?” gumam Nata saat melihat di tengah kerumunan warga terdapat dua tiang menjulang tinggi. Nata perlahan mendekati kerumunan serta mencoba merangsek ke dekat tiang karena begitu penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Kasihan sekali,” ucap seorang wanita dengan begitu pelan.“Kalau saja dia menuruti apa kata tuan Leon tentunya mereka tidak akan bernasib seperti ini,” timpal yang lainnya setengah berbisik, terlihat jelas raut ketakutan di wajah mereka.“Apa yang sebenarnya terjadi?” batin Nata yang semakin penasaran hingga terus menerobos rapatnya barisan warga agar bisa lebih jelas melihat keadaan di tengah lapangan.Samar-samar di pertengahan kerumunan orang-orang Nata sudah bisa melihat kalau di tengah lapangan tersebut ada panggung dari bambu. Di atas panggung tersebut terlihat ada dua orang yang sedang berlutut dengan kedua tangan yang terikat serta kepala yang terbungkus kain, hanya dengan melihat sekilas saja Nata sudah mulai memahami keadaan di tempat itu. bahkan dari postur tubuh dan pakaian kedua orang itu saja Nata bisa memperkirakan bahwa salah seorang diantaranya adalah wanita muda dan yang lainnya adalah pria paruh baya.Di sekeliling panggung tersebut tampak banyak ksatria berbaju besi dengan persenjataan lengkap, tepat di depan panggung itu juga ada sebuah kursi mewah yang tengah di duduki pemuda rupawan sembari tumpang kaki. Sementara di samping kursi yang di dudukinya berdiri seorang wanita berambut panjang dengan wajah dibalut perban hingga wajahnya tidak mungkin dikenali. Wanita itu hanya berdiri mematung tanpa bergerak sedikitpun, sementara kepalanya tertunduk ke bawah. Pemuda yang tengah duduk di kursi menengadahkan kepalanya dengan angkuh, pandangannya tertuju kepada dua orang yang berada di atas panggung. Tak lama kemudian pemuda itu berdiri seraya menatap kerumunan warga di sekelilingnya.“Apakah semua orang yang ada di desa ini sudah berkumpul semuanya kepala desa?” tanya pemuda itu dengan lantang menatap seorang pria tua yang sedang berlutut di tanah.“Sudah tuan, sesuai perintah tuan Leon,” jawab kepala desa dengan tubuh gemetar.“Bagus, asal kalian ingat. Siapapun yang tidak hadir ke tempat ini maka mereka akan dianggap penghianat kerajaan serta akan dieksekusi dengan cara yang sama!” tegas pemuda yang ternyata bernama Leon Leonard.“Jadi itu alasannya,” batin Nata sambil menatap dua orang yang siap di eksekusi di atas panggung.“Tidak heran aku tidak berpapasan dengan siapapun saat ke sini. Tapi masih ada yang aneh di sini,” gumam Nata sembari menatap wajah orang-orang di sekelilingnya.Mereka tampak begitu sedih, ada juga yang terlihat ketakutan. Bahkan kebanyakan wanita memejamkan matanya. Jika memang kedua orang yang akan dieksekusi itu adalah penjahat, maka reaksi mereka tidak akan sesuram itu. Bahkan mungkin rasa lega akan tersiran di wajah mereka saat tahu kalau kedua penjahat itu akan dieksekusi.“Buka penutup kepala mereka!” perintah Leon kepada dua ksatria yang berada di dekat panggung.Perlahan mereka berdua membuka penutup kepala dua orang tersebut, dan benar saja perkiraan Nata bahwa salah satu diantara mereka adalah pria paruh baya serta satu orang lainnya adalah gadis muda. kedua orang itu saling memandang satu sama lain, raut wajah mereka mendadak terkejut.“Ayah?” ucap gadis muda itu dengan lirih, airmata mulai keluar dari pelupuk matanya.“Elis? Kenapa kau juga di sini?” ujar pria paruh baya dengan wajah pucat.“Tu-tuan Leon. Bukankah anda sudah berjanji tidak akan mengganggu putri saya?” tanya pria paruh baya dengan nada memelas.“Sayang sekali. Anakmu itu sangat bodoh Atang. Aku sudah memberinya pilihan untuk menikah denganku tapi dia memilih mati daripada harus menjadi istriku,” jawab Leon seraya duduk di kursinya lagi dengan congkak.“Tapi tuan. Anda juga memberi pilihan untuk menukar nyawa ayahku dengan nyawaku sendiri,” teriak Elis sambil menangis.“Tidak tuan, anda sudah berjanji untuk mengeksekusi saya dan tidak akan mengganggu keluarga saya lagi!” potong Atang.“Saya mohon tuan,” sambung Atang sambil menempelkan kepalanya ke panggung.“Ah.. hubungan keluarga memang begitu indah. Karena itulah agar adil maka aku akan mengeksekusi kalian berdua sekaligus, walaupun aku awalnya ingin menghabisi kalian sekeluarga tapi sisanya malah sudah kabur entah kemana. Tapi tenang saja, aku berjanji bahwa mereka juga akan segera menyusul kalian berdua,” jawab Leon sembari tersenyum puas.“Bagaimana mungkin.. kenapa masih ada hal semacam itu di dunia ini?” gumam Nata yang tersentak kaget saat mendengar percakapan ketiga orang yang jadi pusat perhatian di tempat itu.“Seharusnya setelah Lotus beserta kerajaannya takluk satu tahun yang lalu maka pengaruh buruknya di dunia ini juga lenyap, tidak ada perbedaan kasta atau semacamnya, tidak ada juga kesemena-menaan. Mungkin kejahatan kecil memang akan selalu ada, tapi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan seperti itu seharusnya sudah lenyap.”“Apa mungkin tempatku berada saat ini sejak awal memang tidak terjamah pengaruh lotus? Tapi mustahil, kerajaan Lotus sudah berdiri sejak seribu tahun sebelum akhirnya runtuh, tidak ada kerajaan lain di dunia ini selain Lotus karena semuanya sudah dia taklukan. Jikapun memang ada tempat seperti ini maka seharusnya sudah ada kabarnya ke kerajaan Lotus dan juga kepada kami,” batin Nata yang jelas-jelas tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Satu tahun sejak kekalahan Lotus Sang Raja Ketamakan sudah cukup untuk mengubah dunia di era Avaritia. Kedamaian sudah sampai ke seluruh penjuru dunia, bahkan kejahatan sudah sangat jarang ditemukan. Tapi kini apa yang Nata lihat sangat berbeda kenyataannya, perbedaan kasta, ketidakadilan dan kesombongan sedang terpampang jelas di hadapannya.“Penggal mereka berdua sekarang!” perintah Leon seraya mengangkat tangannya sebagai tanda diiringi dengan senyuman keji tanpa rasa iba.Semua orang di sana serentak menutup matanya ketika dua ksatria menghunuskan pedangnya yang berkilau pertanda tajam. Elis serta ayahnya hanya bisa tertunduk pasrah menerima nasib mereka, Nata tersentak sadar bahwa saat ini bukan waktunya dia kebingungan memikirkan keadaan di tempat itu, yang jelas kini ada dua orang yang tak jelas kesalahannya akan dieksekusi mati di depan matanya.Bersambung…Note:
Jika berkenan silahkan follow IG, Youtube atau Fanpage f******k saya di bawah. Di sana ada informasi tentang karya saya yang lainnya.
Salah satunya ada novel saya tentang para penyihir vs para pendekar yang sudah tamat volume ke-1 nya dan bisa dibaca secara gratis oleh sobat semua.
IG: @jajakareal
Fp: Jalan Fantasy
Yt: Jalan Fantasy
Terima kasih.
Nata menggerakan tangan kanannya perlahan, dua ksatria yang ada di atas panggung langsung menebaskan pedangnya ke arah leher Elis serta ayahnya yang hanya bisa terdiam dan memejamkan kedua matanya. Tiba-tiba saja pedang yang dipegang oleh kedua ksatria berbaju besi itu langsung terpental dari tangannya seolah dihantam dengan sangat kuat.Tiba-tiba saja wanita di samping Leon yang sejak tadi berdiri langsung maju ke depan Leon seolah hendak melindunginya, tak hanya itu namun wanita itu juga langsung menatap ke arah Nata berada. Tatapan matanya yang tajam langsung bergerilya mengawasi setiap orang di sekitar Nata. Leon sendiri terlihat begitu kaget, sama halnya dengan Nata.“Aku tidak menyangka jika wanita itu sampai bisa merasakannya, padahal aku sudah mencoba sebaik mungkin menggunakannya,” batin Nata.“Ada apa ini Lia?” tanya Leon yang juga terlihat waspada.“Tuan tolong berhati-hati, tampaknya ada penyihir hebat di sekitar sini. Meski
Leon Leonard yang melihat Nata berhasil kabur membawa dua orang tawanannya yang hendak di eksekusi langsung bangkit dan menghampiri dua ksatria yang tadi dihajar oleh Nata. Leon langsung mencabut pedang yang ada di pinggangnya seraya memenggal leher kedua ksatria itu dengan penuh amarah.Sontak saja perbuatan Leon membuat warga yang berkumpul di sekeliling lapangan langsung menjerit ketakutan. Sementara itu seorang wanita berjalan mendekat ke arah Lia, seorang pria yang tadi sempat menyerang Nata dengan belati juga masih berdiri menatap udara ke arah Nata melarikan diri.“Dasar tidak berguna! Keparat!” umpat Leon dengan penuh amarah sambil menendang tubuh kedua ksatria yang sudah bersimbah darah di tanah.“Mereka benar-benar tidak bisa diandalkan!” gerutu Leon seraya bertolak pinggang.“Bubar kalian! Bubar!” teriak Leon lagi mengusir kerumunan warga yang berkumpul mengelilingi lapangan.‘Plakk’Sebuah tamparan keras mendara
Perlahan Elis membuka kedua matanya. Tubuhnya terbaring di bawah pohon yang rindang, angin semilir menerpa tubuhnya yang terasa pegal-pegal di tambah perutnya sudah keroncongan. Elis menggerakan kepalanya mencari ayahnya dan orang yang sudah menyelamatkan mereka berdua.“Ayah..” gumam Elis pelan saat melihat ayahnya terbaring kaku di tanah. Jantungnya berdetak begitu kencang seakan merasakan firasat yang begitu buruk.“Ayah!” teriak Elis yang langsung berlari menghampiri jasad ayahnya. Sembari duduk kedua tangannya mencoba menggerakan tubuh ayahnya namun tak kunjung membuka mata. Saat itu juga airmata Elis langsung mengalir tak tertahan lagi.Elis mendekap tubuh ayahnya yang sudah dingin, ingin sekali dia berteriak kencang namun suaranya tidak kunjung keluar. Hanya raungan kecil penuh pilu yang terdengar menggema diantara pepohonan. Elis mengangkat tubuhnya serta menatap wajah sang ayah yang sudah terpejam. Dia sadar kalau ayahnya sudah tiada, tubuhnya
“Ada apa?” tanya Nata.“Aku hanya terkejut sebab nama anda sama persis dengan salah satu legenda penyihir di masa lalu. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang memiliki nama sama seperti mereka,” jawab Elis sembari tersenyum dan melangkahkan kakinya kembali.“Legenda?” tanya Nata lagi.“Ya, ayah pernah bercerita jika delapan ratus tahun yang lalu ada sekelompok penyihir dengan julukan Pentagram. Mereka adalah lima orang penyihir hebat yang tidak ada tandingannya, awalnya aku mengira itu hanya dongeng saja. Tapi ayahku mengatakan bahwa itu adalah kebenaran,” jawab Elis seraya mengenang kembali sosok ayahnya.“Kelihatannya memang benar dugaanku. Tapi kenapa, kapan, siapa dan dimana orang yang telah melakukan sihir terlarang itu?” batin Nata.“Lalu apa yang terjadi kepada mereka?” tanya Nata lagi dengan nada serius hingga membuat Elis keheranan.“Kalau tidak salah, ayah bilang kalau seluruh Pentagram lenyap hanya dalam
Prajurit yang dibawa Daiats mulai kebingungan karena tidak mengetahui arah dari serangan Nata yang dengan lincah terus bergerak ke sana kemari menyerang para prajurit itu secara acak. Meski begitu para ksatria itu memang sejak awal sudah ditempa baik fisik dan mentalnya, jadi kadang ada yang bisa menangkis serangan Nata, kadang serangan Nata juga tidak berdampak sama sekali.“Kemampuan mereka memang luar biasa, sejak awal mereka memang sudah biasa dengan pertarungan jarak dekat,” batin Nata setelah serangan pisau anginnya ditangkis oleh salah satu prajurit yang hendak diserangnya.“Meski aku sudah berlatih keras selama setahun ini untuk menutupi setiap kekuranganku, tapi kelihatannya memang masih belum cukup jika harus berhadapan yang sejak awal selalu melatih fisiknya. Ditambah lagi zirah yang mereka kenakan benar-benar mengurangi dampak serangan sihirku. Satu-satunya cara melukai mereka adalah dengan sihir penetrasi tinggi seperti tombak angin atau pisau an
"Like the fury of the dragon, a fire that will burn for thousands of years. Dragon Fire!” teriak Daiats.Tepat dari depan tubuh Daiats muncul sebuah lingkaran api, udara di sekitar tempat itu semakin panas. Bahkan tangan Daiats juga mulai melepuh karena belum sempurna menguasai sihir yang akan digunakannya itu.Suara api yang menjilat-jilat membuat pasukan yang dibawa Daiats ketakutan, Nata menggerakan kakinya hingga pasukan musuh yang masih hidup tertutup oleh tanah dan bebatuan sama seperti yang terjadi kepada Elis. Dari lingkaran api di depan Daiats itulah menyembur api yang melesat cepat dan melebar layaknya ombak.“Sihir yang sesungguhnya? Kau bahkan tidak tahu makna sejati dari kekuatan yang namai sihir,” gumam Nata dengan tenang menatap lautan api yang bergerak ke arahnya.Nata menghirup udara dalam-dalam lalu merentangkan tangan kirinya ke depan dengan telapak tangan terbuka. Udara di sekitar Nata
“Elis,” ucap Nata sembari memegang kedua bahu Elis dan menggerakannya.Elis tidak berkata sepatah katapun, tatapannya masih kosong, meskipun tubuhnya digerakan oleh Nata tapi dia tidak menggerakan anggota tubuhnya sedikitpun. Nata hanya menghela nafas dalam, kelihatannya situasi yang dilihatnya ini membuat mentalnya langsung lemah dan syok.“Sungguh menyedihkan sekali nasibmu, Elis,” kata Nata seraya memangku tubuh Elis dan membawanya ke sebuah rumah yang terlihat masih utuh.Nata membaringkan tubuh Elis di atas tikar setelah membersihkan debunya. Nata menempelkan tangan kanannya di kening Elis yang terlihat setengah sadar, tatapan matanya masih kosong melihat langit-langit. Nata mulai menggunakan sihir healing tingkatan Tri untuk menenangkan Elis.Gradasi cahaya berwarna kuning menerangi seisi rumah. Perlahan mata Elis bergerak, tubuhnya terlihat lebih tenang sampai airmatanya juga berhenti mengalir
Nata hanya duduk di samping Elis seraya menyandarkan kepala Elis ke bahunya. Langit yang kelabu seolah menjadi saksi betapa merananya hati Elis saat ini. Cukup lama Elis menangis sampai akhirnya dia mulai tenang, Nata menyarankan agar Elis segera makan sebab sejak tadi siang dia belum makan sedikitpun.Elis hanya mengangguk pelan sembari menyeka airmatanya. Nata sendiri langsung ke dalam rumah untuk membawa makanan dan air, saat kembali ke luar rumah tampak Elis sedang menimang-nimang liontin milik ibunya. Nata hanya tersenyum sembari meletakan air dan makanan di tanah.“Mau aku bantu memakainya?” tawar Nata sambil tersenyum. Elis hanya mengangguk pelan dan memberikan liontin tersebut kepada Nata, dengan hati-hati dia mulai memakaikan liontin itu di leher Elis.“Nata,,” ucap Elis dengan lirih selagi Nata memasangkan liontin di lehernya.“Ya?” jawab Nata.“Maukah kau men