Share

Bab 03: Pengorbanan

Leon Leonard yang melihat Nata berhasil kabur membawa dua orang tawanannya yang hendak di eksekusi langsung bangkit dan menghampiri dua ksatria yang tadi dihajar oleh Nata. Leon langsung mencabut pedang yang ada di pinggangnya seraya memenggal leher kedua ksatria itu dengan penuh amarah.

Sontak saja perbuatan Leon membuat warga yang berkumpul di sekeliling lapangan langsung menjerit ketakutan. Sementara itu seorang wanita berjalan mendekat ke arah Lia, seorang pria yang tadi sempat menyerang Nata dengan belati juga masih berdiri menatap udara ke arah Nata melarikan diri.

“Dasar tidak berguna! Keparat!” umpat Leon dengan penuh amarah sambil menendang tubuh kedua ksatria yang sudah bersimbah darah di tanah.

“Mereka benar-benar tidak bisa diandalkan!” gerutu Leon seraya bertolak pinggang.

“Bubar kalian! Bubar!” teriak Leon lagi mengusir kerumunan warga yang berkumpul mengelilingi lapangan.

‘Plakk’

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Lia. Ternyata wanita yang tadi mendekatinya tiba-tiba melayangkan telapak tangannya dengan disertai tatapan jengkel. Lia hanya bisa tertunduk lemah tanpa berani menatap wanita yang menamparnya barusan.

“Ada apa Shella?” tanya Leon yang langsung menoleh saat mendengar suara tamparan Shella yang begitu kencang.

“Dia ini tidak pernah berubah tuan! Pergerakannya masih saja lambat, bahkan saat Baron menyerang musuh dia malah diam saja!” tegas wanita bernama Shella.

“Maaf..” ucap Lia pelan.

“Maaf, maaf!”

‘Plakk’

Shella kembali menampar Lia dengan keras. Sedangkan Leon hanya menghela nafas panjang. Sementara itu Baron yang sejak tadi termenung langsung menyarungkan belatinya dan berbalik menatap Lia serta Shella.

“Itu bukan hanya kesalahan Lia, tapi musuh yang tadi menyerang memang cukup lihai dan cerdik dalam melakukan setiap tindakannya. Semua seranganku bahkan tidak bisa mengenainya, padahal aku sudah menyerang secara tiba-tiba,” ucap Baron.

“Kau terlalu lembek Baron! Apa kau mau membiarkan Lia terus membuat malu keluarga Leonard?” tanya Shella dengan tegas.

“Tidak sama sekali. Tapi memperlakukannya seperti itu sekarang ini juga tidak berguna, biarkan saja keluarga Leonard yang memutuskannya!” jawab Baron tanpa ragu.

“Lalu apa kau punya rencana untuk mendapatkan mereka kembali Baron? Kau tidak mungkin membiarkan rumor buruk tentang keluargaku menyebar ke seantero kerajaan bukan?” tanya Leon dengan tatapan tajam.

“Jangan khawatir tuan. Aku sudah punya rencana untuk mencegahnya, selain itu mereka berdua sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Selain itu orang yang menyerang kita juga akan menyesali perbuatannya!” jawab Baron seraya tersenyum. Perlahan dia mengangkat tinju kanannya ke udara.

“Baron.. kau jangan-jangan..” kata Shella yang tersentak kaget sebab paham apa maksud temannya itu.

“Ya, aku sudah menanamkan sihirku di tubuh mereka berdua. Itu sebagai pencegahan jika kejadian seperti ini akan terjadi, sebagai penyihir keluarga Leonard aku tidak mungkin membiarkan nama baik keluarga tuanku tercemar!” tegas Baron.

“The dark is more than black!  Its darker than the night!  Please answer my mana! Pass down the curse of death on the two people I want to present to you! Death Curse!” teriak Baron seraya mengangkat tinggi tinjunya ke langit. Saat itu juga asap hitam mengepul ke udara dari tinjunya.

“Kau memang bisa diandalkan Baron, aku tidak menyangka jika kau sudah memasang sihir itu di tubuh mereka berdua,” puji Leon yang mulai terlihat senang kembali.

“Itu memang benar, butuh sihir healing tingkatatan catur untuk menetralkan sihir Death Curse milik Baron. Meskipun orang itu memang bisa menggunakan sihir healing tingkat catur dia hanya akan bisa menyelamatkan salah satunya saja,” gumam Shella.

“Jika orang itu bisa menyelamatkan keduanya berarti dia bisa menggunakan sihir healing tingkatan panca. Jika hal itu terjadi, kemungkinan besar aku memang tidak salah lihat,” batin Baron sembari mengingat kembali wajah Nata yang sempat membuatnya kaget.

“Untuk sementara mungkin aku harus menyelidikinya terlebih dahulu sebelum melaporkannya,” pikir Baron seraya menatap Leon yang sejak tadi terdengar terus memuji kecerdikannya.

***

“Cih,” gerutu Nata sembari menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Kedua tangan Nata masih menggenggam erat tangan Elis serta ayahnya, meski bergetar namun Nata tidak menyerah.

“Kemampuan sihir healingku memang tidak sebaik Nira, tapi sihir kutukan seperti ini seharusnya masih bisa aku tangani,” gerutu Nata di dalam benaknya. Dia tidak mengerti kenapa dia tidak bisa menggunakan sihir healing tingkatan panca. Apa yang salah dengan kekuatannya? Sama sekali dia tidak memahaminya.

Wajah Nira yang merupakan salah satu temannya di pentagram kini terbayang, Nata berpikir apa yang akan dilakukan Nira andaikan saat ini berada di posisinya. Namun semuanya nihil, di situasi genting dan kritis seperti ini dia tidak menemukan satupun jalan keluar. Nata hanya bisa mengecam dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

“Kenapa seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku?” ucap Nata dengan lirih, dia sudah kehabisan akal untuk menyembuhkan Elis serta ayahnya. Jika saja dia bisa menukar jiwanya untuk menolong mereka berdua tentunya akan segera dia lakukan tanpa pikir panjang. Namun itu hal yang mustahil.

Di tengah keputusasaan melanda Nata, tangan ayah Elis tiba-tiba bergerak. Nata yang tertunduk lesu segera menatap wajah ayah Elis yang terlihat menahan rasa sakit yang begitu luar biasa. Bibirnya perlahan bergerak seiring tangannya yang hendak melepaskan genggaman Nata.

“Elis.. selamatkan putriku..” ucap Atang dengan lirih serta terbata-bata, perlahan dia mengalihkan tangannya ke kepala Elis.

Sontak saja Nata tersentak kaget mendengarnya, dilema kembali memenuhi perasaannya. Sejak awal dia terus berpikir untuk menyelamatkan mereka berdua hingga membagi sihir healingnya untuk dua orang sekaligus. Nyatanya dia belum berubah sama sekali sejak satu tahun yang lalu bertarung bersama dengan teman-temannya melawan Lotus. Di situasi kritis seperti itu kepanikan selalu menghantui pikirannya.

“Tolong.. putri..ku,” sambung Atang dengan suara yang semakin dalam.

Nata tak kuasa menjawab, dia hanya bisa mengangguk lemah mengiyakan permintaan terakhir seorang ayah demi putrinya itu. sambil tertunduk Nata langsung menggenggam kedua tangan Elis dengan erat. Sementara Atang terkulai lemas setelah asap hitam menyelimuti tubuhnya, Nata sadar dia tidak mungkin bisa menyelamatkan keduanya. Dia dihadapkan dengan pilihan sulit, kehilangan salah satunya atau kehilangan keduanya.

Nata hanya bisa berjanji kepada dirinya sendiri bahwa pengorbanan ayah Elis tidak akan sia-sia. Dia akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyelamatkan Elis. Perlahan asap hitam membumbung keluar dari dada Elis yang tidak sadarkan diri, bersamaan dengan hal itu tubuh Elis bergetar hebat hingga bulir-bulir keringat tampak di keningnya.

Perlahan Elis mulai tenang kembali setelah tidak ada asap hitam yang keluar lagi dari tubuhnya. Nata akhirnya menghela nafas panjang karena tidak merasakan aliran mana aneh lagi dari diri Elis. Perhatiannya kini tertuju kepada ayah Elis yang tergeletak tidak bernyawa, Nata kemudian mendekat lalu mengusap wajah ayah Elis hingga matanya terpejam.

Bersambung…

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tedi Ardiansah
mudah di mengerti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status