Share

Bab 04: Perbedaan Era

Perlahan Elis membuka kedua matanya. Tubuhnya terbaring di bawah pohon yang rindang, angin semilir menerpa tubuhnya yang terasa pegal-pegal di tambah perutnya sudah keroncongan. Elis menggerakan kepalanya mencari ayahnya dan orang yang sudah menyelamatkan mereka berdua.

“Ayah..” gumam Elis pelan saat melihat ayahnya terbaring kaku di tanah. Jantungnya berdetak begitu kencang seakan merasakan firasat yang begitu buruk.

“Ayah!” teriak Elis yang langsung berlari menghampiri jasad ayahnya. Sembari duduk kedua tangannya mencoba menggerakan tubuh ayahnya namun tak kunjung membuka mata. Saat itu juga airmata Elis langsung mengalir tak tertahan lagi.

Elis mendekap tubuh ayahnya yang sudah dingin, ingin sekali dia berteriak kencang namun suaranya tidak kunjung keluar. Hanya raungan kecil penuh pilu yang terdengar menggema diantara pepohonan. Elis mengangkat tubuhnya serta menatap wajah sang ayah yang sudah terpejam. Dia sadar kalau ayahnya sudah tiada, tubuhnya bergetar hebat seakan kehilangan tenaga. Tubuhnya mulai goyah ke belakang seiring dengan deraian airmatanya yang semakin deras.

“Maafkan aku..” ucap Nata yang sudah berada di belakang Elis. Dengan sigap dia menahan tubuh Elis yang hendak roboh ke belakang.

“Kenapa.. ini semua harus terjadi kepadaku,” ujar Elis dengan tatapan nanar.

“Apa yang sebenarnya terjadi kepada ayah?” sambung Elis dengan lirih tersedu-sedu.

“Ayahmu mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanmu. Kalian berdua terkena sihir yang sudah ditanamkan ke tubuh kalian,” jawab Nata seraya duduk di samping Elis.

“Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku tidak bisa menyelamatkan kalian berdua sekaligus,” tambah Nata sambil menatap Elis yang masih meneteskan airmata. Elis tidak menjawab sama sekali, dia hanya tertunduk melihat sang ayah yang sudah terbaring.

“Ayah.. apa yang harus aku katakan jika bertemu dengan ibu?” gumam Elis seraya menyeka airmatanya.

“Ayahmu adalah orang yang hebat, dia bahkan masih sadar meski terkena sihir seperti itu. bahkan saat aku kebingungan karena tidak bisa menyembuhkan kalian berdua sekaligus dia dengan tegar memintaku untuk menyelamatkanmu,” ujar Nata.

“Tapi.. aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Andaikan saja aku menuruti permintaan Leon tentunya ayah masih akan hidup di dunia ini,” ucap Elis.

“Terkadang memang orang berpikir untuk mengorbankan kebahagiaannya demi orang yang dia cintai. Tapi orang itu tidak tahu bahwa kebahagiaan orang tercintanya itu adalah melihat dia sendiri bahagia. Karena itu jangan berpikiran naif seperti itu, terkadang kita harus merelakan orang lain berkorban demi diri kita untuk menghargai usahanya,” kata Nata.

“Aku tidak bermaksud menasehatimu. Aku hanya berbagi pengalamanku saja, sejak dulu aku sudah kehilangan banyak orang yang aku cintai. Orang tuaku, sahabatku, serta teman-teman seperjuanganku. Aku tahu rasanya memang menyakitkan. Karena itu kau boleh menangis sepuasnya. Tapi jangan selamanya. Ingatlah untuk apa ayahmu pergi,” sambung Nata seraya berdiri meninggalkan Elis.

Mendengar ucapan Nata barusan membuat Elis kembali mendekap ayahnya, airmatanya semakin deras. Dia sadar penyesalan tidak akan pernah merubah apapun, tidak ada gunanya dia terus meratapi keputusannya di masa lalu. Meskipun Nata tidak mengatakannya secara langsung tapi dia sadar maksud dari ucapannya tersebut.

Setelah semua kesedihan Elis tercurahkan barulah Nata kembali menghampirinya. Dia mengatakan bahwa jasad ayah Elis harus segera dikebumikan karena hari sudah sore. Elis hanya bisa mengangguk pelan menyetujui perkataan Nata. Hari itu ayah Elis dikebumikan di tempat itu dengan diiringi isak tangis putri sulungnya.

Setelah selesai mengebumikan jasad ayah Elis, Nata kemudian memberikan beberapa buah-buahan yang dia dapatkan dari hutan selagi Elis tidak sadarkan diri. Meskipun tidak mengenyangkan, namun buah-buahan yang dipetik oleh Nata cukup untuk mengganjal perut mereka.

“Maaf, tapi setelah ini kira-kira kamu mau ke mana?” tanya Nata sambil menatap Elis yang masih menatap kuburan ayahnya.

“Aku akan menuju ke desa tempat kelahiran ibu. Saat ini ibu dan kedua adikku mungkin sudah berada di sana,” jawab Elis sembari menghela nafas perlahan.

“Begitu ya, baguslah kalau memang kamu sudah punya tujuan pasti. Izinkan aku untuk menemani perjalananmu, aku yakin orang-orang tadi tidak akan diam saja melihat kita kabur dari mereka,” tawar Nata yang masih cemas dengan keselamatan Elis. Terlebih Nata sendiri sudah berjanji untuk menyelamatkan Elis, setidaknya sampai dia bertemu dengan keluarganya lagi yang bisa melindunginya.

Elis tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan menyetujui tawaran dari Nata. Sedangkan Nata sendiri memakluminya, dia pikir mungkin Elis masih sedih. Karena itu Nata juga tidak banyak bicara, dia tidak mau mengganggu Elis yang masih berduka.

Setelah memberikan penghormatan terakhir untuk Atang. Akhirnya Nata dan Elis melanjutkan kembali perjalanannya menuju kampung halaman ibu Elis. Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya terdiam saja, mereka berdua berjalan beriringan tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Anu..” ujar Elis seakan ragu-ragu.

“Ada apa?” tanya Nata yang mencoba seramah mungkin agar Elis lebih tenang berada di dekatnya.

“Terima kasih sudah menyelamatkan kami,” jawab Elis sambil tersenyum.

“Entah kenapa rasanya aku tidak pantas mendapatkan rasa terima kasih darimu. Nyatanya aku tetap gagal melindungi ayahmu,” kata Nata seraya menghela nafas dalam.

“Tidak. Aku yakin ayah juga akan mengatakannya jika berada di posisiku saat ini,” sanggah Elis yang terlihat tidak setuju dengan perkataan Nata.

“Keluarga kalian benar-benar keluarga yang begitu baik,” ucap Nata sembari tersenyum.

“Terima kasih. Sejujurnya aku tidak menyangka jika akan ada yang menyelamatkan kami waktu itu. di desa ini tidak ada yang akan berani menentang keputusan keluarga Leonard,” tutur Elis.

“Aku hanya tidak suka melihat orang berbuat semena-mena seperti itu tanpa alasan yang jelas. Bahkan warga desa lainnya terlihat iba melihat kalian berdua, saat itulah aku yakin kalau kalian pantas untuk diselamatkan,” timpal Nata.

“Tapi aku tidak paham, kenapa kalian berdua sampai diperlakukan seperti itu?” sambung Nata dengan melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganjal di hatinya.

“Sebulan yang lalu salah satu putra bangsawan dari keluarga Leonard datang ke desa Randegan, dia awalnya mencari ayah hingga mengundangnya ke tempat dia menginap. Ayah memenuhi undangannya. Tapi seminggu berlalu dan ayah tidak kunjung pulang, akhirnya aku mencarinya ke tempat Leon berada,” jawab Elis.

“Saat itulah tiba-tiba Leon mengatakan ingin menikahiku. Saat itu aku kebingungan dan meminta waktu kepadanya, aku juga menanyakan keberadaan ayah. Tapi dia bilang ayah akan segera kembali ke rumah. Akupun pulang dan benar saja tak lama ayah kembali namun keadaannya benar-benar memprihatinkan. Sekilas saja aku tahu kalau ayah seperti mendapat siksaan, seketika aku langsung paham jika Leon adalah penyebabnya,” sambung Elis.

“Tunggu sebentar, jadi orang yang bernama Leon itu bukan berasal dari desa kalian?” potong Nata.

“Ya, Keluarga Leonard sebenarnya tinggal di kota. Mereka merupakan salah satu keluarga bangsawan di kerajaan Irish,” jawab Elis.

“Begitu ya, silahkan lanjutkan,” ucap Nata yang terlihat kaget. Dia rasanya baru pertama kali ini mendengar nama Kerajaan Irish.

“Aku menanyakannya kepada ayah, namun dia malah menyuruh kami untuk segera berkemas dan pergi menuju desa Nalangsa tempat kelahiran ibu. Esok harinya ada utusan dari Leon yang datang ke rumah kami, saat itulah aku menguping pembicaraan mereka. Ayah meminta waktu seminggu lagi untuk meyakinkanku dan disetujui oleh utusan itu. orang itu juga mengancam jika aku tidak bersedia menjadi istri Leon maka keluarga kami akan dihabisi,” jelas Elis.

“Aku mencoba kembali memastikannya kepada ayah hingga akhirnya dia mengaku jika Leon memang menyiksanya. Aku langsung meminta ayah untuk pergi bersama tapi dia menolaknya dengan alasan kami tidak akan pernah selamat jika ayah ikut dengan kami. Dia hanya bilang untuk mematuhinya saat itu. Setelah ibu dan adik-adiku siap untuk pergi kami langsung berangkat,” tambah Elis.

“Namun di tengah jalan kami tertangkap salah satu penyihir yang bekerja untuk Leon. Saat itulah aku memohon kepada mereka agar membebaskan ibu dan kedua adikku serta ayah yang masih tinggal di desa. Mereka setuju hingga membiarkan ibu dan kedua adikku pergi meskipun mereka terlihat tidak setuju dengan keputusanku. Aku dibawa ke kediaman Leon, namun aku menolak menikashi orang yang telah menyiksa ayahku. Aku memilih mati, tapi mereka benar-benar tidak bisa dipercaya,” sambung Elis dengan nada sedih.

“Maafkan aku, tidak sedikitpun aku bermaksud mengingatkanmu dengan kejadian kelam itu. Aku pikir di dunia ini sudah tidak ada lagi orang yang bersikap seperti itu,” potong Nata yang terlihat merasa bersalah.

“Tidak apa-apa. Lagipula keturunan bangsawan seperti anda memang tidak akan sering menemui orang-orang seperti kami,” ucap Elis seraya tersenyum.

“Bangsawan?” tanya Nata yang terkejut mendengar pernyataan Elis. Sedangkan Elis sendiri tidak berkata apapun, dia malah terlihat ikut bingung melihat Nata kebingungan.

“Aku bukan bangsawan,” ucap Nata lagi saat melihat Elis malah kebingungan.

“Tidak mungkin, anda bisa menguasai sihir-sihir hebat seperti itu. pakaian anda juga sangat bagus,” sanggah Elis, tampaknya dia tidak percaya dengan perkataan Nata. Sementara Nata sendiri mulai merasakan firasat buruk, dia yakin ada sesuatu yang tidak benar.

“Tunggu. Jadi maksudmu hanya para bangsawan saja yang bisa menguasai sihir?” tanya Nata hendak memastikan kekhawatirannya. Sementara Elis terlihat semakin bingung, yang dia tahu semua orang pasti tahu kalau hanya bangsawan yang bisa menguasai sihir hebat.

“Memang bangsawan kan yang bisa menguasai sihir hebat? Mungkin rakyat biasa juga ada yang menguasainya tapi tidak mungkin bisa mengimbangi sihir dari penyihir yang bekerja untuk bangsawan. Atau mungkin anda adalah salah satu penyihir yang bekerja untuk keluarga bangsawan yang lain?” Elis malah bertanya balik kepada Nata.

“Ini terlalu membingungkan. Setahuku tidak ada peraturan seperti itu, selain itu aku juga tidak pernah mendengar nama kerajaan Irish selama ini. Jika salah satu desa yang jauh dari perkotaan saja sudah seluas ini, itu artinya Kerajaan Irish juga cukup luas. Tidak mungkin kerajaan luas seperti itu tidak pernah terdengar oleh Pentagram,” batin Nata yang semakin bingung.

“Sebentar, aku hanya ingin memastikan. Saat ini tanggal berapa?” tanya Nata dengan maksud mengurai sedikit demi sedikit kebingungannya.

“Tanggal 3 bulan 6,” jawab Elis dengan tatapan heran.

“Tahun?” tanya Nata disertai tatapan tajam, degup jantungnya semakin tidak karuan.

“Tahun 81,” jawab Elis pendek karena sedikit terkejut dengan tatapan tajam Nata.

“Mustahil..” gumam Nata, dia menghentikan langkahnya dan langsung menatap langit. Dia masih ingat bahwa tahun ini adalah tahun 172 di era Avaritia. Elis sendiri ikut berhenti namun dengan tatapan bingung.

“Tahun 81 apa?” tanya Nata dengan lirih.

“Superbia?” jawab Elis setengah ragu-ragu, dia merasa kalau Nata tiba-tiba saja bertingkah aneh.

“Begitu ya,” ujar Nata yang langsung menghela nafas panjang serta mengeluarkannya perlahan. Dia terus melakukannya hingga hatinya terasa cukup tenang.

“Apakah kamu tahu era Avaritia?” tanya Nata, sambil berusaha tersenyum seraya menatap wajah Elis. Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanannya.

“Kalau tidak salah era itu.. Setahuku era itu sudah berakhir 700 tahun yang lalu,” jawab Elis sambil menerawang seolah mengingat-ingat lagi.

“Hmmh.. ternyata lebih jauh daripada dugaanku,” ucap Nata sambil menghela nafas panjang.

“Kalau boleh tahu, siapa namamu?” tanya Nata, dia tentunya tidak ingin melupakan nama orang yang telah memberinya informasi berharga.

“Namaku Elis Sandriani. Kalau boleh tahu, nama anda siapa?” tanya Elis yang tentunya juga tidak ingin melupakan nama orang yang telah menyelamatkannya.

“Namaku Nata Digjaya, kamu boleh memanggilku Nata,” jawab Nata. Tapi mendadak langkah Elis terhenti, dia kini menatap Nata dengan tajam seolah sangat terkejut mendengar jawaban Nata.

Bersambung…

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ningsih Nurdianingsi
mantap kali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status