Share

Bab 05: Penyergapan di Desa Nalangsa

“Ada apa?” tanya Nata.

“Aku hanya terkejut sebab nama anda sama persis dengan salah satu legenda penyihir di masa lalu. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang memiliki nama sama seperti mereka,” jawab Elis sembari tersenyum dan melangkahkan kakinya kembali.

“Legenda?” tanya Nata lagi.

“Ya, ayah pernah bercerita jika delapan ratus tahun yang lalu ada sekelompok penyihir dengan julukan Pentagram. Mereka adalah lima orang penyihir hebat yang tidak ada tandingannya, awalnya aku mengira itu hanya dongeng saja. Tapi ayahku mengatakan bahwa itu adalah kebenaran,” jawab Elis seraya mengenang kembali sosok ayahnya.

“Kelihatannya memang benar dugaanku. Tapi kenapa, kapan, siapa dan dimana orang yang telah melakukan sihir terlarang itu?” batin Nata.

“Lalu apa yang terjadi kepada mereka?” tanya Nata lagi dengan nada serius hingga membuat Elis keheranan.

“Kalau tidak salah, ayah bilang kalau seluruh Pentagram lenyap hanya dalam semalam tanpa meninggalkan jejak. Tapi banyak yang menduga kalau mereka sejak awal terluka setelah melawan penyihir jahat saat itu hingga pada akhirnya mereka meninggal,” tutur Elis sembari mengerutkan keningnya mengingat kembali setiap cerita dari ayahnya.

“Kenapa kau kelihatan tidak yakin begitu?” tanya Nata kembali sambil tersenyum karena merasa lucu sebab sejak tadi Elis selalu bercerita berdasarkan dongeng ayahnya.

“Ya karena aku hanya tahu semua cerita itu dari ayah, lagipula aku belum tahu kebenarannya,” jawab Elis.

“Maksudmu kamu sendiri tidak tahu sejarah Pentagram?”

“Mana mungkin tahu, anda sendiri harusnya tahu kalau rakyat jelata tidak diperbolehkan sekolah.”

“Eh? Lalu ayahmu tahu dari mana?” tanya Nata lagi, entah kenapa dia merasa kalau masih ada banyak hal tentang ayah Elis yang mungkin bisa membantunya memecahkan misteri keberadaannya di era ini.

“Ayah bilang kalau dia semasa muda pernah bekerja di keluarga bangsawan. Di sanalah dia mendapatkan banyak pengetahuan yang tidak diketahui rakyat biasa terutama tentang sihir dan berbagai sejarah di kerajaan Irish. Meski begitu pada akhirnya ayah memutuskan untuk undur diri dan menetap di desa Randegan hingga menikah dengan ibu,” jelas Elis.

“Apa dia pernah bilang di keluarga bangsawan mana dia bekerja?”

“Dia tidak pernah mengatakannya, yang aku tahu ayah cukup lama bekerja di sana. Lagipula ayah bilang sebaiknya kami memang tidak perlu tahu, tapi mungkin saja ibu mengetahuinya,” jawab Elis.

“Begitu ya, aku mengerti sekarang,” gumam Nata.

Saat ini Nata menyimpulkan bahwa tujuan awal keluarga Leonard datang ke desa Randegan adalah untuk mencari keberadaan ayah Elis. Tidak lain alasannya karena ayah Elis pernah bekerja di keluarga mereka dan mengetahui berbagai hal yang seharusnya tidak pernah diketahui oleh rakyat biasa. Karena itulah mereka berniat melenyapkannya.

Ada kemungkinan ayah Elis tidak mengundurkan diri dari keluarga Leonard melainkan kabur dari kediaman mereka. Sejak awal memang tidak terlalu masuk akal jika ada bangsawan dari kota yang sengaja datang ke desa kecil hanya untuk mencari keberadaan rakyat biasa tanpa alasan yang jelas.

“Kemungkinan selama ini mereka terus mencari keberadaan ayahnya di seluruh kerajaan. Tapi jika itu memang benar maka Elis dan keluarganya masih berada dalam bahaya,” batin Nata seraya menatap Elis yang masih berjalan.

Nata pikir mungkin ada baiknya jika sudah menemui ibu dan saudara Elis lainnya. Dia akan membawa mereka ke kerajaan lain untuk memulai hidup baru dengan aman, lagipula dia merasa berhutang budi karena mendapatkan banyak informasi dari Elis. Nata yakin jika ayah Elis lebih banyak menceritakan kisah dan pengetahuannya kepada sang istri dibandingkan kepada anaknya sendiri, karena itu akan sangat menguntungkan jika Nata bisa bertemu dengan ibu Elis.

“Anu.. maaf tuan-“

“Jangan panggil aku tuan, panggil saja Nata,” potong Nata sesaat sebelum Elis menyelesaikan perkataannya.

“Tapi-”

“Aku itu bukan dari keluarga bangsawan, bukan juga penyihir keluarga bangsawan. Lagipula kelihatannya umur kita tidak terpaut jauh,” potong Nata lagi seraya tersenyum.

“Ba.. baik. Tapi kalau anda bukan bangsawan lalu bukan penyihir keluarga bangsawan, terus anda sebenarnya siapa?” tanya Elis.

Nata terdiam sejenak memikirkan jawaban yang tepat. Jika dia mengatakan kebenarannya Nata khawatir itu malah akan membuat Elis berada dalam bahaya. Dia masih belum tahu identitas dan tujuan dari orang yang memindahkan keberadaannya ke era ini. Jika orang itu berniat jahat maka ada kemungkinan Elis juga berada dalam bahaya karena pernah bersamanya.

“Anggap saja aku seorang pengembara dari tempat yang amat jauh dari kerajaan ini, selama diperjalanan aku belajar berbagai pengetahuan tentang dunia ini dari banyak orang. Saat ini tujuanku adalah mempelajari berbagai hal yang ada di kerajaan Irish, jujur saja sepanjang perjalanan kita tadi aku sudah banyak belajar hal baru. Karena itulah jangan bersikap formal kepadaku, sebab aku lebih suka dianggap teman daripada dianggap bangsawan,” jawab Nata.

Elis hanya mengangguk saja mendengar penjelasan Nata, sekilas tersirat kekaguman dari wajah Elis. Hal itu memang wajar bagi mereka yang selama ini hanya berkutat di satu desa saja tanpa pergi ke tempat lain, mereka tentunya penasaran dengan berbagai hal yang ada di tempat lain di dunia ini.

***

Selama tiga hari Nata dan Elis berjalan menuju desa tempat kelahiran ibu Elis. Selama itu juga mereka hanya bisa bermalam di tengah hutan dan perkampungan kecil saja, tidak ada satupun kota yang mereka lewati. Nata semakin yakin kalau saat ini dia memang berada di era yang berbeda, karena tidak mungkin kerajaan seluas Irish tidak pernah di ketahui oleh Pentagram.

Di sepanjang perjalanan itu juga Nata mendapatkan banyak informasi lain terkait era Superbia. Bahkan diketahui bahwa saat ini di dunia terdapat tujuh kerajaan besar, yang uniknya di masing-masing kerajaan itu dikatakan terdapat kuburan para penyihir hebat pada masanya. Lima diantaranya adalah kuburan para penyihir Pentagram yang ada di lima kerajaan yang berbeda, sedangkan dua kerajaan lainnya dikabarkan memiliki kuburan penyihir hebat yang muncul tiga ratus tahun yang lalu.

Nata sebenarnya penasaran dengan identitas dua penyihir hebat yang belum diketahui namanya itu, namun seperti biasa tidak banyak informasi yang dia dapatkan dari rakyat biasa. Hanya para bangsawanlah yang diperbolehkan mengetahui berbagai hal lebih detail lagi tentang sejarah dunia ini dan juga tentang sihir.

Elis juga tampaknya sudah tidak terlalu formal lagi dengan Nata, kini mereka berdua lebih mirip teman seperjalanan. Bahkan Nata juga sengaja sering membuat candaan kepada Elis agar suasana lebih akrab. Pada akhirnya siang ini Elis bilang bahwa kampung halaman ibunya sudah dekat.

Elis terlihat mulai sumringah, Nata rasa itu karena dia sebentar lagi akan segera bertemu dengan ibu serta saudaranya yang lain. Rumah-rumah sederhana mulai terlihat berjejer di depan mereka berdua. Namun entah kenapa suasana di desa itu begitu sepi bahkan suara hewanpun tidak terdengar. Nata mendadak menahan langkah Elis yang berjalan di sampingnya.

“Ada apa Nat?” tanya Elis.

“Ada yang tidak beres di desa ini,” jawab Nata seraya menatap sekelilingnya. Angin semilir yang menerpa tubuh mereka berdua terasa begitu dingin menusuk tulang, meski samar namun Nata mencium bau amis darah terbawa oleh angin yang bertiup.

“Darah?” ujar Nata.

“Kenapa terasa begitu sepi ya,” ucap Elis yang juga melihat sekelilingnya.

“Di mana rumah ibumu?” tanya Nata.

“Masih cukup jauh, di depan sana kalau tidak salah ada pesawahan. Nah rumah nenek di sekitar situ,” jawab Elis seraya menunjuk ke depan.

Nata ragu apakah harus melanjutkan langkahnya atau bagaimana, dia merasakan firasat buruk. Terlebih jika diamati baik-baik tampaknya rumah-rumah yang kini ada di sekitar mereka juga tampak sudah tidak terurus, namun karena dia sibuk berfikir serta memperhatikan sekitarnya Nata tidak sadar kalau Elis sudah berjalan duluan.

“Ibu..” terdengar teriakan Elis yang membuat Nata terhenyak sadar.

“Elis?” batin Nata seraya berlari kencang menyusul Elis.

“Biadab..” ujar Nata sesaat setelah berada di belakang Elis yang terduduk kaku melihat pemandangan di depannya.

“Tidak.. tidak.. ibu..” teriak Elis sambil terisak mengeluarkan airmata.

Pesawahan yang ada di depan mereka berdua sudah berubah merah. Tepat di tengah pesawahan itu tampak ratusan mayat terbujur kaku. Dari mulai anak-anak sampai lansia ada di sana. Jika dilihat dari kondisi mayatnya kemungkinan mereka sudah dihabisi lebih dari seminggu yang lalu.

“Haaaa…” Elis berteriak sejadi-jadinya sambil memegang kepalanya dengan erat.

“Elis,” ujar Nata yang langsung memegang kedua pundak Elis.

Tubuh Elis bergetar hebat, dia terus menjerit pilu seiring dengan airmatanya yang terus berderai. Apapun yang Nata katakan tidak membuat Elis berhenti menjerit histeris. Baru saja Nata hendak menggunakan sihir penenang tiba-tiba saja dia merasakan pergerakan orang lain di sekitarnya.

“Sepuluh orang? Tidak ini lebih dari sepuluh orang,” gumam Nata yang langsung berdiri dengan penuh kewaspadaan. Benar saja, tak lama kemudian bermunculan orang-orang dengan pakaian khas ksatria sembari membawa senjata mereka masing-masing. Jumlahnya mungkin lebih dari dua puluh orang yang kini mengepung Nata.

“Cih, aku muak mengakuinya. Tapi perkiraan Baron memang tepat,” ucap seorang pria yang duduk di atap rumah warga.

“Dua puluh lebih ya, aku tidak akan bisa menang dengan mudah. Terlebih tampaknya Elis benar-benar terpukul berat dengan situasi ini,” pikir Nata sambil berdiri melindungi Elis.

“Siapa kalian?” tanya Nata.

“Ha? Apa kalian tipe orang yang suka melupakan kesalahan kalian sendiri hah!” bentak pria yang sejak tadi duduk di atap rumah.

“Kelihatannya mereka memang masih ada kaitannya dengan keluarga Leonard. Mungkin saja sejak awal mereka memang sudah mengantisipasi semua yang akan dilakukan oleh ayah Elis,” gumam Nata sembari menatap tajam pria yang duduk memelototinya dari atap rumah.

“Cih. Apa kau tuli?!” teriak pria itu lagi dengan kencang.

“Kelihatannya kau sangat marah,” ucap Nata sambil menatap balik pria itu tanpa keraguan.

“Marah kau bilang?!” bentak pria yang duduk di atap rumah, dia adalah salah satu penyihir yang bekerja di keluarga bangsawan Leonard. Namanya adalah Daiats.

“Jika bukan gara-gara kalian berdua maka aku tidak perlu berada di sini mencium bau darah dan bangkai sampah-sampah itu! kalian harus membayarnya! Aku bahkan harus susah payah menghilangkan bau busuk bangkai itu hanya untuk bisa tidur nyenyak! Apa aku tidak pantas marah!” teriak Daiats seraya berdiri dan bertolak pinggang.

“Bukankah itu ulah kalian sendiri?” tanya Nata yang mencoba tetap tenang meskipun amarah semakin membara setelah mendengar perkataan lawannya, dia masih memikirkan cara terbaik untuk membawa Elis menjauh.

“Dasar sampah! Habisi mereka berdua di sini!” teriak Daiats memberi komando kepada pasukan yang dibawanya. Seketika itu juga para prajurit yang mengepung Nata langsung maju serentak, sedangkan tubuh Elis langsung ambruk ke tanah setelah mentalnya drop melihat keadaan kampong halaman ibunya.

“Kelihatannya memang tidak ada pilihan lain lagi,” batin Nata yang langsung memasang kuda-kuda, dia pikir selain Elis tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi karena tidak ada warga biasa lainnya yang perlu dia lindungi di sana.

Saat seorang prajurit melayangkan pedangnya hendak menebas bahu Nata tiba-tiba saja tubuhnya terpental ke belakang. Bukan hanya satu tapi Sembilan orang yang mendekatinya langsung terpental. Nata sengaja ingin membuat jarak agar lebih leluasa melindungi Elis, sedangkan Daiats yang menyaksikan hal itu terlihat terkejut.

“Tanpa rapalan?” ujar Daiats.

“Zirah mereka tampaknya terbuat dari bahan terbaik yang mengurangi dampak serangan sihir, benar-benar sudah disiapkan dengan matang,” batin Nata setelah melihat para prajurit yang terpental tadi tidak mengalami luka berarti meskipun sihir angin yang digunakan Nata adalah tingkatan Tri yang biasanya bisa menimbulkan luka parah.

Nata langsung menginjak tanah, seketika itu juga bebatuan bergerak mengurung tubuh Elis. Tentu saja hal itu membuat Daiats semakin kaget, dia tidak menyangka kalau Nata juga bisa menggunakan sihir dengan jenis yang berbeda. Tanpa basa-basi Nata langsung menciptakan pisau angin di kedua tangannya lalu bergerak untuk menyerang balik.

Seorang prajurit menebaskan pedangnya namun ditahan oleh pisau angin di tangan kiri Nata, sementara tangan kanannya dengan lincah melemparkan pisau angin ke kaki prajurit tersebut hingga terdengar pekikan kencang. Namun rekan prajurit itu tidak mempedulikannya, mereka menyerang Nata lagi dengan senjata mereka masing-masing.

Namun Nata dengan lincah meliuk-liukan tubuhnya untuk menghindari serangan lawan. Bahkan tanpa menoleh Nata bisa menghindari serangan dari belakang dengan cara melompat ke udara, saat itu juga kedua tangannya melemparkan pisau angin ke kaki prajurit yang mencoba menebas bebatuan yang melindungi tubuh Elis.

Kedua pisau itu menancap dengan tepat sasaran hingga tubuh mereka ambruk karena kehilangan keseimbangan, kaki mereka langsung mengeluarkan darah seakan terkena tusukan benda tajam. Saat Nata berada di udara para prajurit yang berada di bawah sudah bersiap untuk menyerangnya jika turun. Akan tetapi Nata malah seakan mengambang di udara lalu melebarkan telapak tangannya ke bawah.

Saat itu juga angin memadat menjadi belasan tombak angin, melihat pergerakan musuhnya itu Daiats tidak tinggal diam. Dia memegang siku tangan kanannya dengan tangan kiri lalu menjuluskan telapak tangan kanannya ke depan mengarah kepada Nata.

“A spear that is not just a spear, a fire that is not just fire.  Fire Spear!" ucap Daiats.

Seketika itu juga belasan tombak api terbentuk dan langsung melesat ke arah Nata. Tapi Nata sepertinya sudah menduga hal itu, dia langsung mengarahkan telapak tangan kanannya ke  arah Daiats dan seketika itu juga tombak angin yang sudah memadat melesat menuju Daiats.

“Bhhhaammrrr..”

Terdengar suara ledakan-ledakan hebat saat kedua sihir tingkat tiga itu beradu satu sama lainnya. Tanpa membuang banyak waktu, Nata langsung menyatukan kedua telapak tangannya. Seketika itu juga udara di sekitar tempat mereka terasa mulai dingin, kabut mulai muncul menyelimuti tempat pertarungan mereka. Tanpa para prajurit sadari Nata sudah menapak lagi di tanah dan langsung melakukan serangan balasan.

“Refleks cepat, sihir tanpa rapalan, keahlian bela diri, menguasai jenis sihir lebih dari satu. Dia jelas-jelas orang yang sangat berpengalaman dalam bertarung. Pengamatannya, pergerakannya, semuanya tidak ada yang sia-sia, sudah seperti orang yang kenyang peperangan. Sebenarnya siapa dia?” gumam Daiats yang sangat terkejut dengan kemampuan Nata.

Bersambung…

Komen (1)
goodnovel comment avatar
اخوان رسوان
mantap aku suka ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status