Prajurit yang dibawa Daiats mulai kebingungan karena tidak mengetahui arah dari serangan Nata yang dengan lincah terus bergerak ke sana kemari menyerang para prajurit itu secara acak. Meski begitu para ksatria itu memang sejak awal sudah ditempa baik fisik dan mentalnya, jadi kadang ada yang bisa menangkis serangan Nata, kadang serangan Nata juga tidak berdampak sama sekali.
“Kemampuan mereka memang luar biasa, sejak awal mereka memang sudah biasa dengan pertarungan jarak dekat,” batin Nata setelah serangan pisau anginnya ditangkis oleh salah satu prajurit yang hendak diserangnya.“Meski aku sudah berlatih keras selama setahun ini untuk menutupi setiap kekuranganku, tapi kelihatannya memang masih belum cukup jika harus berhadapan yang sejak awal selalu melatih fisiknya. Ditambah lagi zirah yang mereka kenakan benar-benar mengurangi dampak serangan sihirku. Satu-satunya cara melukai mereka adalah dengan sihir penetrasi tinggi seperti tombak angin atau pisau angin,” pikir Nata setelah pukulan telaknya yang dilapisi sihir angin berhasil mengenai dada satu prajurit, sesaat prajurit itu memang terpental namun dia bisa bangkit lagi serta tidak mendapatkan luka parah.Tiba-tiba saja udara terasa begitu panas. Sebuah bola api besar tiba-tiba melesat ke arah Nata, dengan lincah Nata langsung melompat ke udara seraya melakukan serangan balasan dengan melemparkan lima pisau angin ke arah Daiats.“Bhhoommnn..”Terdengar suara ledakan hebat saat bola api milik Daiats mengenai tanah sampai berhamburan. Daiats sendiri berhasil menghindari semua serangan pisau angin dari Nata. Beberapa prajurit yang terkena sihir Daiats tampak terpelanting jauh, namun Daiats tampaknya tidak peduli sama sekali, kabut yang tadi menyelimutipun kini sudah pudar seutuhnya.“Mereka benar-benar tidak punya rasa kemanusiaan. Bahkan tanpa ragu melukai rekannya sendiri,” gumam Nata yang kembali menapak di tanah.“Dia memang hebat, tapi dia kelihatannya bukan tipe orang yang bisa membunuh orang lain. Sejak tadi semua serangan orang itu tidak mengenai titik vital sama sekali, benar-benar naif,” batin Daiats seraya menatap tajam Nata.“Kau lumayan juga ternyata, sudah lama rasanya aku tidak bertarung dengan serius,” ucap Daiats seraya melompat ke tanah dan meregangkan kedua lengannya. Namun perhatian Nata malah tertuju kepada bebatuan yang melindungi Elis, Nata yakin satu-satunya orang yang harus diwaspadai dan melukai Elis saat ini hanyalah Daiats.“Dengan kekuatanku saat ini kemungkinan butuh waktu lama untuk mengalahkannya, aku harap kau bisa menunggunya Elis,” batin Nata sambil membuat kuda-kuda menghadap Daiats.“Seharusnya kami juga membawa persenjataan sihir agar selagi aku menghadapimu mereka bisa menghancurkan bebatuan itu. Tapi itu tidak masalah bagiku jika harus mengalahkanmu terlebih dahulu sebelum menghancurkan bebatuan yang melindungi perempuan itu,” ucap Daiats.“Kau mendadak jadi banyak omong ya, padahal tadi kau terlihat tidak suka basa basi,” ledek Nata.“Hahaha.. aku hanya sedikit bersemangat karena ternyata kau lebih menghibur dari dugaanku. Sebelum aku mulai aku ingin menanyakan sesuatu, sebenarnya siapa dirimu?” tanya Daiats.“Aku hanyalah seorang pengembara,” jawab Nata. Setelah mengetahui keadaannya saat ini tentu saja dia tidak akan mengatakan identitas aslinya, terlebih kepada orang yang berbahaya dan jahat seperti lawannya saat ini.“Jangan bercanda, aku yakin kau merupakan salah satu penyihir dari keluarga bangsawan yang ada di kerajaan Irish. Sebaiknya kau segera katakan siapa tuanmu sebenarnya? Aku yakin mereka adalah orang-orang yang ingin menyingkirkan keluarga Leonard,” ucap Daiats dengan tatapan tajam.“Begitu rupanya, meskipun sama-sama bangsawan namun berarti semuanya bisa akur di satu kerajaan,” pikir Nata yang merasa baru saja mendapatkan informasi baru.“Apa menurutmu aku akan menjawab pertanyaanmu dengan mudah?” tanya Nata seolah mengejek Daiats.“Kau memang pintar membuat orang kesal!” gerutu Daiats sembari menggerakan tangannya sebagai isyarat agar para prajurit yang dibawanya bergerak menyerang Nata.“Tinggal lima belas orang lagi yang bisa bergerak, ini masih merepotkan. Apa aku harus menggunakan sihir tingkatan Catur?” batin Nata setelah menghitung jumlah prajurit yang berdiri hendak menyerangnya.Seorang prajurit datang dengan kapaknya tapi Nata hanya bergerak menghindarinya saja. Dua prajurit lainnya segera bergerak menebaskan pedangnya dari kedua sisi Nata, akan tetapi dengan mudah Nata berhasil menangkis kedua pedang itu dengan pisau angin miliknya. Namun dua orang lainnya datang dari depan serta belakang, ditambah lagi sebilah tombak api melesat menuju ke arahnya.Hanya dalam sepersekian detik Nata langsung melompat serta melayangkan kedua kakinya menghantam tangan dua prajurit yang ada di depan dan belakangnya. Tak hanya menendang, namun Nata juga memanfaatkan tangan musuhnya itu sebagai pijakan untuk melompat lagi ke udara sembari memutar tubuhnya.Kedua pedang musuh yang tangannya di tendang langsung jatuh, serangan tombak api Daiats juga berhasil dihindari. Terdengar bunyi ledakan saat tombak api itu mengenai sebuah rumah hingga perlahan mulai membakar kayu rumah itu secara perlahan. Tiba-tiba saja dua orang prajurit yang tadi pedangnya sempat di tangkis Nata langsung ambruk ke tanah, ternyata seiring dia melompat ke udara tadi tangannya menghantam leher kedua prajurit itu.“Dia memang sangat berpengalaman, dalam posisi yang sulit dan pergerakan secepat itu dia masih bisa dengan tepat melancarkan serangannya ke titik yang tidak terlindungi zirah dan pelindung kepala para prajurit itu,” gumam Daiats.“Cih. Menghadapi orang-orang cerdik seperti itu rasanya membuatku kesal sekali,” gerutu Daiats.“Dia kelihatannya tipe orang yang suka mengamati pergerakan lawannya terlebih dahulu,” pikir Nata saat melihat Daiats masih belum melakukan serangan lagi.“Jika begitu, ketika dia menyerang nanti pasti akan lebih merepotkan. Sebisa mungkin aku harus menumbangkan para pengganggu ini dahulu,” ucap Nata yang kembali menapak di tanah.Nata membuka kedua telapak tangannya, udara di sekitar tempat itu mendadak terasa dingin. Daiats memicingkan matanya seolah ingin tahu lebih jelas apa yang akan dilakukan oleh Nata. Tiga prajurit langsung melesat ke arah Nata, tapi seketika itu juga Nata menghantamkan kedua telapak tangannya ke tanah. Tiba-tiba saja tanah di sekitar tempat itu oleh menjadi lumpur.Lima prajurit berhasil melompat ke atap rumah, Daiats sendiri ikut melompat ke belakang dimana tanahnya tidak menjadi lumpur rumah, sedangkan delapan prajurit lainnya terjerembab ke dalam lumpur hingga sampai lehernya. Saat Nata mengangkat telapak tangannya seketika itu juga tanah mengeras kembali, kini delapan prajurit itu tidak bisa bergerak sama sekali kecuali kepalanya.Tapi di saat yang bersamaan tombak api Daiats kini melesat menuju bebatuan yang melindungi Elis, Nata sejak awal sudah memperkirakan hal itu. karena tombak api Daiats tiba-tiba meledak sebelum menghantam bebatuan yang melindungi Elis.“Apa itu? fire spearku meledak? Tidak mungkin dia sempat menggunakan wind spear untuk menahannya, lagipula posisinya terlalu jauh. Aku pikir aku sudah cukup mengamati setiap pergerakannya, sisanya mungkin hanya sampai tingkat berapa dia bisa menggunakan sihir. Tapi apa itu tadi? Itu jelas-jelas sihir tingkat ketiga, tapi..” gumam Daiats.“Cih, semakin aku mengamatinya semakin pusing aku dibuatnya. Aku harus bergerak sekarang sebelum sampah-sampah itu tumbang semua,” gerutu Daiats sambil bangkit.“Salah satu cara menghadapi lawan yang hebat dalam analisa adalah menghancurkan mentalnya, buat semua analisanya seakan tidak berguna. Buat dia percaya bahwa dia akan kehabisan waktu jika terlalu lama mengamati,” batin Nata setelah merasa rencananya berhasil. Terlihat kalau Daiats mulai berjalan diikuti lima orang prajurit yang tersisa.“Kalian serang dia, kali ini aku akan membantu kalian semua. Berhati-hatilah dengan sihirnya,” perintah Daiats direspon dengan anggukan kepala dari kelima prajurit itu.“Tampaknya lima orang itu adalah yang paling tangguh dari semuanya, refleks mereka cepat sampai bisa menghindari seranganku tadi,” gumam Nata yang kembali memasang kuda-kudanya.Kelima itu melesat bersamaan, tak hanya itu karena Daiats juga melesatkan lima tombak api menuju ke arah Nata. Tapi lagi-lagi kelima tombak api itu meledak tiba-tiba hingga menimbulkan suara ledakan, namun saat ini Daiats melihatnya dengan jelas. Dia melihat tiba-tiba ada tombak angin yang muncul di depan tombak api miliknya.Namun Daiats tidak tinggal diam dia kembali melakukan serangannya, sementara Nata disibukan dengan menghadapi lima prajurit yang menyerangnya. Meskipun Nata sedang sibuk menghadapi lima prajurit itu namun semua serangan Daiats tidak ada yang sampai kepada Nata sebab semuanya selalu meledak di tengah jalan.“Entah bagaimana caranya, tapi jika dia membagi konsentrasinya seperti itu pasti suatu waktu akan ada kesempatan saat dia lengah,” gumam Daiats yang terus menerus menyerang Nata dari kejauhan.“Jadi dia berniat menyerangku secara terus menerus ya. Itu memang pilihan bagus, tapi hal itu membuktikan bahwa pengalaman bertarungnya masih kurang,” pikir Nata seraya menghindari tebasan pedang seorang prajurit.Nata kemudian melompat ke udara sambil melesatkan sihir pisau angin kepada lima orang prajurit itu tapi mereka semua berhasil menghindari dan balas menyerang. Di lain sisi Daiats melesatkan bola api besar ke arah Nata, tapi lagi-lagi bola api itu meledak di tengah jalan setelah membentur bola angin yang tiba-tiba muncul.Saat menapak di tanah Nata sudah disambut dengan tusukan tombak dan hantaman kapak dari sisinya, tapi terdengar suara benturan keras seolah kedua senjata itu menghantam tembok keras hingga tidak sampai mengenai tubuh Nata. Satu orang prajurit melompat ke atas sembari menebaskan pedangnya.Sementara dua orang lainnya datang dari belakang kedua prajurit yang menghantam tembok angin di sekitar tubuh Nata. Tak hanya itu karena tiga tombak api milik Daiats sudah melesat menuju ke arah Nata, akan tetapi tubuh Nata langsung masuk ke dalam tanah hingga serangan ketiga orang prajurit itu tidak mengenai apapun.“Ddhhaammrrr..”Suara ledakan terdengar keras, tiga orang orang prajurit langsung terpental dengan luka menganga di tubuhnya setelah terkena tombak api milik Daiats. Di tengah keterkejutan mereka, tiba-tiba saja Nata kembali muncul dari dalam tanah tepat di belakang dua orang prajurit yang tersisa. Hanya dalam sekejap saja Nata berhasil menumbangkan mereka dengan menghantam lehernya.Tapi udara di tempat itu mendadak terasa sangat panas. Bahkan beberapa rumput kering serta dedaunan ada yang sampai terbakar di sekitar tempat itu. Nata hanya membalikan badan dan menatap Daiats yang tengah mengangkat tangannya ke atas. Di sekujur tubuhnya tampak api menyambar nyambar, bahkan di titik-titik api juga muncul di udara tepat di sekitar tubuh Daiats.“Sihir api tingkatan catur ya?” ujar Nata.“Hahaha.. ratapilah nasibmu, akan aku tunjukan apa itu sihir yang sesungguhnya! Bersiaplah menerima sihir andalanku ini!” teriak Daiats yang langsung mengarahkan telapak tangan kirinya ke depan.Bersambung…"Like the fury of the dragon, a fire that will burn for thousands of years. Dragon Fire!” teriak Daiats.Tepat dari depan tubuh Daiats muncul sebuah lingkaran api, udara di sekitar tempat itu semakin panas. Bahkan tangan Daiats juga mulai melepuh karena belum sempurna menguasai sihir yang akan digunakannya itu.Suara api yang menjilat-jilat membuat pasukan yang dibawa Daiats ketakutan, Nata menggerakan kakinya hingga pasukan musuh yang masih hidup tertutup oleh tanah dan bebatuan sama seperti yang terjadi kepada Elis. Dari lingkaran api di depan Daiats itulah menyembur api yang melesat cepat dan melebar layaknya ombak.“Sihir yang sesungguhnya? Kau bahkan tidak tahu makna sejati dari kekuatan yang namai sihir,” gumam Nata dengan tenang menatap lautan api yang bergerak ke arahnya.Nata menghirup udara dalam-dalam lalu merentangkan tangan kirinya ke depan dengan telapak tangan terbuka. Udara di sekitar Nata
“Elis,” ucap Nata sembari memegang kedua bahu Elis dan menggerakannya.Elis tidak berkata sepatah katapun, tatapannya masih kosong, meskipun tubuhnya digerakan oleh Nata tapi dia tidak menggerakan anggota tubuhnya sedikitpun. Nata hanya menghela nafas dalam, kelihatannya situasi yang dilihatnya ini membuat mentalnya langsung lemah dan syok.“Sungguh menyedihkan sekali nasibmu, Elis,” kata Nata seraya memangku tubuh Elis dan membawanya ke sebuah rumah yang terlihat masih utuh.Nata membaringkan tubuh Elis di atas tikar setelah membersihkan debunya. Nata menempelkan tangan kanannya di kening Elis yang terlihat setengah sadar, tatapan matanya masih kosong melihat langit-langit. Nata mulai menggunakan sihir healing tingkatan Tri untuk menenangkan Elis.Gradasi cahaya berwarna kuning menerangi seisi rumah. Perlahan mata Elis bergerak, tubuhnya terlihat lebih tenang sampai airmatanya juga berhenti mengalir
Nata hanya duduk di samping Elis seraya menyandarkan kepala Elis ke bahunya. Langit yang kelabu seolah menjadi saksi betapa merananya hati Elis saat ini. Cukup lama Elis menangis sampai akhirnya dia mulai tenang, Nata menyarankan agar Elis segera makan sebab sejak tadi siang dia belum makan sedikitpun.Elis hanya mengangguk pelan sembari menyeka airmatanya. Nata sendiri langsung ke dalam rumah untuk membawa makanan dan air, saat kembali ke luar rumah tampak Elis sedang menimang-nimang liontin milik ibunya. Nata hanya tersenyum sembari meletakan air dan makanan di tanah.“Mau aku bantu memakainya?” tawar Nata sambil tersenyum. Elis hanya mengangguk pelan dan memberikan liontin tersebut kepada Nata, dengan hati-hati dia mulai memakaikan liontin itu di leher Elis.“Nata,,” ucap Elis dengan lirih selagi Nata memasangkan liontin di lehernya.“Ya?” jawab Nata.“Maukah kau men
Nata dan Elis berjalan beriringan, mereka tampaknya sudah agak jauh dari desa Nalangsa. Nata terlihat terus memperhatikan sekelilingnya dengan waspada, dia tidak menurunkan kewaspadaannya meskipun tidak ada hal mencurigakan yang terlihat. Yang ada di depan mereka hanyalah pepohonan besar nan rindang.“Kelihatannya Kerajaan Irish ini daerahnya memang didominasi oleh hutan,” ujar Nata.“Aku sering dengar dari pengembara yang datang ke desaku kalau di daerah selatan Kerajaan memang masih banyak hutan. Tapi katanya kalau di daerah sebelah utara kerajaan hutan memang sudah sangat jarang,” timpal Elis.“Begitu ya,” ucap Nata yang tak ingin lagi memperpanjang percakapannya, dia khawatir nanti Elis malah akan curiga sebab pengetahuannya tentang daerah di Kerajaan Irish sangat kurang. Padahal dia sendiri mengaku sebagai seorang pengembara.“Baiklah mungkin di sini,” kata Nata sembari m
Mereka kembali melanjutkan perjalanan setelah selesai makan. Sepanjang perjalanan Elis terus berusaha mencari elemen mana yang cocok dengan tubuhnya setelah tidak cocok dengan elemen angin, mulai dari healing, tanah dan air. Tapi sejauh ini dia masih belum menemukan kecocokan. Nata mengatakan bahwa kini tersisa dua kemungkinan saja, elemen api atau Elis menguasai sihir khusus. “Tapi bagaimana kalau aku ternyata tidak memiliki bakat dalam ilmu sihir?” tanya Elis. “Itu tidak mungkin, setiap tubuh makhluk hidup baik itu hewan atau tumbuhan apalagi manusia selalu memiliki mana. Bakat itu bukanlah sesuatu yang penting sebab pada dasarnya semua orang bisa menjadi hebat hanya dengan berusaha keras pantang menyerah,” tutur Nata. “Tapi, jika aku berhasil menemukan kecocokan dengan salah satunya. Belum tentu dalam waktu cepat bisa segera menggunakannya,” ucap Elis sembari memegang liontin di lehernya. Nata yakin kalau Elis ingin segera membalaskan dendam orang tua dan
Selama satu minggu setelah Elis menemukan kecocokannya dengan sihir api, mereka kembali melanjutkan perjalanannya, tapi kali ini sambil berjalan Nata terus mengajari Elis sihir tingkatan Eka (kesatu). Elis butuh waktu tiga hari sampai bisa menguasai tingkatan sihir paling dasar tersebut.Nata terus memberikan semangat kepada Elis agar tidak langsung pesimis. Dia bilang mempelajari sihir tanpa rapalan memang lebih susah dibandingkan dengan rapalan. Tapi susahnya hanya di awal-awal saja. Sebab penggunaan sihir tanpa rapalan itu sangat bergantung dengan imajinasi, keyakinan dan konsentrasi.Jika ketiga hal itu terus diasah dari awal maka semakin lama orang itu mempelajari sihir maka akan semakin mudah juga dia menguasainya. Sampai saat ini Elis masih terus berusaha menggunakan sihir api tingkatan Dwi (kedua), sudah terlihat ada kemajuan dibandingkan beberapa hari sebelumnya.Nata juga tidak hanya mengajari Elis sihir saja, tapi dia juga mengajarinya cara membela di
“Sayang sekali, aku tidak memilih keduanya,” jawab Nata sembari tersenyum seolah tidak merasa gentar sedikitpun.“Kalau begitu, biarkan pedangku yang memilihnya!” tegas pria di depan Nata, ternyata dia adalah Brok bos dari komplotan bandit yang biasa berkeliling mencari mangsa di daerah selatan Kerajaan Irish. Dua pria lainnya adalah anak buah kepercayaannya yang bernama Brek dan Bruk.Brok langsung menebaskan pedangnya tapi Nata langsung membawa Elis mundur menjauh, belasan anak buah Brok langsung mengejar untuk menyerang Nata setelah mendapatkan perintah dari Brek.“Berhati-hatilah, aku akan menghadapi mereka dari dekat,” ucap Nata kepada Elis setelah menapak kembali di tanah.“Baik,” jawab Elis yang langsung menatap tajam semua lawannya, dia rasa Nata ingin melihat sejauh mana perkembangan latihannya selama seminggu ini.Nata sen
“Apa yang baru saja terjadi?” batin Bruk yang sama sekali tidak mengerti kenapa sihirnya meledak di tengah jalan sebelum mengenai sasarannya.“Apa itu?” ujar Brok yang terlihat kaget sebab sihir temannya seakan gagal.Elis tidak membuang kesempatan, dia langsung menggunakan sihirnya lagi untuk menciptakan puluhan jarum api. Saat tangannya di gerakan puluhan jarum api yang tercipta di depannya itu langsung melesat menuju ke arah Brok yang masih tertegun kaget. Tapi Brok juga bukanlah orang lemah, posisinya sebagai ketua rombongan bandit pastinya mencerminkan kemampuannya dalam bertarung.Brok melompat ke belakang sembari memainkan pedangnya menangkis beberapa jarum api yang melesat ke arahnya. Meski begitu beberapa jarum api yang tidak bisa dia tangkis langsung menancap di tubuhnya yang kekar, bajunya bahkan langsung terbakar sebab kebanyakan jarum itu menancap di tubuh bagian atasnya.