Share

Kenapa Belum?

Melinda meletakkan testpack yang baru saja ia gunakan itu dengan lesu, masih garis satu! Sudah tiga bulan bukan ia bergumul dengan suaminya, tanpa pengaman, menghitung masa subur, kenapa ia belum hamil juga? Kenapa? Apa yang salah?

Air matanya mendadak menetes, ia menangis sesegukan di kamar mandi. Hatinya khawatir, risau, takut dan kecewa! Ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri! Kenapa ia tidak kunjung hamil?

Bima menekan knop pintu kamar mandi kamar mereka dan tertegun mendapati sang isteri tengah menangis sambil duduk di atas kloset.

"Sayang, kenapa?" tanya Bima lalu jongkok di depan sang isteri.

Melinda sontak memeluk erat-erat tubuh suaminya, tangisnya kembali pecah, dadanya sesak luar biasa. Bima masih tidak mengerti apa yang membuat isterinya itu menangis sesegukan macam ini, hingga kemudian matanya menatap benda itu ada di depan bagian atas kloset. Dan ia paham apa yang kemudian membuat Melinda menangis sampai sebegitunya.

"Sudah, kenapa terlalu dipikirkan sih?" bisik Bima lirih, ia tahu Melinda kecewa, namun mau bagaimana lagi? Mereka sudah berusaha dan Tuhan belum mengabulkan bukan?

"Aku pengen hamil, Sayang!" guman Melinda disela-sela isaknya.

"Sayang, dengar aku!" Bima melepas pelukannya, menatap lurus mata Melinda yang berurai air mata itu.

"Kita terus berdoa dan berusaha, namun tolong jangan terlalu kamu buat pikiran, oke? Terlalu banyak pikiran juga bikin kamu lama hamilnya loh, sudah ya, kita jangan terlalu banyak pikiran, oke?" nasehat Bima panjang lebar.

"Aku sudah cepet-cepet pengen hamil, kita sudah tiga bulan, nggak pernah pakai pengaman dan selalu aku hitung betul masa subur ku, kenapa aku belum hamil juga?" Melinda masih belum terima, ia benar-benar sudah jenggah sang mertua selalu membahas perihal kehamilan, selalu menanyakan kapan dia hamil dan lain sebagainya.

"Kita periksa mau? Kalau kamu benar-benar mau cepat hamil?" tawa Bima mencoba memberi solusi.

"Bisa memangnya?" tanya Melinda dengan tatapan nanar.

"Setidaknya kita bisa periksa kondisi reproduksi kita Sayang, jika ada masalah atau gangguan kan kita bisa tahu, bisa kita cari solusinya."

Melinda tampak menghela nafas panjang, ia kemudian mengangguk tanda mengerti. Bima tersenyum, ia mengelus lembut kepala sang isteri.

"Sudah jangan sedih lagi. Yuk siap-siap mandi, kita sarapan terus berangkat kerja, oke?"

Melinda kembali mengangguk pelan, ia bangkit dan bersiap mandi. Sementara Bima melangkah keluar dari kamar mandi. Kenapa hatinya merasa pedih mendengar Isak tangis Melinda tadi? Dan benar apa yang Melinda katakan, kenapa ia tidak kunjung hamil juga?

Kepala Bima rasanya sudah begitu pusing, apakah karena terlalu banyak tekanan, hingga kemudian isterinya itu tidak bisa segera hamil? Atau ada masalah lain? Rasanya ia benar-benar harus membawa dia dan Melinda pergi periksa.

'Apa ini karena perbuatan yang dulu pernah aku lakukan?'

***

"Gimana, Bim, Mel, sudah di tes? Sudah isi belum?"

Sontak nasi yang sudah hendak Melinda siapkan itu terhenti begitu saja, ia menatap nanar sang mama mertua itu. Pasti selalu ini kan yang ditanyakan? Dan itu makin membuat Melinda seperti terbebani.

"Masih negatif, Ma. Melinda sudah cek tadi subuh," jawab Melinda lesu.

"Kok belum hamil juga sih, Mel?" tampak Anita sangat kecewa. Sangat jelas terlihat ekspresi kecewa itu, membuat Melinda makin down.

"Ma ... nanti kalau sudah waktunya juga bakal hamil kok, untuk saat ini mungkin belum dikasih sama yang di atas," Bima mencoba menengahi.

"Anaknya Bu Santi yang baru bulan kemarin menikah saja sudah isi lho, masa kalian kalah sih?"

Melinda makin down, nasi goreng seafood di hadapannya itu sontak tidak menggugah seleranya lagi.

"Ya itu kan anaknya Bu Santi, Ma. Jangan disamakan dong, proses tiap orang kan nggak sama," Bima masih berusaha mendinginkan suasana, tangannya meraih tangan Melinda di bawah meja, meremasnya lembut.

"Coba kalian periksa kalau begitu, lebih cepat lebih baik, biar kita tahu apa masalahnya," kini Andi bersuara, ia sama seperti Bima mencoba menenangkan suasana, namun dari suaranya Andi juga hendak protes kenapa ia belum juga dapat cucu.

"Nanti siang Bima bakal ke Dokter Hen, Pa." jawab Bima yang memang sudah membuat janji dengan obsyn di tempat ia internship itu.

"Bagus kalau begitu, makanya kalau kemarin papa suruh periksa lengkap, ya periksa yang lengkap sekalian dong, kamu dokter harusnya juga paham kan apa maksud dan tujuan papa suruh kamu periksa menyeluruh kemarin?" cecar Andi gemas.

Bima menghela nafas panjang, "Iya Bima paham, yasudah pokoknya intinya nanti siang Bima bakal bawa Melinda ke Dokter Hen. Jadi mama dan papa tenang saja ya!"

Andi dan Anita kompak menghela nafas panjang dan mengangguk. Tidak ada perbincangan apapun lagi, semua hanyut dalam diam dan kegiatan sarapan pagi mereka.

Bima masih meremas lembut tangan sang isteri, ia tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hati Melinda, pasti ia hancur dan sedih bukan? Bima bisa merasakannya. Hatinya juga pedih, ia juga merasakan tekanan itu. Bukan hanya itu, Bima terus dibayangi rasa bersalah dan berdosanya kepada gadis yang ia sendiri tidak tahu siapa namanya itu. Apakah benar semua ini adalah akibat perbuatan bejatnya dulu?

***

"Sayang dipikirkan ya, maafkan sikap mama dan papa tadi," Bima sudah membawa mobilnya pergi dari halaman rumah, tampak mata Melinda berkaca-kaca.

"Aku juga berusaha, Mas. Aku juga pengen cepet-cepet hamil, tapi kenapa aku belum juga dikasih hamil? Apa itu salahku?" air mata Melinda menitik juga, membuat Bima kemudian menepikan mobilnya di tepi jalan.

Bima bergegas meraih isterinya ke dalam pelukannya, mendekapnya erat-erat dan membiarkan Melinda menumpahkan air matanya di dalam pelukan Bima.

"Aku tahu, ini ujian kita sayang, kita kuat ya?" Bima menepuk lembut pundak sang isteri, ia paham kenapa Melinda begitu hancur.

Melinda hanya mengangguk, rasanya begitu sakit mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu, apakah kedua mertuanya terkesan menenkannya agar segera hamil. Siapa sih yang tidak mau hamil? Apalagi jika sudah menikah seperti dirinya, menikah dengan orang yang sangat ia cintai, siapa memangnya yang kemudian tidak ingin lekas hamil?

"Sudah ya, kita lanjut jalan lagi?" Bima menyeka air mata sang isteri, menatap matanya dalam-dalam.

Melinda hanya mengangguk pelan, ia kembali pada posisinya dan membiarkan sang suami kembali membawa mobil menuju tempat kerjanya.

Mereka diam sepanjang perjalanan, tidak ada lagi percakapan yang terjadi. Melinda hanyut dalam pertanyaan-pertanyaan kenapa ia belum juga hamil, sementara Bima hanyut dalam dugaan-dugaan kenapa Melinda tidak juga hamil. Pikirannya malah melayang kembali membayangkan perbuatan bejat yang sudah ia lakukan pada gadis itu. Kalau istrinya yang ia gauli berkali-kali selama mereka menikah saja belum juga hamil, bagaimana dengan gadis itu?

Atau malah jangan-jangan gadis itu malah hamil? Walaupun baru sekali Bima menggaulinya, bisa saja kan hal itu terjadi? Gadis itu hamil anaknya? Darah dagingnya? Bima benar-benar penasaran dan ingin tahunjabar gadis itu, namun bagaimana Bima mencari kabar tentangnya?

"Nanti jadi kita periksa kan?" tanya Melinda membuyarkan lamunan Bima.

"Jadi, tentu jadi Sayang! Nanti jam makan siang aku jemput!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status