Share

Suami Lumpuh

"Mama! Mama pulang," seru anak kecil laki-laki berusia sekitar enam tahun begitu melihat Celine, sang ibu datang. Dia berniat untuk memeluknya, namun Celine yang basah karena terguyur hujan, berusaha menjauhkannya.

"Baju Mama basah, Sayang."

Anak kecil bernama Arion itu mencebikkan bibirnya. Kedua tangannya terlipat di dada. Dia merajuk karena ibunya tidak ingin dipeluk, tetapi Celine yang sudah mengetahui tabiat anaknya, mulai menurunkan tubuhnya dan mensejajarkan diri dengan Arion. Mengusap kepalanya dengan lembut seraya memberinya kecupan hangat di pipi.

Barulah Arion tersenyum kembali, sampai keduanya kemudian masuk ke dalam dan mengunci pintu. "Papa mana, Sayang?"

"Papa lagi masak, Ma." Tangan kecil Arion menggenggam erat tangan Celine dan mengajaknya berjalan ke arah dapur.

Di sana, terlihatlah Rayyan, suaminya tengah memasak. Laki-laki itu tampak sedikit kesulitan dengan salah satu kakinya yang menggunakan kruk. Membuat Celine yang melihatnya merasa khawatir dan langsung menghampiri suaminya. Mematikan kompor gas dengan cepat dan menarik suaminya menjauh.

"Sayang, apa yang kaulakukan di sini? Kenapa kamu memasak?"

"Celine? Kenapa kompornya kamu matikan? Aku baru saja akan membuatkanmu nasi goreng." Rayyan menatap Celine dengan bibir mengerucut. Dia hanya ingin membuatkan makanan untuk istrinya begitu pulang ke rumah. Namun seperti biasa, Celine akan melarangnya dengan alasan terlalu berbahaya.

"Astaga, Rayyan! Aku sudah mengatakannya berulang kali, jangan lakukan itu. Kamu sedang sakit. Kenapa tidak tidur saja di kamar?"

Siapa yang tidak cemas? Suaminya yang bahkan baru bisa menggunakan kruk tengah mencoba untuk memasak? Bagaimana jika Rayyan tersiram minyak panas? Bagaimana jika terjadi hal-hal lain yang bisa mengakibatkan rumah kebakaran? Padahal Celine sudah mewanti-wanti sebelumnya agar Rayyan tetap diam saja.

"Mama, jangan marahi Papa." Arion yang mendengar Celine bersuara cukup keras, langsung menggenggam ujung baju ibunya yang basah. Membuat Celine mau tak mau mengelus dada saat melihat ke arahnya. Dia berusaha untuk lebih bersabar.

"Tidak, Sayang, Mama tidak memarahi Papa, kok. Mama hanya khawatir karena Papa sedang sakit."

"Maafkan aku, Sayang," ucap Rayyan sambil memelas.

Celine lagi-lagi menghembuskan napas kasar. Dia menuntun Rayyan untuk kembali ke kamarnya sekalian berganti pakaian, membiarkan Arion sendiri di ruang tengah.

Sesampainya di kamar, Celine segera membantu Rayyan untuk berbaring. Menyimpan kruk itu di samping ranjang. Menatap suaminya dengan pandangan prihatin. Sudah satu tahun lamanya, Rayyan mengalami kelumpuhan. Kaki kanan suaminya patah akibat tertabrak mobil dan butuh waktu lama untuk kembali seperti semula. Harus dilakukan terapi. Sayangnya, waktu itu Celine tidak memiliki cukup uang. Namun sekarang, dia akan mengusahakannya.

Benar-benar menyedihkan.

Apa yang dialami Rayyan juga menyebabkan kehidupannya berubah 180 derajat. Celine yang awalnya bisa makan dengan enak, mengenakan pakaian mahal dan tidak kekurangan uang, kini harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan rumah, suami dan anaknya. Mereka juga terpaksa meninggalkan rumah lama karena dijual demi mengobati Rayyan. Membeli rumah dengan harga murah dan jauh dari keramaian.

"Tolong jangan lakukan itu lagi. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu," ujar Celine dengan nada lirih. Dia berkali-kali menghembuskan napas lelah. Jantungnya hampir copot setelah melihat suaminya yang mencoba memasak. Sedang Rayyan memilih menundukkan kepalanya. Dia merasa bersalah karena membuat istrinya khawatir. Sampai pandangannya jatuh pada kaki jenjang Celine yang basah, lalu beralih pada pakaian istrinya.

"Celine, lihat pakaianmu! Bagaimana jika kamu sakit?" Sorot cemas terlihat di mata Rayyan ketika sadar akan pakaian Celine yang basah kuyup. 

"Ya, kamu tidak perlu khawatir. Aku juga akan mengganti pakaian."

Tanpa sepatah kata lagi, Celine mulai mempreteli pakaiannya. Dia membuka baju, celana hingga dalaman di hadapan Rayyan. Melenggang mengambil handuk yang tergantung sebelum berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian secara asal. Tanpa memedulikan kalau Rayyan yang melihatnya segera memalingkan wajah.

"Rayyan, kamu belum makan 'kan? Aku akan menyiapkan makanan untukmu dan Arion dulu."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Celine kembali berjalan keluar dari kamar menuju dapur. Beruntung malam ini dia bisa pulang sedikit lebih cepat dan dirinya memilih untuk menyiapkan makan malam bersama keluarga kecilnya. Arion yang memang merupakan anak yang patuh, memilih diam di ruang tengah sambil menonton televisi saat Celine memerintahkannya.

Meski jauh dari keramaian kota, rumahnya cukuplah bagus dan lumayan luas. Memiliki dua kamar tidur yang bersebelahan, ruang tengah dengan dapur yang menyatu. Sementara semua barang-barang yang ada di sana adalah hasil dari kerja keras Celine, karena barang-barang sebelumnya sudah habis terjual.

Celine beruntung, dia sekarang diangkat sebagai asisten manajer di sebuah restoran. Gajinya cukup untuk membiayai mereka selama sebulan. Namun terkadang, ada rasa lelah dalam hati Celine. Ketika dia hendak berangkat, dia harus sudah menyiapkan makan begitu pun ketika pulang ke rumah. Meski untuk makan siang atau makan malam, ada seseorang yang dia percayai untuk memerhatikan anak dan suaminya.

"Nah, Sayang, ayo makan. Mama mau kasih makanan Papa dulu."

Diletakkannya piring berisi nasi goreng yang tadi hendak dibuat Rayyan untuk Arion. Sementara dia menghangatkan kembali sup ayam untuk suaminya. Masuk ke dalam kamar dan membantu Rayyan agar duduk serta makan dengan tenang. Sebelum kembali menuju ruang tengah. Namun belum selangkah pergi, Rayyan menahan tangan istrinya dan menatap sendu ke arah Celine.

"Maaf, aku benar-benar suami yang tidak berguna, Celine. Keberadaanku hanya menyusahkanmu saja."

Hati Rayyan sakit ketika melihat istrinya bekerja banting tulang untuk menghidupinya yang memiliki kekurangan fisik. Dia merasa menjadi laki-laki paling tidak berguna. Celine begitu sabar merawatnya dan bahkan masih menganggapnya sebagai suami. Padahal dia sudah pasrah jika seandainya Celine meminta cerai.

"Jangan banyak bicara. Makanlah agar kamu bisa segera sembuh. Tidak perlu khawatir tentang semua ini." 

Seulas senyum yang selalu menjadi penyemangat bagi Rayyan terbit di bibir sang istri. Matanya menjadi berkaca-kaca dan dia mengangguk patuh. "Aku mencintaimu, Celine."

"Hmm, aku juga. Sudahlah, aku akan temani Arion dulu. Tidak apa-apa aku tinggal, 'kan?"

Rayyan menggeleng dan tersenyum. Menyuruh Celine agar menemani Arion sementara dia makan seorang diri di dalam kamar. Rayyan tidak mau terus-menerus menyusahkan istrinya. Dia akan belajar bagaimana caranya berjalan agar cepat sembuh dan kembali bekerja.

Di ruang tengah, Celine dan Arion baru saja selesai menikmati makanannya dan tengah duduk bersama sambil menonton televisi, yang menampilkan acara musik kesukaan anaknya. Hanya melihat senyum dan tawa ceria dari sang anak, itu saja sudah cukup menjadi penghilang rasa lelahnya. Celine rela mempertaruhkan nyawanya demi Arion. Dia berjanji akan bekerja lebih giat lagi dan tidak akan membiarkan anaknya kekurangan makan.

"Mama, Al ngantuk." Arion mengusap-usap matanya. Membuat Celine langsung memboyongnya ke kamar sebelah di mana Rayyan berada. Dia menemani anaknya di sana agar cepat terlelap. Arion memang manja terhadapnya, tapi bersyukur ketika dia tidak ada di rumah, anaknya mau menurut pada Rayyan dan tidak nakal.

"Ayo, Sayang, kamu harus cepat tidur. Besok pagi harus sekolah." Celine mengusap lembut rambut anaknya. Menyanyikan lagu tidur yang selalu dia lakukan. Arion selalu mengatakan kalau suaranya sangat enak didengar dan ingin setiap malam Celine menyanyikannya.

Benar saja, baru beberapa saat Celine bernyanyi, Arion sudah memejamkan matanya. Membuat senyum simpul terbit di bibir Celine. Dia mengecup pipi bulat anaknya dengan sangat gemas. "Mimpi indah, malaikat kecilku."

Saat Celine masih asyik meninabobokan sang anak, dia tiba-tiba teringat dengan laki-laki yang tadi sempat ditolongnya. Hampir saja dia melupakan itu. Celine meninggalkannya begitu saja tanpa mengecek kembali kondisinya. Sialnya juga, Celine belum mengatakan apa pun perihal laki-laki asing tadi pada sang suami. Dia lupa. Namun sepertinya, dia tidak perlu mengatakan ini. Mungkin saja, laki-laki itu sudah mati sekarang. Meski identitas laki-laki itu masih menjadi misteri baginya. Celine penasaran, dari mana dan siapa laki-laki itu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status