Sore itu Yoona yang baru saja tiba di Villa milik keluarganya yang berada di Bandung, dengan penuh amarah ia kembali menghentak-hentakkan kaki karena merasa jengkel setelah dijemput paksa oleh kakak laki-lakinya.
Yoona memasuki Villa dengan memasang wajah merengut, ia tak ingin memandang siapapun yang ada di sana. Sulistiana Malik ibunda dari Yoona hanya bisa menatap kemarahan Putri bungsunya yang selalu saja bersikap semaunya.
Sudah beberapa kali Sulistiana menjodohkan putrinya namun selalu saja ditolak oleh gadis bungsunya itu. Umur Yoona yang sudah terbilang sudah sangat dewasa membuatnya sangat khawatir, di tambah lagi kegagalan dalam asmara putrinya yang selalu saja kandas di tengah jalan membuat Bunda Sulis sangat khawatir.
Sulis melihat putranya memasuki rumah dengan koper milik Yoona. "Si Ade masih marah ya, Bang?" tanaya bunda Sulis merasa khawatir.
Malik Nauval Sidiki putra sulung dari Sulis dan Hasan, hanya bisa menghembuskan nafas kasarnya. "Sepanjang perjalanan sama sekali gak mau bicara, Bun. Bajunya saja Abang yang masukin kedalam koper. Mandi juga nggak tuh, Ade." Nouval hanya bisa pasrah jika adiknya sudah merajuk pasti akan sangat sulit untuk dibujuk.
"Ya sudah, Abang istirahat saja. Biar nanti ayah yang bujuk. Adek 'kan nurutnya cuma sama ayah!" Sulis sendiri terkadang menyerah jika sudah menghadapi sikap kekeraskepalaan putri bungsunya.
Menurut Sulis sikap Yoona terlalu berlebihan untuk mencari sensasi. Namun di dasar lubuk hatinya Sulis tahu putrinya itu pasti memiliki alasan sendiri untuk semua pemberontakan yang dilakukannya.
Sepanjang malam Hasan membujuk putrinya untuk makan, karena yang ia dengar dari Malik semenjak putra sulungnya itu menjemput Yoona sama sekali tidak mau mau menerima makanan apapun yang ditawarkan oleh ibunya.
"Adek, ayo makan dong! Masa marah sama makanan sih ... 'kan berdosa, Dek?" Bujuk ayah Hasan dengan nada suara yang begitu lembut.
"Aku nggak mau makan, Kalau masih dipaksa nikah!" tolak Yoona padahal perutnya sendiri sudah lama berbunyi, Namun karena gengsi dan dalam mode merajuk akhirnya ia menahan kesakitan itu.
"Gini deh, Yoona lihat dulu calonnya seperti apa, kalau suka Yoona lanjutkan. Kalaupun tidak cocok, tidak apa-apa kalau Yoona memang menolaknya." Ayah Hasan menengahi antara kegigihan dua wanita kesayangannya.
Istrinya Sulistiana Malik kerap kali mendapat cibiran dari ibu-ibu arisannya yang salah satu dari putranya pernah menjadi mantan kekasih Yoona saat SMA dan kini putranya itu sudah menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Sedangkan Yoona Sudah beberapa kali pacaran namun selalu gagal. Hal itulah yang seringkali menjadi cibiran para ibu-ibu pengajian dan arisan ibundanya.
Sulis sendiri sebenarnya tidak ingin begitu memaksakan kehendaknya jika bukan karena sudah muak dengan omongan para tetangga yang lebih pedas dari komentar netizen.
"Ayah janji?" Yoona memberikan kelingkingnya kepada Hasan.
"Janji, Dek! Udah tua juga masih pake janji kelingking aja, malu atuh?"
"Abis Ayah kalau enggak begitu pasti suka ingkar! Aku mau Ayah tepati omongan Ayah." Yoona berharap ayahnya itu benar-benar akan menepati ucapannya.
"Iya, Sayang ... Ayah janji." ucap Hasan yang merasa yakin Yoona akan menyukai pria pilihan istrinya itu, menerima tantangan dari Yoona.
Yoona langsung menghambur memeluk ayahnya dan menghujani seluruh wajah ayahnya seolah ia masih anak berumur 5 tahun yang tengah diberi hadiah oleh orang tuanya.
Yoona bergegas turun dan berlari ke ruang makan dimana berbagai makanan sudah tersaji untuk membujuknya dari mogok makan yang ia lakukan.
"Aku harus banyak makan untuk menghadapi kenyataan besok, hahaha!"
Terdengar tawa mengerikan dari Yoona yang tengah menyantap makanannya. Malik, Hana istrinya dan Sulis bergidik ngeri melihat adik dan Putri bungsunya seolah memiliki kepribadian ganda.
"Ante Ona, kenapa Umi?" tanya Ariana putri dari Malik dan Hana.
"Ante, Ona suka sama makanannya. Jadinya ketawanya gak bisa ditahan, Ariana gak boleh tertawa ya kalau sedang makan, nanti tersedak." Hana menjelaskan pada putrinya agar tidak meniru bibinya itu, dan bener saja tak lama mereka mendengar Yoona yang terbatuk-batuk karena makan dengan terburu-buru.
"Huk! Huk! Ahhh… ini menyebalkan!" erang Yoona merasa perih di tenggorokannya.
**
Keesokan harinya, Yoona sudah di make over habis-habisan oleh MUA. Yoona yang tomboy sudah benar-benar tidak terlihat. Rambutnya yang di gerai dengan sebagian diikat menyerupai bentuk pita. Wajah Yoona menggunakan makeup yang tak sekadar natural namun juga soft. Yoona begitu terlihat cantik dengan lipstik berwarna fuschia dan sedikit polesan maskara. Tidak butuh banyak makeup untuk menampilkan wajah cantik Yoona, karena gadis itu memang sudah terlihat cantik meski tanpa makeup.
Yoona mengenakan mini dress model Sabrina berwarna pic tua dengan panjang sebatas dengkul. Kakinya dibalut Peep toe heels dengan pita tepat di mata kaki dengan warna senada dengan mini dressnya.
Siang itu Yoona duduk dengan tidak sabar untuk mengatakan tidak pada keluarganya dan calon suaminya.
Namun, ketika ia melihat siapa yang akan meminangnya, tubuhnya tiba-tiba saja mematung melihat sosok laki-laki yang berdiri tepat di depan keluarganya
Mendadak restoran yang sebelumnya terasa ramai oleh pengunjung, kini terasa sunyi dan senyap ketika Yoona menatap laki-laki yang ada di hadapannya.
"Mr Barack Merchant!" gumamnya yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Barack Merchant adalah pemilik dari MJM Teknologi di mana Yoona bekerja sebagai pendataan gaji karyawan di bawah naungan pengawas yang menganggap dirinya Mommy dari seluruh pegawai di MJM Teknologi yang hampir 70% pegawainya adalah laki-laki.
Barack Merchant pria keturunan Amerika Asia yang sudah campur aduk dengan beberapa negara lainya. Barack memiliki rambut coklat keemasan dengan mata biru lautnya dan postur tubuh nyaris sempurna dengan jas mahal yang membalut tubuhnya.
Barack sudah lebih dari Lima kali mengajak Yoona untuk berkencan dan selalu mendapat penolakan. Barack yang tanpa sengaja mengenal ayah dari Yoona di sebuah bengkel mobil dan berlangsung hingga saling bertukar nomor. Barack yang tidak tahu Hasan adalah ayahnya Yoona, ketika pria paruh baya itu mengundangnya makan, tanpa sengaja melihat foto keluarga yang terdapat Yoona di dalamnya.
Hasan yang melihat ketertarikan Barack pada putrinya langsung berniat menjodohkan mereka, apalagi Hasan tahu Barack masih single di usianya yang sudah matang. Akhirnya Hasan mengatur pertemuan ini.
Barack menatap Yoona dengan senyum yang bisa membuat hati sekeras apapun meleleh, tapi tidak dengan Yoona. Wanita itu menatap Barack dengan tatapan marah, bahkan benci karena tahu pria itu menghalalkan segala cara untuk mendekatinya.
Kenapa dia! Seperti tidak ada pria lain di muka bumi ini?' Yoona menundukkan kepalanya seolah sedang mengheningkan cipta dan mencari kekuatan dibalik ucapannya kelak.
Yoona berdiri dari duduknya dan menatap kedua orang tuanya dengan tatapan seolah mengatakan maafkan Aku.
"Maaf, Ayah, Bunda. Yoona menolaknya ...."
Ayah dan Bunda Yoona terhenyak mendengar ucapan putri bungsunya, padahal Barack adalah tipe menantu idaman setiap ibu dari mereka yang memiliki anak gadis. "A-apa maksud Kamu Yoona!" Sulis benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir putrinya itu. "Mr. Merchant itu atasan Yoona, bisa dibilang pemilik MJM Teknologi di mana Yoona bekerja. Tapi maaf, Ayah, Bunda," Yoona memalingkan wajahnya ke arah Barack. "tanpa mengurangi rasa hormat Yoona, Yoona tidak bisa menikah dengan orang yang tidak Yoona cintai." "Saya hargai keputusan kamu Yoona. Tapi, apa karena sudah ada laki-laki lain, sehingga Kamu menolak saya dan selalu menutup diri?" tanya Barack. Barack semakin penasaran dan menaruh hati pada Yoona. Menurutnya baru kali ini ada wanita yang menolaknya, padahal wanita itu tahu apa yang dimilikinya. "Yoona! Apa ada alasan yang lebih masuk akal dari cinta, Barack selain tampan juga baik, Nak. Bagaimana bisa kamu menolak sebelum mengenalnya!" Sulis benar-ben
Mendengar itu Yoona melirik tajam ke arah Dante. "Apa maksud kamu berdecak seperti itu?!" Yoona masih menatap wajah Dante dengan tatapan tajam dan menghunus. "Sepertinya Kamu senang sekali tidak jadi menikah dengan pria itu?" Dante mengangkat sudut bibirnya. "Siapa? Yang tadi?" tanya Yoona memastikan siapa orang yang dibicarakan oleh pria di hadapannya ini. "Iya. Dia yang menjemputmu di Jakarta bukan?" Dante masih ingat saat tidak sengaja melihat gadis di depannya ini pergi dengan pria yang mengejar mereka tadi. "Dari mana kamu tahu, apa kamu menguntit?!" tuduh Yoona dengan lirikan tajam. Yoona sendiri bingung mau disebut keberuntungan atau malapetaka bisa bertemu dengan pria ini di Bandung. Apa memang benar adanya jika dunia ternyata hanya selebar daun kelor. Jika tidak mengapa dia bisa bertemu dengan pria menyebalkan ini. "Aku, menguntit!" Dante menunjuk dirinya sendiri. "Cih, kamu pikir kota ini milikmu?! Enak saja aku di bilang penguntit!"
Dering ponsel berhenti digantikan dengan notifikasi pesan masuk. Bunda: [ Yoona siapa pria itu?! Jika dia alasanmu menolak Barack maka aku harap dia lebih tampan dan mapan darinya. Jika tidak. Besok akan aku nikahkan paksa Kau dengan Barack!! ] Membaca itu Yoona langsung membuang ponselnya. "Ohhh.. tidak. Aku terjebak antara jurang dan neraka," gumamnya menatap ponsel yang terjatuh dari tempat dia duduk. "Ini jelas bencana. Jika Bunda sudah berkata itu, maka keputusannya mutlak," gumamnya lagi. Dante yang duduk tak jauh dari Yoona hanya bisa menautkan alis melihat perubahan dari marah menjadi seputih kapas setelah membaca pesan. Dante bahkan dapat mendengar jelas apa yang diucapkan oleh wanita yang kini hanya memandangi pensil yang terjatuh begitu saja. "Sepertinya kabar yang Kamu terima lebih mengerikan dari apa yang dapat aku lihat!" sindir Dante tajam. Mendengar apa yang diucapkan pria yang beberapa lalu menyentuh bibirnya yang sampai saat ini masih ia rasakan akibat janggu
Hari masih terlalu pagi menurut Yoona, karena jam masih menunjukan pukul 05:30. Bisanya Yoona bangun jam enam jika ia beruntung dapat mendengar jam wekernya berbunyi. Dengan penuh semangat Yoona berjalan keluar kamar hanya dengan menggunakan kimononya saja, bahkan rambutnya masih basah. Yoona mulai menyalakan mesin pembuat kopi dan mengeluarkan beberapa lembar roti yang dimasukan kedalam mesin pemanggang. Pagi itu Yoona menikmati sarapan paginya dengan ditemani kopi yang mengepul dan roti bakar yang hanya di olesi dengan butter. Setelah sarapannya habis Yoona mencuci semua peralatan yang kotor di atas bak cuci piring. Dari dalam jendela dapurnya Yoona dapat melihat dengan jelas rumah di seberang sana dengan lampu yang masih padam. Namun sesaat kemudian lampu itu menyala diikuti oleh sosok sang pemilik rumah. Yoona begitu terpanah menyaksikan pemandangan indah di pagi hari yang membuat jantungnya berdebar hebat dengan kaki yang mendadak lemas seolah tak bertul
Yoona melihat Dante dengan motor Taiger keluaran tahun 2000 yang masih sangat terawat walaupun sudah sedikit tua. Yoona menghampiri Dante dengan senyum mengembang, ia membayangkan kemarahan ibunya jika melihat ini. Calon suaminya begitu terlihat sederhana bahkan di bawah kata mapan dan standar yang ibunya miliki. Mungkin menurut Yoona Dante pria bule ter kere yang pernah ia temui. Tidak masalah, semakin miskin Dante, Yoona akan semakin senang. Dengan begitu ia akan semakin puas melihat kemarahan Bunda dan kembarannya. Yoona menerima helm dari tangan Dante dan langsung memakainya, setelah itu Yoona langsung duduk manis di belakang dengan tangan yang sudah melingkar manis di pinggang Dante. Yoona tanpa ragu menyandarkan kepalanya di bahu Dante tanpa rasa malu. Selama dalam perjalanan Yoona hanya berkata ketika hendak menunjukkan jalan dan dimana letak kantornya berada. Dante mengantarkan Yoona tepat di depan lobi, "Aku akan menjemputmu jam 12 tepat. Jan
"Apa ada yang kamu inginkan, Yoona. Sebagai maharmu yang lain?" tanya Dante ketika memperhatikan setiap pergerakan Yoona yang membolak-balikkan berkas yang harus ditandatangani. Dante tahu ini memang sudah sangat telat menanyakan hal ini. Tapi demi mempersingkat waktu hanya sebuah kalung dan sepasang cincin yang ia dapatkan pagi ini sebagai mahar. "Tidak, ini sudah sangat banyak. Malah, jika bisa aku ingin hanya uang 100 Rb sebagai maharku," ucap Yoona tanpa keraguan. Mendengar itu Dante begitu terhenyak, disaat banyak wanita yang meminta mahar semewah mungkin atau saham disalah satu perusahaan bonafit di negaranya, tapi wanita yang kini menjadi istrinya beberapa menit lalu malah terlihat kecewa dengan apa yang diberikan sebagai mahar yang bernilai ratusan juta. Sepasang cincin dan sebuah kalung perhiasan yang dibeli oleh Dante adalah berlian dengan karat 0,7 gram, itu adalah kadar yang lumayan bagus jika di investasikan. "Jadi bagaimana, apa kamu mau
Keesokan harinya Yoona bangun dengan hidung yang memerah, ia hanya dapat berendam air hangat sebentar saja akibat jam weker yang tidak bekerjasama dengan baik pagi ini. Sebenarnya bukan jam wekernya yang bermasalah, Yoona selalu sulit bangun di pagi hari sehingga ia mengabaikan jamnya yang berbunyi nyaring dengan membekapnya di bawah bantal. Setelah berpakaian rapi dan menyisir asal rambutnya Yoona meninggalkan rumah tanpa sarapan bahkan wajahnya sama sekali tidak ia beri Vitamin yang tidak pernah terlewatkan olehnya. Yoona menjalankan mobilnya dengan sangat kencang, Fortuner SUV yang baru dibelinya dua tahun lalu namun sering diabaikan begitu saja perawatannya dapat membuat Yoona tersenyum lebar karena fasilitas yang diberikan oleh mobil itu. Mobil itu adalah mobil kesayangannya yang nomor dua karena yang pertama adalah rumahnya. Kedua properti itu masih tahap cicilan, namun Yoona begitu bangga karena tanpa bantuan dari kedua orang tuanya Yoona bisa menggunakan peng
Rumah itu begitu memanjakan mata Yoona, terdapat meja bundar yang sangat besar di tengah-tengah ruangan dengan vas yang tak kalah besar. Banyak lukisan pemandangan yang tak lelah besar dengan meja panjang di bawahnya, lampu yang menyorot ke arah lukisan semakin memperindah tampilan dari hiasan dinding itu. Yoona benar-benar takjub melihat itu semua, belum lagi krystal yang tersusun rapi di dalam lemari besar yang berada di sudut ruangan. Para pelayan membukakan pintu ganda menuju ruang tamu bagi Dante dan Yoona. Di sana sudah ada sepasang suami istri yang terlihat begitu saling menyayangi walaupun terlihat jelas perbedaan budaya di antara mereka, Indonesia dan katakanlah warga negara asing. Yoona sendiri tidak tahu Dante ini keturunan mana, sepertinya Eropa atau Amerika. "Kau sudah sangat terlambat, Son!" ucap pria paruh baya dengan lesung pipinya. "Sorry, Dad. Wanita memang membutuhkan banyak waktu untuk dirinya, padahal tetap saja sama." ucap Dante