Hari masih terlalu pagi menurut Yoona, karena jam masih menunjukan pukul 05:30. Bisanya Yoona bangun jam enam jika ia beruntung dapat mendengar jam wekernya berbunyi. Dengan penuh semangat Yoona berjalan keluar kamar hanya dengan menggunakan kimononya saja, bahkan rambutnya masih basah.
Yoona mulai menyalakan mesin pembuat kopi dan mengeluarkan beberapa lembar roti yang dimasukan kedalam mesin pemanggang. Pagi itu Yoona menikmati sarapan paginya dengan ditemani kopi yang mengepul dan roti bakar yang hanya di olesi dengan butter. Setelah sarapannya habis Yoona mencuci semua peralatan yang kotor di atas bak cuci piring.
Dari dalam jendela dapurnya Yoona dapat melihat dengan jelas rumah di seberang sana dengan lampu yang masih padam. Namun sesaat kemudian lampu itu menyala diikuti oleh sosok sang pemilik rumah.
Yoona begitu terpanah menyaksikan pemandangan indah di pagi hari yang membuat jantungnya berdebar hebat dengan kaki yang mendadak lemas seolah tak bertul
Yoona melihat Dante dengan motor Taiger keluaran tahun 2000 yang masih sangat terawat walaupun sudah sedikit tua. Yoona menghampiri Dante dengan senyum mengembang, ia membayangkan kemarahan ibunya jika melihat ini. Calon suaminya begitu terlihat sederhana bahkan di bawah kata mapan dan standar yang ibunya miliki. Mungkin menurut Yoona Dante pria bule ter kere yang pernah ia temui. Tidak masalah, semakin miskin Dante, Yoona akan semakin senang. Dengan begitu ia akan semakin puas melihat kemarahan Bunda dan kembarannya. Yoona menerima helm dari tangan Dante dan langsung memakainya, setelah itu Yoona langsung duduk manis di belakang dengan tangan yang sudah melingkar manis di pinggang Dante. Yoona tanpa ragu menyandarkan kepalanya di bahu Dante tanpa rasa malu. Selama dalam perjalanan Yoona hanya berkata ketika hendak menunjukkan jalan dan dimana letak kantornya berada. Dante mengantarkan Yoona tepat di depan lobi, "Aku akan menjemputmu jam 12 tepat. Jan
"Apa ada yang kamu inginkan, Yoona. Sebagai maharmu yang lain?" tanya Dante ketika memperhatikan setiap pergerakan Yoona yang membolak-balikkan berkas yang harus ditandatangani. Dante tahu ini memang sudah sangat telat menanyakan hal ini. Tapi demi mempersingkat waktu hanya sebuah kalung dan sepasang cincin yang ia dapatkan pagi ini sebagai mahar. "Tidak, ini sudah sangat banyak. Malah, jika bisa aku ingin hanya uang 100 Rb sebagai maharku," ucap Yoona tanpa keraguan. Mendengar itu Dante begitu terhenyak, disaat banyak wanita yang meminta mahar semewah mungkin atau saham disalah satu perusahaan bonafit di negaranya, tapi wanita yang kini menjadi istrinya beberapa menit lalu malah terlihat kecewa dengan apa yang diberikan sebagai mahar yang bernilai ratusan juta. Sepasang cincin dan sebuah kalung perhiasan yang dibeli oleh Dante adalah berlian dengan karat 0,7 gram, itu adalah kadar yang lumayan bagus jika di investasikan. "Jadi bagaimana, apa kamu mau
Keesokan harinya Yoona bangun dengan hidung yang memerah, ia hanya dapat berendam air hangat sebentar saja akibat jam weker yang tidak bekerjasama dengan baik pagi ini. Sebenarnya bukan jam wekernya yang bermasalah, Yoona selalu sulit bangun di pagi hari sehingga ia mengabaikan jamnya yang berbunyi nyaring dengan membekapnya di bawah bantal. Setelah berpakaian rapi dan menyisir asal rambutnya Yoona meninggalkan rumah tanpa sarapan bahkan wajahnya sama sekali tidak ia beri Vitamin yang tidak pernah terlewatkan olehnya. Yoona menjalankan mobilnya dengan sangat kencang, Fortuner SUV yang baru dibelinya dua tahun lalu namun sering diabaikan begitu saja perawatannya dapat membuat Yoona tersenyum lebar karena fasilitas yang diberikan oleh mobil itu. Mobil itu adalah mobil kesayangannya yang nomor dua karena yang pertama adalah rumahnya. Kedua properti itu masih tahap cicilan, namun Yoona begitu bangga karena tanpa bantuan dari kedua orang tuanya Yoona bisa menggunakan peng
Rumah itu begitu memanjakan mata Yoona, terdapat meja bundar yang sangat besar di tengah-tengah ruangan dengan vas yang tak kalah besar. Banyak lukisan pemandangan yang tak lelah besar dengan meja panjang di bawahnya, lampu yang menyorot ke arah lukisan semakin memperindah tampilan dari hiasan dinding itu. Yoona benar-benar takjub melihat itu semua, belum lagi krystal yang tersusun rapi di dalam lemari besar yang berada di sudut ruangan. Para pelayan membukakan pintu ganda menuju ruang tamu bagi Dante dan Yoona. Di sana sudah ada sepasang suami istri yang terlihat begitu saling menyayangi walaupun terlihat jelas perbedaan budaya di antara mereka, Indonesia dan katakanlah warga negara asing. Yoona sendiri tidak tahu Dante ini keturunan mana, sepertinya Eropa atau Amerika. "Kau sudah sangat terlambat, Son!" ucap pria paruh baya dengan lesung pipinya. "Sorry, Dad. Wanita memang membutuhkan banyak waktu untuk dirinya, padahal tetap saja sama." ucap Dante
Mereka berteriak secara bersamaan, malah lebih gilanya lagi mereka berdua melompat-lompat seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiahnya. "Kangen...!" ucap Yoona menghambur ke dalam pelukan Dion. "Aku juga, Ona...! Aku tidak menyangka ternyata Kamu adalah Kakak iparku!" seru Dion tak kalah heboh dari Yoona. Sementara ketiga pasang mata hanya melongo melihat interaksi kedua manusia yang tampaknya sudah lama tidak saling bertemu. "Aku juga tidak menyangka ternyata Kamu adalah adik iparku!" "Aaaaaa....! Kita akan sering bertemu!" Pekik mereka bersamaan. Dante yang melihat itu merasa tidak senang apalagi melihat wajah Yoona yang berseri dan memperlihatkan keceriaan yang tidak pernah ia lihat. Selama tiga hari mereka bersama Dante memang hanya melihat kemarahan dan kemurkaan Yoona Malik Sidiki. "Kenapa kamu bisa menikah dengan manusia kutub itu, Yoona?" tanya Dion tidak percaya Yoona dapat memenangkan hati kakaknya. "Dia
Yoona yang sudah tidak tahan dengan rasa mual yang dialaminya, ia mengabaikan ucap Dante dengan tatapan yang seolah membakarnya. Yoona menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Tanpa menunggu lama ia langsung mengeluarkan apapun yang ada di perutnya. Dante yang mendengar dari luar merasa sedikit khawatir keadaan Yoona. Dante menggedur pintu sedikit kasar ketika ia sudah tidak mendengar suara apapun sedikit lama setelah bunyi suara kloset yang siram. "Yoona...! Apa kau baik-baik saja didalam?" tanya Dante di sela hantaman tangannya di daun pintu. "Yoona...! Katakan sesuatu!" Dante mulai merasa panik karena tidak juga mendapat jawaban dari dalam. Ainun dan yang lain mendengar teriakkan Dante meninggalkan meja makan dan menghampiri putranya yang sudah terlihat cemas. Melihat itu Ainun dan Dorian saling pandang beberapa saat sebelum bertanya kepada putranya. "Ada apa Dante? Kenapa Kamu berteriak seperti itu heh?" tanya Ainun yang sudah berdiri di belakang tubuh
Melihat wajah putranya yang sudah memasang perisai agar pikirannya tidak mudah terbaca, Ainun mengalihkan pandangannya ke arah Yoona yang terlihat sangat pucat dan ketakutan. "Apa yang kamu rasakan, Sayang? Apa pria menyebalkan itu begitu menguras emosi dan tenagamu sehingga kau melupakan asupan makanan?" tanya Ainun yang kini mulai menggenggam tangan menantunya. Yoona yang sama sekali tidak paham betul dengan perkataan Ainun, ia pun mengutarakan isi pikirannya, "Iya, Mom. Dia sangat mengerikan dan sangat buas. Bahkan Dia tidak membiarkan aku tidur tenang semenjak ia tinggal di samping rumahku," adu Yoona dengan dagu yang terkadang terangkat ke arah dimana Dante duduk. "Kamu benar-benar keterlaluan Dante! Bukan seperti itu cara mencintai wanita. Kasiankan memantu cantik Mommy ini!" Ainun mengambil teh dan memberikannya kepada Yoona. "Minumlah, Mommy sudah membuatkan bubur untuk Kamu dan dokter akan datang beberapa saat lagi." "Tapi Mom, aku hanya masu
Persetan dengan Dante yang begitu dekat dengan dirinya. Dengan cepat Yoona membuka telapak tangannya dengan mata yang membulat sempurna karena Dante benar-benar sangat dekat dengan wajahnya. Iris Yoona beradu pandang dengan netra Dante yang berwarna hazel, sangat indah. Hampir saja Yoona tenggelam di sana saat Dante semakin mendekatkan wajahnya. Dengan cepat Yoona mengalihkan pandangannya ke arah lain, tapi sialnya iris Yoona jatuh pada bibir Dante yang berwarna pink alami. Yoona terus memandangi bibir itu, sementar otaknya berusaha keras agar tidak menyesapan bibir indah yang terus saja menggodanya hingga ke titik paling rapuh. Yoona berusaha mengendalikan dirinya, tapi tubuhnya berkata lain, dadanya sedikit terangkat seolah menyambut Dante. Dengan kuat Yoona melawan pikiran sendiri yang sudah mulai gila dan hilang fokus. Yoona menahan tangannya yang ia sendiri tidak tahu entah sejak kapan sudah berada tepat di dada bidang Dante yang keras. Yoona mendorong tubuh Dan