Share

5. Lunar dan Sean.

Tapak kaki Lunar masih menyusuri jalanan yang mulai sepi dari aktivitas. Di tangannya, terjinjing sebuah kantong plastik berisi makanan dan minuman untuk mengganjal rasa lapar di perutnya. Beruntung, ia masih menjumpai kedai yang masih buka hingga ia bisa mampir untuk membeli makanan dari sana.

Mendapat penolakan secara terang-terangan dari kakak sepupunya tadi membuat Lunar enggan menampakkan diri di rumahnya. Ia mengerti, pasti kakaknya itu kini tengah bercengkrama dengan ibunya. Jadi dia tidak ingin mengganggu moment berharga mereka. Ia ingin, kakak dan ibu angkatnya membangun kembali hubungan ibu dan anak yang sempat merenggang karenanya.

Jika ia pernah berpikir untuk egois, maka ia akan menghilangkan pikiran itu untuk kali ini. Lagi pula ia sudah menemukan sebuah fakta yang cukup membuatnya senang. Yakni, ada kemungkinan ibunya masih hidup. Ia hanya harus bekerja dan berusaha lebih keras untuk menggapainya.

Lalu untuk malam ini, ia ingin menyendiri. Ia ingin bermalam di bangku taman saja dan tidak tidur di tempat nyamannya seperti biasa. Ia ingin merasakan dinginnya malam yang menusuk tulang tanpa selimut sebagai penghalang. Ia ingin merasakan kesakitan. Sebentar saja, agar ia bisa melupakan kenangan menyakitkan yang ia alami beberapa waktu lalu.

Meski nyatanya, ia tak akan benar-benar merasakan kedinginan yang ia harapkan sampai menusuk tulangnya karena ia terlahir sebagai werewolf. Tubuh werewolf memiliki suhu yang lebih panas dari suhu tubuh manusia. Bahkan meski ia hanya memakai baju tipis dan berada di tumpukan salju, ia tak akan mati kedinginan atau membeku.

Setidaknya seperti itulah asumsi yang ia dapatkan saat membaca buku di perpustakaan tentang manusia. Lunar tahu, ibunya adalah seorang manusia dan ayahnya seorang werewolf murni. Jika saja gen ayahnya lebih lemah dari gen manusia milik ibunya, ia pasti tidak akan menjadi seperti ini. Ia akan menjadi manusia tanpa sibuk memikirkan latihan pertahanan diri, memikirkan jiwa lain dalam dirinya. Dan ia yakin, bibinya tak akan serepot ini mengasuhnya.

Tapi bagaimana Lunar bisa bertahan jika ia menjadi seorang manusia? Dari buku yang ia baca, manusia memiliki tubuh yang sangat lemah, cepat menua, dan rapuh. Sama sekali berbeda dengan kaumnya dan kaum vampire. Jika kaumnya memiliki suhu yang panas, maka vampire memiliki suhu yang teramat dingin. Tubuh mereka cenderung terasa seperti es karena racun yang mengalir di pembuluh darah mereka. Dan manusia, memiliki suhu di antara dua kaum itu, tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin.

Jujur saja, saat membaca tentang kehidupan dua kaum itu –vampire dan manusia--, Lunar merasa lebih takjub akan kehidupan manusia. Manusia tidak memiliki ketahanan tubuh yang super dan usia yang panjang selayaknya vampire dan kaum werewolf. Namun untuk kehidupan ini, jumlah mereka lebih banyak dari jumlah vampire maupun werewolf. Mereka memiliki tingkat kemampuan otak yang tinggi. Mereka mampu bertahan di antara kehidupan dua kaum super power dan hidup berdampingan dengan mereka tanpa mengalami kepunahan meski perbedaan kekuatan mereka terlihat begitu jelas.

Mungkin jika ia memiliki kesempatan untuk mencoba kehidupan lain, ia akan memilih menjadi manusia.

“Hey!”

Duagh!

Karena lamunannya, Lunar tidak menyadari ada seseorang yang mendekat dan menyapanya. Ia reflek memukul orang yang menepuk pundaknya itu hingga orang itu terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri. Dan begitu ia melihat siapa yang telah memukul pundaknya, Lunar langsung memberikan cengiran lebar padanya dan mencoba menyembunyikan kegundahan hatinya.

“Tidakkah kau kenal aromaku? Kau pikir aku ini penjahat yang mengincar gadis perawan sepertimu untuk di perkosa?” ucap sosok itu.

Lunar memberikan cengirannya sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal itu. “Aku sedang memikirkan sesuatu jadi aku kurang waspada. Lagi pula, untuk apa terlalu waspada? Bukankah akan ada warrior yang berjaga untuk menekan tingkat kejahatan?” ujarnya.

“Jika seperti itu, mengapa kau memukulku dengan kencang seolah aku ini ancaman untukmu,

Nar?”

Lunar tahu jika Sean—sosok itu—teramat kesal dengan tingkahnya yang memukul Sean dengan kekuatan besar seperti tadi. Karena jika Lunar tidak memakai kekuatannya, ia yakin jika Sean hanya akan terdorong sedikit saja dan tak sampai menggerakkan kaki dari tempatnya.

“Memang apa yang kau pikirkan hingga menganggap keadiranku ini ancaman, Nar?”

Sean mendekat dan mengambil barang yang Lunar jinjing hingga memunculkan sebuah kernyitan di dahi Lunar.

Tumben.

Tidak biasanya temannya itu mau membantunya membawakan sesuatu seperti ini. Biasanya juga barang bawaan pria itu yang selalu Lunar bawa. Apalagi setelah ia tahu jika Sean juga membawa bungkusan lain di tangannya.

“Anggap aku membalas budiku, Nar. Kau selalu membawakan barangku jadi kali ini biarkan aku membawakan barangmu. Kau mengatakan jika kau tengah memikirkan sesuatu, bukan? Jadi, ayo berbagi denganku seperti biasanya,” kata Sean yang seolah menjawab pertanyaan yang mengganggu di benak Lunar.

Lunar tersenyum membalasnya. Meski pada nyatanya Sean memiliki sifat jahil, bagi Lunar hanya hewolf itu lah yang selalu ada di sampingnya saat ia tengah menyendiri seperti ini. Lunar pun tak akan sungkan untuk membantu Sean meski dalam hal remeh seperti membawa barang yang sebenarnya Sean sendiri pun tak akan kesusahan. Dan Lunar menyebutnya dengan hubungan timbal balik yang menguntungkan. Lunar membantu Sean, dan Sean ada untuk Lunar.

“Nar, ayo duduk di bangku itu.” Sean mengangkat tangannya ketika melihat siluet bangku taman yang terletak sedikit jauh dari lampu penerangan. Suasana yang suram tak akan membuat mereka merasa takut karena insting werewolf lebih tajam dari manusia. Yah, terkecuali jika werewolf itu takut akan keberadaan hantu.

Lunar hanya mengangguk saat Sean mengajaknya menuju bangku taman itu. Ia masih enggan mengeluarkan suaranya meski pada sahabatnya sekalipun. Beginilah Lunar. Saat ia enggan, segalanya akan terasa berat.

Sesaat setelah mereka duduk di bangku taman itu, Lunar langsung menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya seolah ia ingin menghilangkan beban yang ada di otaknya.

“Aku pernah membaca jika menghela napas terlalu dalam bisa mengurangi usiamu, Nar,” ujar Sean.

Lunar menoleh, ia memang sering membaca buku. Namun ia sangat yakin jika dirinya sama sekali belum pernah mendengar hal seperti ini. Omong-omong, apa-apaan itu? Memang apa hubungannya dengan menghela napas dalam-dalam dengan panjang usia seseorang? Asumsi yang menurutnya sangat konyol.

“Boleh ku tahu judul buku itu, Sean?” tanya Lunar.

“Untuk apa? Kau tidak akan mencarinya untuk mengingat semua kata di dalam buku itu kan, Nar?”

Bukannya menjawab pertanyaan Lunar, Sean malah melemparkan pertanyaan umpan pada Lunar.

“Jika besok aku ke perpustakaan kota, ingatkan aku untuk mencarinya dan membakarnya. Aku yakin pastilah buku itu hanya berisi omong kosong. Jadi menurutku membakarnya ada hal bagus yang perlu ku lakukan,” sinis Lunar.

Glup!

Sean merasa jika kini tenggorokannya terasa amat kering. Entah, dalam nada sinis yang di lontarkan Lunar  padanya, ia merasa jika ada keseriusan di dalamnya.

“Lupakan itu, Nar. Anggap aku tengah bercanda saat mengatakan hal itu.”

“Menganggapnya bercanda? Jadi benar jika omong kosong itu benar-benar serius, Sean?”

Demi Moon Goddess! Sean merasa jika Lunar kini tengah dalam masa ingin kawin. Ia hanya bercanda sedikit namun reaksi Lunar sungguh di luar perkiraannya.

“Bukan begitu maksudku, Nar. Aku hanya mengatakan hal itu untuk menghiburmu. Auramu terlalu suram. Dan kupikir memberikan sedikit lelucon untukmu merupakan hal bagus. Tapi-“

“-oh, jadi menurutmu aku ini pantas kau lempari lelucon seperti itu? Begitu?”

Belum selesai kata yang Sean keluarkan, Lunar sudah lebih dulu memotongnya. Jika begini, Sean yakin jika Lunar benar-benar dalam suasana hati yang buruk. Dan jika sudah begini ….

“Ayo kita makan cemilannya. Aku lapar karena belum sempat makan malam. Ibuku sedang mengunjungi kakek bersama dengan ayah dan adikku. Jadi aku hanya sendirian di rumah dan taka da yang memasakkanku.”

Maka pengalihan yang bisa Sean lakukan adalah membahas tentang makanan.

“Nah, mengapa tidak mengajakku makan sedari tadi saja? Aku juga lapar. Kau tahu, bertengkar dengan paman dan kakak sepupuku saja sudah membuatku lapar, ditambah dengan aku yang tidak makan malam di rumah. Membuat mood-ku buruk dan aku ingin makan. Sean, jika cemilanku kurang, aku minta milikmu ya?” oceh Lunar.

Benar, kan?

Makanan bisa mengalihkan mood buruk Lunar dan membuatnya mengoceh sepanjang itu setelah sebelumnya ia memarahi Sean. Tak butuh waktu lama ataupun jawaban dari Sean, Lunar langsung mengambil beberapa cemilan dan langsung melahapnya.

Sambil memakan cemilan mereka menikmati hening dan dinginnya malam ini. Lunar yang menikmati setiap kunyahannya dan Sean yang sesekali melirik Lunar yang tengah sibuk mengunyah. Jika orang lain melihat mereka yang seperti ini, mungkin yang melihat akan mengira jika mereka berdua merupakan sepasang mate1. Tapi, tidak! Mereka teramat yakin jika mereka bukan mate karena sejak awal mereka tidak merasakan tanda-tanda itu.

Bagi werewolf, mereka akan mengetahui mate mereka sejak awal mereka bertemu. Hidung sensitive mereka akan menangkap feromon2 khas yang mampu membuat indra penciuman itu mengenali dan menetapkan bahwa aroma feromon itu akan menjadi candu untuk setelahnya. Dan untuk Sean maupun Lunar, keduanya tidak merasakan hal itu. Jadi mereka yakin jika mereka bukanlah sepasang mate.

“Sean, andai kau diberikan kesempatan hidup yang kedua dan menjadi bagian dari kaum selain werewolf, kau memilih menjadi manusia atau menjadi vampire?” tanya Lunar.

Sean memandang Lunar dengan penuh tanda tanya. Mengapa tiba-tiba sahabatnya itu menanyakan hal ini?

Note :

  1. Mate : pasangan dalam werewolf.
  2. Feromon : aroma khas werewolf.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status