Share

8. Warrior dan Watcher.

Tak ada yang benar-benar tahu bagaimana alur kehidupan ini berjalan, tidak ada. Manusia dan makhluk lainnya hanya bisa menerka-nerka apa yang terjadi selanjutnya dengan sebuah perkiraan semata. Dan jika ada yang mengatakan bahwa ada yang bisa melihat masa depan, hal itu hanyalah sebagian kecil. Tidak ada yang benar-benar bisa.

Begitupun dengan Hana. Shewolf omega itu telah merasakan sendiri bagaimana hidup ini berjalan dengan keras tanpa pandang bulu untuk merangkul mereka yang diberkahi ataupun tidak olehnya. Sejak kecil, keinginannya hanya sederhana. Yakni hidup dengan baik bersama mate-nya, memiliki anak, karir mate dan anaknya yang sukses, dan ia yang hidup tenang sebagai ibu rumah tangga yang baik. Ia juga tak lupa mendoakan kehidupan yang baik untuk kakak kesayangannya.

Semua berjalan dengan seperti yang ia inginkan. Ia memiliki mate, anak, karir yang bagus untuk keduanya, dan ia yang kini hanya hidup tenang di rumah menunggu anggota keluarganya pulang. Kakaknya juga hidup tenang, namun semua itu tentu hanya sebagian karena kehidupan lagi-lagi mempermainkan sebagian yang lainnya.

Hana memang memiliki mate, anak, dan karir yang bagus untuk keduanya. Tapi ada satu sisi cacat dari itu, yaitu keduanya yang tidak menerima keponakannya yang malang. Ia memang hanya bisa menunggu mereka pulang dari misi namun di sisi lain, ada perasaan cemas jika kedua orang berharganya itu kembali menyakiti keponakannya dengan penolakan mereka. Untung saja, keponakannya cukup memiliki hati yang luas untuk menerima hal itu. Ia rela makan lebih awal atau lebih akhir demi bibinya yang ingin makan malam dengan keluarganya secara lengkap.

Jika membicarakan makan malam dengan anggota yang lengkap, Hana yakin jika hal itu tidak akan pernah terjadi. Mengingat ketika keponakannya itu bergabung dengannya, maka mate dan anaknya akan memilih untuk tidak berada satu meja dengannya. Jika ia satu meja dengan mate dan anaknya, maka keponakannya harus menjauhinya. Entah apa yang terjadi pun a tak tahu, mate-nya itu secara terang-terangan sangat membenci keberadaan keponakannya.

Dimulai dari ia yang membawanya saat kecil, mereka berdua langsung menolaknya. Mate-nya tidak menghiraukannya dan anaknya berusaha selalu mencelakai Lunar. Tidak ada lagi keluarga harmonis impiannya. Semua berakhir dalam sekejap.

Meski begitu, ia sama sekali tak ingin menyalahkan Lunar. Memang karenanya ‘lah keluarganya mulai terpecah. Begitu ia melihat manik dan surai serupa kakaknya itu memandangnya dengan polos, ia tahu bahwa gadis kecil itu tak berdosa. Saat itu, ia kembali membayangkan bagaimana jika putrinya yang berada di posisi gadis kecil ini dan tidak ada siapapun yang mau merawatnya.

Lagi, kakaknya memang hidup dengan baik seperti doanya. Akan tetapi, hal itu tak berlangsung lama dan dalam sekejap mata kakaknya hidup tenang di alam yang lain. Kakaknya pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan ia dengan sejuta penyesalan di baliknya.

Untuk kakaknya, ia rasa memang benar akan sesuatu yang selalu mereka sebut bahwa keberadaan deltha tak jauh dari kutukan. Ia selalu berdoa agar hal itu merupakan kabar angin dan seolah doanya hanya angin lalu, ia mengakui jika kehidupan kakak juga keponakannya memang benar dikutuk.

Lunar yang ia ketahui memiliki tekad yang kuat untuk menjadi warrior berhasil lulus meski dengan nilai yang pas-pasan. Ia berhasil melalui ujian tulis dengan baik dan melewati ujian praktik dengan sedikit mengecewakan. Bukan mengecewakan karena hasilnya, melainkan mengecewakan karena keponakannya pulang dengan kabar ia terluka parah dan harus dirawat dengan istirahat total di rumah sakit

Kini, di sinilah ia berada. Di salah satu kursi bangsal rumah sakit satu-satunya yang berada di wilayah pack-nya dengan tangan yang terus menggenggam erat tangan keponakannya. Sudah dua hari keponakannya berada di sana. Dan selama itu pula ia tidak melihat keponakan kesayangannya itu membuka matanya.

“Bibi, apa Lunar masih belum membuka matanya?” Sebuah tanya terdengar di telinganya, dan saat ia menoleh, ia mendapati kehadiran Sean berdiri di pintu ruang rawat dengan kedua tangan yang masing-masing memegang kruk penyangga tubuh. Sahabat keponakannya itu juga terluka parah dan sudah sadar sejak kemarin.

Hana menggeleng pelan. “Dia masih betah tertidur,” jawabnya.

“Bi, biarkan aku yang menjagakan Lunar sebentar, ya. Bibi pulanglah dan istirahatlah dulu. Aku tak ingin paman marah lalu menyalahkan Lunar lagi,” pinta Sean.

“Tapi kau kan-“

“Tak apa, Bi. Aku sudah merasa lebih baik. Lagi pula aku hanya duduk di sini saja dan tidak melakukan apapun. Orang tuaku pasti akan mengerti. Bibi pulang, ya. Nanti jika ada perkembangan dengan kondisi Lunar, aku akan memberitahu Bibi.”

Sejenak Hana terlihat menimbang usulan Sean. Ia tahu tubuh Sean kuat, namun untuk menjaga Lunarnya, ia masih sanksi akan hal itu.

“Tak apa, Bi. Sungguh!” tambah Sean. Untuk sejenak, Hana menimbang dan kemudian ia menyerah pada keinginan hewolf muda itu.

“Baiklah, titip Lunar, ya. Bibi akan kembali nanti untuk membawakanmu makan siang,” ujar Hana kemudian. Ia tersenyum dan bersyukur Lunar memiliki teman sebaik Sean.

“Ya, Bi. Lagi pula aku sudah rindu dengan masakan Bibi. Bawakan aku sedikit lebih banyak dari biasanya, ya,” pinta Sean. “Bibi tahu, makanan rumah sakit sangat tak layak makan jadi aku hanya sarapan sedikit tadi,” imbuhnya.

Hana mengangguk. Ia sudah tak heran dengan tingkah sahabat keponakannya itu yang selalu meminta jatah makan padanya. Ia senang, tentu saja. Karena itu berarti bertambah satu orang lagi yang menyukai masakannya. Dengan pelan, Hana beranjak dari tempat duduknya, mengecup dahi keponakannya dengan sayang lalu keluar setelah sebelumnya berpamitan pada Sean.

Setelah Sean rasa Hana telah jauh meninggalkan kamar Lunar, Sean mulai menekuk bibirnya. Ia kesal, ia bahkan duduk dengan tak nyaman di kursi yang sebelumnya di tempati oleh Hana.

“Aku tahu kau sudah sadar sedari tadi, Nar. kau bisa membohongi bibimu namun tak bisa membohongiku,” ucapnya.

Tak menunggu waktu yang lama, Lunar langsung membuka matanya dan menatap Sean dengan jengah. Sahabatnya itu, selalu tahu apa yang terjadi padanya seolah ia memiliki indra pembaca pikiran.

“Berhenti menatapku seperti itu, Nar. Aku tak memiliki kemampuan membaca pikiran atau apapun itu,” tambah Sean.

“Ya, Sean. Kau selalu menebak semuanya dengan benar hingga aku memiliki pemikiran seperti itu. Jadi jangan salahkan aku,” tukas Lunar. Bagi Lunar, hanya dengan Sean lah ia bisa menjadi dirinya sendiri.

“Tak usah berbasa-basi denganku, katakan apa yang terjadi saat aku belum sadar. Dan bagaimana hasil ujian kita?” tanya Lunar.

Sean mengangguk pelan, meski Lunar tak memintanya pun, Sean memang berencana mengatakannya pada Lunar. “Kita berdua lulus ujian warrior itu,” katanya.

Sebuah senyuman terbit, Lunar tak menyangka jika mereka berdua akan lulus secara bersama-sama. Itu artinya, ia sudah satu langkah lebih maju untuk menggapai tujuannya.

“Jadi, kita akan menjadi warrior? Ya Tuhan, aku tidak menyangka hal ini akan terjadi!” pekik Lunar. Ia terlalu senang. Ia bahkan melupakan tenggorokannya yang terasa kering dan perlu di basahi dengan seteguk air.

“Bukan kita, Nar. lebih tepatnya hanya kau yang menjadi warrior karena aku … menjadi watcher,” lirih Sean. Ia tahu, pasti kabar ini akan menjadi kabar yang berat untuk Lunar.

“Sean!”

“Ada hal lain yang perlu kau ketahui juga, Nar. yang kita lawan saat ujian bukanlah salah satu warrior, melainkan-

                  

-rogue.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status