Share

Hëna: Arranged by The Moon (Indonesia)
Hëna: Arranged by The Moon (Indonesia)
Penulis: Sianida

Prolog

Aku ikut berbahagia untukmu.

Itu yang semua orang katakan pada pesta lajang salah satu teman kantor Elora malam ini.

Tapi bagi Elora, ucapan itu hanyalah omong kosong.

Elora tidak bisa ikut berbahagia pada kenyataan bahwa seorang wanita akan melepas kebebasannya demi laki-laki. Makhluk paling brengsek yang ada di muka bumi ini.

Elora meludah ke dalam gelas minuman yang telah kosong. Hingar bingar kelab malam sama sekali tidak menarik minatnya sekarang karena hal yang paling Elora inginkan saat ini adalah berbaring di sofa di apartemennya, sembari menikmati secuil pemandangan danau Wakatipu yang gelap.

Jika bukan karena teman kantornya yang sekarang sedang merayakan pesta adalah teman yang membantunya mendapatkan proyek besar dari klien, Elora tentu tidak akan datang ke acara ini.

“El, ayo ikut aku!” teriak salah satu teman kerja Elora, seorang pria, yang sepertinya sudah setengah mabuk. Dia menarik paksa tangan Elora, menyuruhnya untuk bangkit dari sofa beludru berwarna merah marun yang nyaman. Elora menggeleng enggan, sembari menyentakkan tangan agar terlepas.

Satu tatapan kesal nan dingin Elora layangkan pada temannya. Tanpa perlu berkata-kata, temannya itu berjengit pergi dengan pandangan bersalah. Seharusnya dia, seperti semua lelaki di sekitar Elora, tahu bahwa Elora paling benci disentuh oleh lelaki.

Demi menghindari terjadinya tawaran berulang, mungkin dari temannya yang lain lagi, Elora bergegas berdiri dan menuju ke toilet.

Elora menyusuri lorong berpenerangan rendah, melewati pintu koboi kayu yang secara ajaib mampu meredam kebisingan musik EDM di kelab. Elora memutuskan untuk merokok, yang sepertinya bisa menghilangkan stres dan rasa kecewa. Elora membuka tas kerjanya, sebuah tas jinjing kecil berwarna hitam, dan mengambil sebungkus rokok dan sebuah pemantik.

Elora berhenti di lorong, bersebelahan dengan pintu masuk ke toilet laki-laki. Ia mengeluarkan sebatang rokok berfilter, dan menyulutkan api dari pemantik ke ujung rokoknya. Baru saja melakukan satu hisapan dan mengepulkan asap berwarna putih tipis, seseorang masuk dari arah kedatangan Elora.

Elora hanya melirik sekilas, untuk tahu apakah orang itu salah satu temannya atau bukan. Ternyata hanya seorang lelaki asing. Elora kembali melanjutkan aktivitasnya, tetapi siapa sangka lelaki itu mendatangi Elora sembari melepas pakaian bagian atas. Dan begitu Elora ada dalam jangkauannya, lelaki itu mengaitkan satu tangan dan menarik tubuh Elora mendekat.

“Siapa kau—“ Elora belum sempat mengeluarkan umpatan saat lelaki itu mengunci tatapan mata Elora dengan sepasang mata biru kobalt yang bagai berpendar dalam remangnya koridor.

“Diam dan cium aku,” bisik lelaki itu.

Ketika Elora tak bergeming, lelaki itu pun memiringkan wajah dan menyambar bibir Elora.

Elora mencoba berontak hingga rokok dan tas terjatuh dari tangannya. Namun cengkeraman lelaki ini pada Elora begitu kuat. Yang aneh adalah, lelaki ini begitu mahir mencium hingga amarah Elora berganti secepat kilat dengan kenikmatan.

Lelaki itu memainkan bibir Elora dengan bibirnya, dan menjelajahi rongga mulut Elora dengan lidahnya yang begitu lihai. Elora tenggelam untuk sejenak. Ia mendengar beberapa suara yang sepertinya hendak menuju ke lorong, tetapi mengurungkan niat karena melihat ada sejoli yang sedang bermesraan.

Semua bagaikan mimpi yang membuai, sampai lelaki itu mengarahkan tangannya ke perbatasan rok pendek Elora, mencoba menjelajah kulit di balik pantyhose tipis yang Elora kenakan.

Memanfaatkan kesempatan selagi lelaki itu lengah, Elora mengumpulkan tenaga dan mendorong lelaki itu dengan kasar. Satu tamparan Elora daratkan ke pipi lelaki yang lebih tinggi satu kepala darinya ini. Lelaki itu nampak terkejut, namun hanya sesaat. Dalam satu kedipan mata, raut wajahnya kembali berubah dingin, cenderung malas.

“Brengsek,” maki Elora, disusul acungan jari tengah dari jemarinya yang lentik dan bersaput kuteks berwarna merah.

“Seharusnya kau lakukan itu dari tadi,” balas lelaki itu. Dia membungkuk untuk mengambil pakaiannya di lantai, sebuah kaus hitam, yang kemudian dia kenakan kembali. Elora sempat menelan ludah saat melihat betapa sempurnanya tubuh lelaki di hadapannya.

“Kalian semua brengsek!” Emosi mulai menguasai Elora saat ia mengatakan itu.

Si lelaki berambut cepak itu mengangkat satu alis. Bukannya marah karena berulang kali diumpat dan ditampar, lelaki itu justru kelihatan heran. “Kalian? Memang sebelum aku, ada yang menciummu tiba-tiba?”

“Pergi kau!” jerit Elora. “Pergi sekarang juga dari hadapanku!!”

“Tunggu dulu. Aku bisa jelaskan—“

Belum selesai lelaki itu berbicara, Elora meraih tas jinjingnya dan memukulkannya ke lengan berotot lelaki itu. “Pergi kau! Enyah kalian semua, lelaki jahanam!”

Elora tak peduli pada lelaki yang sepertinya kewalahan menghadapi serangannya yang bertubi-tubi. Lelaki itu pun pergi. Dia memberikan satu kerlingan terakhir, yang Elora artikan sebagai sebuah rasa iba untuk dirinya.

Setelah yakin bahwa Elora sendiri di lorong itu, Elora merosot ke lantai … dan ia mulai menangis.

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
El, sehat? semoga yaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status