Seminggu berlalu semenjak kejadian memuakkan itu … dan Elora masih bisa merasakan sentuhan memabukkan, yang meninggalkan jejak rasa jijik, dari bibir lelaki misterius itu. Ya, Elora benci pada fakta bahwa ia belum bisa melupakannya. Sekaligus pada kenyataan bahwa apa yang lelaki itu lakukan telah membangkitkan sebuah trauma yang coba Elora kubur dalam-dalam bertahun-tahun belakangan ini.
Elora mengembuskan napas seraya memandang tumpukan pekerjaan di mejanya. Pekerjaannya sebagai Direktur Kreatif di sebuah perusahaan periklanan, tak pernah memberi Elora waktu untuk sekadar bernapas dan menikmati hidup.
Dreamcacther, nama perusahaan tempat Elora bekerja, sedang berada pada masa kejayaannya. Biro iklan ini terkenal memberikan konsep iklan yang tak biasa pada klien-klien mereka. Setiap iklan yang dihasilkan akan selalu menjadi perbincangan di antara Kiwi, sebutan untuk penduduk New Zealand, bahkan di negara-negara tetangga.
Dan orang yang berjasa dibalik semua itu adalah Elora. Ya, sebenarnya ini kerja tim, tetapi Elora merupakan penyumbang ide terbesar di setiap konsep iklan yang ditawarkan kepada klien.
Elora tak pernah gagal memuaskan para klien dengan ide gilanya tentang bagaimana mengiklankan suatu produk sesuai dengan keinginan konsumen. Hal itu membuat Elora menjadi anak emas di kantor. Dan karena ia adalah anak emas, kehidupan pribadinya pun menjadi sorotan. Termasuk soal phobianya terhadap sentuhan atau tatapan yang terlalu lama dari laki-laki.
Tapi, bukan hanya itu yang membuat Elora terkenal. Ia juga dikenal dengan dualitas penampilannya. Saat sedang bertemu calon klien, Elora akan menjelma menjadi seorang dewi, dengan pakaian yang feminim, modis, menawan, riasan sempurna, rambut yang selalu wangi dan rapi, serta tak pernah lupa memakai parfum.
Namun, apabila sedang dalam mode bekerja di proyek, atau setelah mendapatkan klien dan Elora harus berpikir keras untuk mewujudkan konsep gila yang ia tawarkan, Elora akan berubah menjadi itik buruk rupa.
Bukan jenis itik yang kurang pergaulan, mengenakan kacamata berlensa tebal, rambut diikat ke belakang, dan berjalan menunduk seolah menyesali keberadaannya di dunia. Elora akan menjadi seekor itik yang masa bodoh dengan dirinya dan pandangan orang-orang di sekitar terhadapnya.
Dan sepertinya, versi itik buruk rupanya kali ini adalah yang paling parah.
Elora sedang duduk di balik meja kerjanya yang super besar, di ruang kerja pribadi yang memiliki tulisan ‘Creative Director’ tercetak tebal berwarna putih di daun pintu yang terbuat dari kaca buram, saat asistennya, seorang lelaki kemayu bernama Javier masuk sembari membawa berkas.
Javier adalah satu-satunya lawan jenis yang bisa berada dekat di sekitar Elora, tanpa Elora merasa risih atau cemas.
Elora melipat tangan di depan dada saat melihat Javier mengerutkan hidung sambil menatap Elora dengan belas kasihan.
“Katakan,” geram Elora, matanya menantang.
“Kau bau,” kata Javier. Mulutnya memang tidak punya sensor, tapi tak tahu kenapa Elora malah suka tipe orang seperti Javier ini. Dia apa adanya. Mungkin jika Javier adalah lelaki ‘lurus’, ada kemungkinan dia bisa membantu Elora menyembuhkan diri.
“Bukankah seminggu terlalu lama untuk tidak mandi?” Sebenarnya pertanyaan Javier itu merupakan lelucon, tetapi Elora menanggapinya dengan serius.
“Nanti sore sepertinya aku bakal mandi,” gumam Elora, yang kembali kepada layar laptop untuk mengecek video iklan yang sudah melalui proses editing.
Javier nyaris menjatuhkan berkasnya. “Kau … benar-benar tidak mandi selama seminggu?”
Elora meregangkan jemari tangan dan mulai menghitung. “Malam setelah pulang dari kelab itu, aku mandi. Jadi, enam hari.”
“Kuman … penyakit kulit … kutu … menjijikkan.”
“Terima kasih.” Elora mengangguk, menganggap daftar akibat tidak mandi yang dikatakan Javier barusan adalah sebuah pujian.
“Jadi, kau bawa apa?” Elora menunjuk berkas yang kini diletakkan Javier di atas meja.
“Ini hasil rapat soal iklan pakaian dalam yang akan kita kerjakan.” Javier menyodorkan berkas itu melewati laptop Elora, dan Elora menerimanya.
“Terakhir kali kita kesulitan menemukan model pria yang cocok dengan konsep iklannya kan? Apakah sudah ada modelnya?”
“Ya, syukurlah kita sudah dapat. Aku akui idemu itu memang tidak pernah waras … tapi yang ini. Terlalu liar. Untung saja ada model yang mau melakukannya.” Javier mengembuskan napas lega seperti habis melewati ujian hidup yang sangat berat.
Elora membuka map dan mulai membaca ulang detail konsep dan segala sesuatu yang dibutuhkan. “Tapi klien kita setuju kan dengan ideku. Jadi tidak masalah.”
Elora berhenti saat melihat foto model yang akan mereka pekerjakan. Ia mengerjap beberapa kali. Bukan karena model pria itu hanya mengenakan pakaian dalam, yang mengekspos tubuh atletis sempurnanya. Bukan juga karena wajah tampan nan garang, dengan alis tebal dan sorot mata tajam itu. Tetapi karena … Elora seperti pernah melihatnya. Entah di mana. Mungkin di sebuah iklan yang ditayangkan di televisi.
“Kapan modelnya akan datang ke sini?” Elora bertanya setelah menutup map berkas dan meletakkannya ke atas meja.
“Siang ini. Sebenarnya … satu jam lagi.”
“Oke. Panggil aku kalau sudah waktunya.”
Javier membuka mulut, dia kelihatan ragu. “Kau … tidak siap-siap?”
“Hm? Siap-siap apa?”
“Itu … kau tahu kan kalau sekarang kau kelihatan menyedihkan?”
Elora menunduk untuk melihat pakaian yang ia kenakan. Kaos hitam kusut yang dirangkap kemeja flanel motif kotak-kotak. Celana jins yang sobek di kedua lutut, serta sepasang sepatu kets warna coklat yang sudah usang. Rambut Elora yang berwarna hitam dengan ujungnya yang diberi highlite warna merah muda, diikat asal membentuk kucir kuda. Wajahnya polos tanpa riasan, Elora bahkan tidak memakai pelembab bibir.
“Ada yang salah?” Elora memiringkan kepala. Tidak mandi enam hari bukan masalah untuknya. Ya, untuknya saja. Untuk orang lain, tentu ini masalah besar. “Kita tidak ada jadwal bertemu klien atau calon klien dalam minggu ini kan? Hanya tinggal mengeksekusi beberapa proyek iklan?”
“Ya … tapi kita akan bertemu seorang model, El. Model itu orang dari luar kantor. Kau bisa merusak citra perusahaan kalau muncul dengan penampilan seperti ini.”
Elora membuka laci meja kerjanya dengan kasar, dan menyambar sebotol parfum yang isinya tinggal seperempat. Ia menyemprotkannya asal ke beberapa bagian tubuh. “Sudah. Sekarang sudah wangi.”
“El—“
“Aku tidak akan dekat-dekat modelnya, oke? Kalau semuanya lancar aku akan segera pergi. Aku percayakan pelaksanaannya padamu.”
Javier membuang napas, dia terdengar kesal dan lelah. “Satu jam lagi di studio tiga.”
*
Elora menyempatkan diri untuk membeli segelas kopi di kafetaria, sebelum menuju ke studio tiga yang terletak satu lantai di bawah ruang kerjanya. Elora tahu kalau orang-orang yang berpapasan dengannya, menyapa Elora dengan setengah hati sembari mengecilkan cuping hidung. Mereka tentu tahu kalau Elora begini, berarti sedang ada pekerjaan besar.
Elora menekan tombol lift dan menunggu lift meluncur turun. Saat pintu lift terbuka, Elora mendengus senang karena semua orang di dalam sana keluar, dan menyisakan Elora sendiri untuk naik ke atas.
Elora berbalik setelah sampai di sudut lift, dan napasnya tercekat.
Seorang lelaki ternyata ikut masuk bersamanya.
Dia … model itu kan?
*
Tunggu dulu … dia adalah pria yang mencium Elora di kelab malam seminggu yang lalu. Elora berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik gelas plastik kopi, yang tentu saja percuma, dan mendesak dirinya sendiri lebih ke sudut. Elora berharap bisa melebur bersama dinding lift, atau menghilang tiba-tiba dari kotak kecil ini. Saat pria itu masuk, mata mereka bertemu, dan Elora langsung mengingatnya. Sepasang netra berwarna biru kobalt yang berpendar. Elora kira malam itu dia mengenakan lensa kontak, namun sepertinya itu warna asli matanya. Indah … dan dingin. “Apa aku mengenalmu?” Si pria bertanya, suaranya tanpa minat. Mungkin dia sudah sering berhadapan dengan cewek-cewek, jadi dia bersikap seolah tak punya ketertarikan pada Elora. Seharusnya dia sadar bahwa Elora juga tidak punya minat untuk bercakap-cakap. Elora tak lantas menjawab pertanyaan itu, ia menunduk dan mengangkat gelas kopinya agar menutup sudut wajah yang terekspos. “Tidak,” jawab Elora
Syuting iklan berjalan dengan lancar dan sangat menarik perhatian semua orang yang melihatnya. Tentu saja tubuh atletis Caspian yang hanya tertutup celana dalam, sebuah tas kantor, dan sepasang sepatu kerja itu merupakan pemandangan yang tak bisa ditolak siapapun, bahkan oleh para lelaki. “Kau jadi ambil cuti panjang?” tanya Javier. Elora sudah kembali ke ruangannya sesaat setelah syuting selesai. Dan seperti biasa, Javier tak pernah mengetuk pintu saat masuk ke ruangan Elora. Elora yang tengah membereskan meja kerjanya, memberikan protes dalam bentuk desahan, lalu ia menggumamkan ‘ya’. “Aku baru tahu kalau waktu cuti bisa diakumulasi seperti itu. Kau dapat jatah cuti berapa? Sebulan, dua bulan?” Dari awal bekerja di Dreamcatcher, Elora memang tidak pernah mengambil cuti maupun izin sakit. Kecuali pada waktu itu … itupun Elora masuk lebih cepat dari yang seharusnya. Stamina dan dedikasi Elora pada pekerjaannya memang sungguh luar biasa. Mungkin hal it
Pertamanya Elora pikir Caspian sedang melakukan suatu aksi vandalisme bersama teman-temannya. Karena orang-orang yang lain kelihatan segarang dia, beberapa bahkan membawa tongkat pemukul yang terbuat dari besi, serta senjata tajam yang berkilau keperakan saat tertimpa sinar lampu mobil Elora. Tetapi kemudian dugaan itu terpatahkan saat seseorang dari mereka mulai menyerang Caspian. Caspian menangkis serangan yang datang bertubi-tubi kepadanya. Elora yang menyaksikan itu semua dari balik kemudi, hanya bisa gemetar ketakutan. Ia memasukkan perseneling mundur dan mulai menginjak pedal gas sedalam mungkin. Tapi sial, tidak ada yang terjadi. Mobilnya lagi-lagi mogok di saat yang tidak tepat. Dasar mobil tua sial. Umpat Elora dalam hati. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Berlari meninggalkan mobilnya begitu saja untuk mencari pertolongan? Tidak. Hanya ini kendaraan yang Elora miliki dan tanpa mobil Elora bakal kewalahan. Tungkai Elora semakin berguncang h
Setiap malam bulan purnama, Elora selalu mengalami mimpi yang sama.Ia berjalan di sebuah padang rumput tak berujung, dikelilingi oleh pegunungan berujung runcing. Pemandangan yang familiar, yang biasa Elora lihat di Queenstown. Tetapi sejauh apapun Elora berjalan, padang rumput itu tak pernah habis … seolah tak memiliki tepi.Tidak ada siapapun yang bisa Elora temui. Tak ada kehidupan, tak ada suara. Hanya dirinya bersama sebuah bulan besar yang cahaya peraknya membutakan.Tetapi … mimpi malam ini berbeda.Elora tidak sendiri.Ia masih sama, berdiri di tengah padang rumput. Mengenakan gaun putih yang ujungnya terseret di tanah berbatu. Rambutnya tergerai, hitam seluruhnya. Cahaya bulan masih sama menyilaukan, tetapi ada sosok yang menarik perhatian Elora.Seseorang berdiri tak jauh di depannya. Bermandikan cahaya. Rambutnya perak dan berpendar, matanya punya warna yang sama. seluruh tubuhnya bagai dilingkupi gaun yang terbuat
Caspian kembali sambil membawa tas Elora, sebuah kemeja berwarna putih berukuran besar, dan celana jins.“Jangan mendekat,” perintah Elora. “Lemparkan semuanya ke atas sofa.” Elora menunjuk sofa yang ada dihadapannya dengan dagu.Caspian berdecak sembari menelengkan kepala ke satu sisi. “Kenapa lagi? Aku tidak akan menerkammu. Aku sudah janji.”“Aku tidak percaya padamu.” Bahkan pada lelaki manapun di dunia ini, tambah Elora dalam hati.Caspian melontarkan raut wajah yang menyatakan ‘aku lelah dengan drama ini, tapi lebih baik kuturuti saja’, kemudian melemparkan semuanya ke atas sofa yang ada di dekat Elora.“Sekarang keluar dari sini. Aku mau berpakaian.”“Aku sudah pernah melihatmu tanpa pakaian. Kenapa sekarang aku harus keluar?”“KELUAR!” bentak Elora, dan dengan brutal menyambar tasnya, mencari semprotan merica. Caspian mengangkat ked
Elora meminta Caspian untuk mengantarkannya ke apartemen, karena Elora baru saja ingat kalau dia harus mempersiapkan diri. Ada calon klien yang potensial, dan ini adalah pekerjaan terakhir sebelum Elora mengambil cuti panjang. Jadi Elora harus bisa menyukseskannya.Sebenarnya ini adalah ide buruk karena Caspian jadi tahu dimana Elora tinggal. Tapi Elora tak punya pilihan lain.“Terima kasih. Kau boleh pulang.” Elora mengatakannya sembari membuka pintu mobil. Tentu saja Caspian tak melepaskannya semudah itu. Dia menangkap pergelangan tangan Elora, membuat Elora terhenti.Elora menengok untuk menatap jemari Caspian yang melilit pergelangan tangannya.“Lepaskan,” desis Elora dari balik geliginya yang mengatup.“Ada hal penting yang ingin kusampaikan.”“Apa?” Elora menyentakkan tangan agar terlepas dari cengkeraman Caspian.“Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku.”Elora
“Maaf, tapi aku bukan seorang model,” tolak Elora cepat. Ia tak butuh banyak pertimbangan untuk menolak mentah-mentah gagasan dari Caspian.Caspian bersidekap, dengan santai memberikan tatapan menilai pada Elora. Elora tak suka dengan kilat cemooh yang samar di kedua mata Caspian saat melakukan itu.“Sebagai klien, kami berhak meminta apapun sesuai dengan keinginan kami kan?” kilah Caspian.“Ya, kau memang berhak. Tapi tidak semua hal bisa kami penuhi, terutama jika itu dirasa tak memungkinkan,” sanggah Elora.Kini Caspian mengarahkan percakapannya pada Charlie. “Katakan padaku, Charlie. Apakah permintaanku barusan tidak memungkinkan?” Caspian mengeluarkan seringai tipis yang nyaris tak kentara setelah menanyakan itu.Charlie menelan ludah, kemudian ekor matanya menangkap sosok Elora untuk sejenak. Elora tahu Charlie tak bisa langsung mengambil keputusan. Jika menolak, bisa-bisa mereka kehilangan klie
Tidak ada sentuhan.Skenario ditentukan sepenuhnya oleh Dreamcathcer.Jika model wanita merasa tidak nyaman dengan adegan yang dilakukan, ia mempunyai hak penuh untuk meminta pergantian adegan.Poin terakhir hanya untuk jaga-jaga jika Caspian melakukan improvisasi terhadap naskah yang sudah disiapkan oleh Elora.Tanpa banyak perdebatan, pihak Caspian langsung menyetujui persyaratan itu. Tak berapa lama setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian, Caspian dan Zed undur diri.Elora tidak tahu apakah ia harus bernapas lega atau justru ini menjadi awal stres berat yang akan dihadapinya hingga beberapa hari ke depan. Elora langsung kembali ke ruangan dan duduk merosot di kursi kebesarannya.“Satu minggu, El,” koreksi Javier saat Elora menjelaskan bahwa dirinya malas membayangkan hari-hari yang harus ia lewati sebagai model bersama Caspian.“Tidak. Paling kita hanya akan mengunjungi tiga tempat saja kan?” Elo