Share

The Potential Client

Elora meminta Caspian untuk mengantarkannya ke apartemen, karena Elora baru saja ingat kalau dia harus mempersiapkan diri. Ada calon klien yang potensial, dan ini adalah pekerjaan terakhir sebelum Elora mengambil cuti panjang. Jadi Elora harus bisa menyukseskannya.

Sebenarnya ini adalah ide buruk karena Caspian jadi tahu dimana Elora tinggal. Tapi Elora tak punya pilihan lain.

“Terima kasih. Kau boleh pulang.” Elora mengatakannya sembari membuka pintu mobil. Tentu saja Caspian tak melepaskannya semudah itu. Dia menangkap pergelangan tangan Elora, membuat Elora terhenti.

Elora menengok untuk menatap jemari Caspian yang melilit pergelangan tangannya.

“Lepaskan,” desis Elora dari balik geliginya yang mengatup.

“Ada hal penting yang ingin kusampaikan.”

“Apa?” Elora menyentakkan tangan agar terlepas dari cengkeraman Caspian.

“Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku.”

Elora butuh waktu sejenak untuk menjawab pertanyaan itu. “Terima kasih, tapi aku punya teman yang bisa diandalkan.”

“Temanmu tidak akan bisa mengatasinya. Kau hanya bisa meminta tolong padaku.”

Elora mematri pandangannya pada wajah Caspian yang kini kelihatan lebih serius dari yang sudah-sudah. Elora tak mengatakan apapun untuk menanggapi pernyataan itu karena dia tak mengerti apa yang Caspian maksud, dan Elora tak mau tahu.

Elora tak ingin lagi mendengar racauan gila Caspian soal manusia serigala dan bahwa mereka adalah jodoh.

Elora segera turun dari mobil sebelum Caspian menahannya lagi.

*

Elora meminta Javier untuk menjemputnya begitu Elora siap. Saat masuk ke dalam city car warna putih milik Javier, Javier bersiul senang.

“Aku paling suka melihatmu dalam mode ‘bertemu calon klien’ ketimbang dalam mode ‘mengerjakan proyek’.”

Elora mengenakan mini dress berwarna pastel yang ditumpuk dengan crop top berwarna hitam. High heelsnya punya warna yang senada. Riasan Elora memberikan kesan misterius, profesional, dan menggoda. Rambutnya dibiarkan tergerai, rapi dan wangi, begitupun dengan tubuhnya yang tak luput dari semprotan parfum.

“Ya, semoga saja calon klien kita juga suka.” Elora menyibakkan rambut dengan penuh gaya, hingga membuat Javier terkekeh.

“Aku benar-benar bersemangat untuk pengerjaan proyek kali ini. Sepertinya baru kali ini kita mengerjakan iklan untuk sebuah perkebunan anggur.” Javier mulai berbicara saat mobil melindas jalan raya, membawa mereka ke pusat kota.

“Iya. Ada banyak ide di kepalaku. Kau tahu kan? Begitu banyak sampai aku bingung harus mengajukan konsep yang mana.”

“Ya, aku sudah membacanya semuanya. Benar-benar gila. Tapi yang kau pilih menurutku yang paling baik. Tidak terlalu ekstrem, tapi tetap menarik. Mengingat iklan ini lebih ditujukan kepada wisatawan. Mereka tidak akan suka dengan konsep iklan yang terlalu melenceng.”

Elora mengangguk-angguk setuju. Tiba-tiba saja perut Elora berbunyi, dan dia jadi ingat kalau sedari tadi pagi dia belum makan apa-apa. Kejadian kemarin membuatnya lupa pada hal-hal mendasar dalam hidup, seperti makan misalnya.

“Mau makan dulu?” tawar Javier.

Elora menggeleng tegas. “Nanti kita terlambat.”

Javier tak bisa membantah itu, waktunya memang sudah mepet. Dia pun menekan pedal gas lebih dalam agar segera sampai di kantor.

*

“Kliennya sudah datang.” Pemberitahuan dari resepsionis menyambut Elora dan Javier begitu mereka masuk ke lobi.

Javier melirik arlojinya. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum waktu perjanjian. “Sudah lama?” dia bertanya. Yang ditanya menjawab ‘baru saja datang’ dengan suara lirih.

Elora dan Javier berlari kecil menuju ke ruang pertemuan di lantai dua. Mereka sampai bersamaan dengan perwakilan dari Account Executive, Brena, seorang wanita yang selalu berpenampilan serius dengan rambut pirang yang lurus dan berkilau seperti air terjun.

Brena mengacungkan satu jempol pada Elora sebelum membuka pintu ruang pertemuan. “Idemu luar biasa,” pujinya tulus.

Elora mengangguk dengan anggun. “Terima kasih.”

Mereka bertiga pun masuk dalam urutan ke ruang pertemuan. Elora menjadi yang terakhir, dan begitu ia menutup pintu lalu berbalik, Elora nyaris saja melompat seperti kucing yang ekornya diinjak.

Caspian, duduk di kursi yang ditujukan untuk para klien, bersama seorang lelaki, mungkin asistennya. Sedang apa dia di sini? Kalau memang dia yang menjadi model untuk proyek kali ini, bukankah dia tidak perlu ikut pertemuan?

“El,” panggil atasannya, Charlie, saat Elora tak kunjung duduk dan hanya mematung di depan pintu.

Elora mengerjap satu kali. Ia harus kembali pada kesadaran penuh, bersikap profesional dan menunjukkan sisi terbaik dirinya.

Elora tersenyum sopan pada Caspian dan koleganya, kemudian dia menuju ke kursi di sebelah Charlie. Sialnya, kursi yang ia duduki tepat berada di seberang Caspian. Perkataan Caspian soal jodoh kembali bermain di benak Elora.

“Baiklah, semua sudah berkumpul. Mungkin kita perlu berkenalan terlebih dahulu?” Charlie menepuk kedua tangannya untuk menyingkirkan kesunyian. “Caspian, tentu Anda sudah mengenal Brena, karena dia yang menjembatani perusahaan Anda dengan kami. Dan konsep iklan yang kami kirimkan kepada Anda merupakan hasil dari Elora, Direktur Kreatif kami.” Charlie menepuk-nepuk pundak Elora dengan bangga. “Percayalah, pekerjaan El tak pernah mengecewakan.”

“Tentu saja. Aku sudah pernah merasakan bagaimana dia bekerja.”

Pernyataan Caspian terdengar ambigu, dan Elora merasakan wajahnya panas membara. Pikirannya melayang pada kejadian tadi pagi. Mereka berdua, tanpa busana di atas ranjang … sebenarnya apa yang telah terjadi?

Sepertinya bukan Elora saja yang merasa pernyataan Caspian punya banyak arti. Charlie mengerutkan kening dan sedikit menarik kepalanya ke belakang. “Maksud anda?” tanyanya.

“Beberapa hari yang lalu aku menjadi model untuk iklan pakaian dalam yang kalian kerjakan.” Saat Caspian mengatakan itu, matanya tertuju pada Elora. “Seharusnya kalian ingat.”

Charlie menjentikkan jari penuh semangat. “Ah! Ya, tentu saja! Seseorang mengatakannya padaku tadi saat dia melihatmu. Madison? Ya, ya. Madison yang mengatakannya. Dia menjadi kepala proyek untuk iklan itu kan?” Charlie memberikan pertanyaan itu entah untuk siapa.

“Kalau begitu, bisa langsung kita mulai saja?” Seseorang di samping Caspian, lelaki berwajah garang dengan garis rahang yang tegas, rambut hitam sepanjang bahu, memberikan pertanyaan dengan nada tidak sabar.

“Zed,” tegur Caspian. Zed sepertinya tak peduli dengan peringatan halus dari Caspian. Dia masih saja menyorotkan tatapan tajam, memberikan kesan pria yang tak suka basa-basi.

“Oh! Tentu saja. Maaf sudah menyita waktu kalian dengan pembicaraan tak penting.” Charlie meraih map di depannya, begitupun dengan yang lain, dan mulai membaca konsep iklan yang sudah dipersiapkan oleh Elora.

Walaupun Caspian sudah sah menjadi klien Dreamcatcher, tetapi Elora masih was-was karena klien bisa saja menolak gagasan iklan yang ditawarkan dan meminta untuk diubah. Yang melelahkan adalah jika mereka meminta banyak tuntutan perubahan dalam waktu yang singkat.

“Jadi konsep iklan kali ini sebenarnya cukup sederhana. Pasangan yang menghabiskan waktu menjelajah keindahan alam Queenstown, dan menutup hari mereka dengan menikmati anggur di perkebunan milik Anda, Caspian. Kami sudah menyiapkan daftar nama model yang cocok untuk—“

“Tidak perlu.” Perkataan Charlie langsung dipotong oleh Caspian.

Semua orang mendongak. “Tidak perlu?” Charlie membeo.

“Ya. Aku sudah punya calon modelnya. Aku akan menjadi model prianya, dan untuk model wanitanya—”

Tidak. Tidak. Jangan menatap ke arahku. Elora mengerang dalam hati. Ingin rasanya ia bersembunyi ke kolong meja saat Caspian mengarahkan pandangannya padanya.

“Elora. Aku mau Elora menjadi model wanitanya.”

*

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
karakter Caspian misterius, itu benar. aku blm bisa nebak, tapi yang jelas dia dominan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status