Share

Harta milikku

#BUKAN_MENANTU_BODOH

#PART_3

Hari ini, Mas Aksa rencananya akan membawa Ibu pulang dari rumah sakit. Ia memintaku memasak makanan kesukaan ibu, yakni soto ayam.

Sesungguhnya sakit dalam hatiku membuat aku sedikit ragu memberikan masakan untuk beliau tapi, sudahlah, aku harus bisa melewati ini semua.

Suara deru mesin memasuki halaman rumah sesaat setelah aku selesai memasak dan menyiapkan semuanya.

"Assalamualaikum," sapa Mas Aksa dari balik pintu.

"Waalaikumsalam," jawabku seraya berjalan ke arah pintu depan.

"Mas ...!" ucapku tak percaya.

Bukan hanya Mas Aksa dan ibu yang ada di balik pintu tapi, ada seorang wanita cantik pula bersama mereka. Aku yakin, wanita itu yang bernama Dinda. Hatiku terasa perih melihat pemandangan itu. Dinda menggandeng tangan Ibu dengan hati-hati. Matanya sinis menatapku dengan wajah cantiknya.

Ya, parasnya begitu cantik dan mempesona. Tinggi badannya memang terlihat serasi jika bersanding dengan Mas Aksa. Namun, Mas Aksa adalah suamiku. Dan aku masih Sah menjadi istrinya.

"Kita masuk dulu Dek," ujar Mas Aksa.

"Ayok Din, masuk!" ajak ibu sembari terus menggenggam tangan Dinda.

Sejujurnya hati ini begitu iri melihatnya, selama dua tahun. Ibu bahkan tak pernah menggandeng tanganku sebagai menantunya. 

"Ini rumah hasil kerja Aksa, ya meski nyicil tapi, cicilannya sudah lunas kok Din," terang ibu.

"Aah ibu, semua juga berkat Reni yang mengatur keuangan," puji Mas Aksa.

"Kalau kamu gajinya kecil juga gak mungkin lah Sa, kamu bisa punya rumah ini. Semua itu atas kerja keras kamu!" sanggah ibu sembari menatap tajam kedua netraku.

"Ajak Ibu istirahat dulu Mas, kan Ibu masih sakit," sindirku.

Ibu terlihat gugup saat aku mengatakan hal tersebut, harusnya ia merasa orang yang sakit bahkan sempat sekarat tidak mungkin berkata sepedas itu, apalagi dengan intonasi tinggi.

Lagipula aku tak butuh pujian dari Mas Aksa, mulutnya memujiku tapi, hatinya menjatuhkan aku. Itu sangat membuatku muak.

"Mari Bu, saya antar ...!" ajak Dinda dengan intonasi lembut.

"Makasih ya Din, kamu udah ngerawat Ibu ..." ucap Ibu sembari melirik ke arahku.

Semakin sakit rasanya hatimu ini, Dinda yang baru saja datang justru terlihat sangat di sayang. Sedangkan aku, aku yang merawat ibu dan memberikan berbagai macam kebutuhan nya justru di perlakukan layaknya pembantu.

"Dek, aku berangkat kerja ya, titip Ibu," pamit Mas Aksa yang tiba-tiba bersuara saat aku tengah memperhatikan langkah Dinda.

"Iya Mas," jawabku singkat.

"Mas ... Mas Aksa!" panggil Dinda seraya berlari.

Aku menoleh dan menatapnya dengan tajam. Ada apa wanita ini memanggil suamiku seperti itu.

"Mas, aku nitip susu ya buat Ibu nanti," pinta Dinda.

"Makasih ya Din, kamu udah perhatian banget sama Ibu aku," ungkap Mas Aksa sembari membelai pipi gadi tak tahu malu itu.

"Mas!" sentakku tajam.

"Dek, kamu masih disini?" tanya Mas Aksa gugup.

"Yaudah Mas, jangan lupa titipan aku ya!" ucap Dinda sembari pergi meninggalkan kami berdua.

Aku pun hanya menatap tajam netta Mas Aksa, tak ada permintaan maaf Mas Aksa langsung pergi dan berlalu meninggalkan aku dengan perasaan terluka.

"Reni!" 

Suara ibu memanggil dengan intonasi tinggi. Aku segera berlari mendekat.

"Ada apa Bu?" tanyaku saat sampai di kamar ibu.

"Kamu sudah tahu kan, ini Dinda calon istri Aksa," jelas ibu tanpa perduli perasaanku.

"Ya Bu, aku tahu," jawabku datar meski sakit begitu tak tertahankan.

"Sekarang kamu tahu kan, kenapa Dinda begitu pantas bersanding dengan Aksa dibanding dengan kamu!" sentak beliau.

"Kita bicarakan nanti saja Bu, dengan Mas Aksa!" tegasku.

"Dasar sombong!" cetus ibu yang terdengar samar saat aku membalikkan badan hendak menuju ke kamar.

Hari ini, kalian boleh tertawa di atas luka di hatiku tapi, lihatlah besok. Jangan harap aku akan menerima permintaan maaf dari kalian semua!. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status