Share

Rencana Nakal

#BUKAN_MENANTU_BODOH

#PART_5

"Pasti ini cuma akal-akalan kamu aja kan!" sentak Ibu mertuaku.

"Maksud Ibu?" tanyaku tak percaya.

Selama ini, aku selalu mengalah pada seorang wanita yang aku pikir bisa menjadi pengganti sosok Ibu kandungku. Ternyata Ia tak lebih dari seekor ular yang hanya menginginkan orang di sekelilingnya mati.

"Kamu sakit hati kan, karena Aksa akan saya jodohkan dengan Dinda!" jelas Ibu mertuaku.

"Kalau itu, iya, jelas saya sakit hati Bu!" ucapku mantap.

Aku tatap kedua netra Mas Aksa. Ia tampak ketakutan karena apa yang selama ini ia sembunyikan terbongkar sudah.

"Dinda, tenang saja, rumah ini akan menjadi milik kamu dan Aksa!" seru ibu mertuaku.

Aku hanya tertawa sinis mendengar pembicaraan Ibu dan Dinda. Aaah, memang Dinda hanya mengincar harta Mas Aksa saja.

"Tidak Bu, rumah ini hadiah pernikahan dari orangtua Reni"

Suara Mas Aksa membuat Ibu dan Dinda tercekat. Mereka berdua hanya menatapku tak percaya, bahkan, aku yang sebelumnya masih berusaha bersikap baik, kini tak mampu lagi menyembunyikan rasa sakit di hatiku.

"Ibu mau Mas Aksa menikah dengan Dinda? silahkan, saya tidak akan menghalangi niatan Ibu. Jika itu memang yang terbaik menurut ibu, lakukanlah," ucapku dengan nada setenang mungkin.

Aku tahu, menghadapi manusia macam ini, harus dengan cara yang cantik agar mereka tidak lagi semena-mena dengan kita.

"Aduh Sa, dada Ibu sesak banget!" keluh Ibu.

Alasan apalagi ini?. Semenjak tahu Ibu menipuku dengan mengatakan beliau sakit dan ternyata semua baik-baik saja, sejak itu pula, aku tak pernah berniat lagi percaya pada semua ucapan Ibu.

"Bawalah calon mertuamu ke kamar, biarkan beliau istirahat, dan kamu Mas jatuhkan talakmu sekarang juga. Agar aku bisa bebas dari kamu dan Ibu kamu, dan segeralah menikah dengan Dinda agar tak terjadi fitnah!" tegasku.

"Ren, kita bisa bicarakan lagi," pinta Mas Aksa.

"Sudah Mas, aku menunggu talakmu," ucapku.

"Baiklah Ren, detik ini aku talak kamu dengan talak satu, aku haramkan diriku menyentuh diri kamu," lirih Mas Aksa.

Perih rasanya hatiku mendengar ucapan tersebut. Meski aku yang meminta tapi, ternyata menghadapi kenyataan tak semudah yang aku perkirakan.

Aku beruntung karena aku dan Mas Aksa belum memiliki momongan. Aku tak harus repot mengurus hak asuh anak. 

"Masalah harta gono gini, aku tidak menuntut apapun. Uang yang ada di tabungan kamu, bawalah, aku hanya minta yang sudah jelas milikku," cetusku.

Mas Aksa mengangguk lemah, seketika aku lirik wajah Dinda yang terlihat pucat karena mendengar semuanya.

"Dinda, aku lepaskan suamiku untuk kamu, aku harap kamu sudah cukup puas menerima kehancuran rumah tanggaku!" sentakku.

Dinda hanya melengos, tanpa mau menjawab apapun yang aku katakan. Lalu, ia membawa tubuh tambun Ibu ke dalam kamar. Karena nafas ibu yang semakin tersengal.

Entahlah, itu sandiwara atau bukan, yang pasti, aku tak ingin lagi tahu masalah mereka.

"Ren, ijinkan aku tinggal sampai kami menemukan tempat tinggal baru," mohon Mas Aksa.

Aku tersenyum kecut mendengar permintaan Mas Aksa. Aaah, bukankah bisa mencari kontrakan? lagipula, rumah macam apa yang akan ia beli jika uang di rekeningnya tidak mencapai lima puluh juta.

Namun, seketika otak nakalku berselancar. Biarkan saja mereka tinggal agar aku bisa leluasa memberikan sedikit pelajaran untuk mereka.

"Terserah kamu Mas," ucapku sembari bangkit dari tempat duduk.

Aku biarkan Mas Aksa duduk sendiri di ruang keluarga. 

"Tidurlah di kamar tamu!" teriakku saat hendak menutup pintu kamar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status