Share

Sakit Ini

Keesokan harinya.

Hembusan angin sejuk itu menyeludup masuk ke ceruk lehernya, surai hitamnya terbawa angin. Matanya panas dan sembab. Semalam dia menangisi semuanya yang terjadi padanya. Ia mengelus perutnya, sesuatu bergerak di perut itu membuatnya tersenyum. Hanya anak itu harapan dan kenang-kenangannya. Dia menyandarkan kedua tangannya ke pagar pembatas itu. 

Sudut bibirnya tertarik, baru sekarang pemandangan itu sangat indah. Suaminya tengah bersama dengan wanita lain. Menikmati dengan senyuman indahnya.

"Kamu tampan juga, tapi sayang senyuman itu bukan milik ku."

Hah 

"Nyonya." Sapa Emelin, ia sangat khawatir pada keadaannya majikannya. Tadi malam majikannya tidak ingin di ganggu oleh siapa pun.

Mata Emelin mengikuti tatapan Duchess Anabella. "Bukankah pemandangannya sangat indah." Duchess Anabella mendongak agar air matanya tidak terjatuh. "Bunga mawar yang sangat indah."

"Nyonya harus kuat demi tuan muda."

"Aku kuat, maka dari itu cukup sekarang aku menangis. Sepertinya dia memang pantas untuk keluarga Duke."

Tanpa sadar Duke Alex mendongak ke arah balkom, tempat Duchess Anabella dan Emelin. Dia tersenyum dengan memamerkan deretan giginya.

"Duchess," 

"Tuan, aku merasa tidak enak hati. Apa sebaiknya aku tidak tinggal di sini? Dia wanita yang baik."

Duke Alex tersenyum, dia mengiyakan perkataan wanita di depannya. Selama ini Duchess Anabella tidak pernah marah dan mengeluh. Pernah dia menegur Duchess Anabella karena telah masuk ke dalam kamar pribadinya. Duchess Anabella meminta maaf dan tidak marah. Seharusnya sebagai istri Duchess Anabella berhak.

"Dia sangat baik, dia sangat penyabar. Apa kamu tahu, dia sering khawatir pada ku. Karena aku sering sekali pulang malam gara-gara pekerjaan menumpuk." Duke Alex tertawa lebar. Kekhawatiran Duchess Anabella sangat menggemaskan baginya. Hatinya merasa teduh melihat senyumannya dan kekhawatirannya.

Floria menunduk, ia melihat bola mata hitam itu sangat tenang dan bahagia menyebut namanya saja. Jujur saja dia cemburu, tapi tidak mungkin dia menghancurkan kebahagiaan mereka.

"Apa Duchess sudah sarapan? Aku tidak melihatnya."

"Pelayan." Panggil Duke Alex seraya berteriak. 

"Saya tuan."

"Apa kalian sudah menyiapkan sarapan untuk Duchess? Aku tidak melihatnya saat sarapan tadi."

"Tuan, tadi saya melihat pelayan Emelin membawa sarapan untuk Nyonya."

Duke Alex mengangguk, ia merasa khawatir karena tidak melihatnya. Dia kembali melihat ke balkom. Sudah tidak ada sosok yang ia cari.

"Sebaiknya Tuan melihatnya lansung."

Duke Alex mengerutkan dahinya. Hatinya memang ingin melihatnya, tapi pikirannya menolaknya.

"Tuan harus melihatnya, saya tidak apa-apa."

Duke Alex menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Benarkah, apa kamu tidak keberatan."

Floria menggeleng. "Tidak, Nyonya dalam keadaan hamil. Dia butuh perhatian Tuan."

Duke Alex memikirkan perkataan Floria. Istrinya memang lagi hamil. Bukankah dia harus perhatian sebagai suaminya. "Jika kamu butuh apa-apa, panggil pelayan. Aku ingin menemuinya."

Tanpa menunggu jawaban Floria, Duke Alex langsung pergi. Sementara Floria tersenyum samar. Ia bisa melihat ada cinta di mata Duke Alex. "Kamu berubah Tuan, kamu bukan yang dulu. Duchess Anabella sudah ada di hati mu. Tanpa kamu menyadarinya."

Sedangkan Duke Alex yang sudah sampai di kamar Duchess Anabella. Dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu dulu. "Duchess."

Duchess Anabella bangkit dari kursi riasnya. "Ada apa Tuan?"

"Apa kamu sudah sarapan? Kamu harus menjaga kesehatan mu."

"Aku sudah sarapan Tuan. Aku ijin keluar sebentar." Ucap Duchess Anabella memberikan hormat dan langsung bergegas pergi tanpa mendengarkan jawaban Duke Alex.

Sebaiknya aku menghindar, akan lebih mudah bagi ku melepaskannya batin Duchess Anabella.

Duchess Anabella memutar lehernya, ia mengembangkan senyuman lembut ke arah wanita yang sedang melihatnya. Dia menoleh ke belakang, menatap bangunan berlantai dua dan megah itu. Semua kenangan harus ia tinggalkan dan harus ia lupakan. Ia tidak boleh menoleh ke belakang lagi demi putranya.

Kereta itu keluar dari halaman utama. Ia menyingkapi gorden berwarna gold itu, melihat ke arah luar. Kereta kuda itu semakin menjauh seiring bangunan megah itu menjauh. "Aku melihat kita sudah menjauh Emelin."

"Nyonya,"

"Selama ini dia berusaha membuat ku merasa nyaman. Meskipun dia tidak mencintai ku. Setidaknya aku pernah di hargai, bukan." Duchess Anabella menghapus air matanya di pipi mulusnya itu. "Aku bahagia kan."

"Nyonya, kita akan meninggalkan kediaman Duke. Saya akan ikut dengan Nyonya. Bagi saya, Nyonya adalah seorang dewi. Penolong bagi saya." Ucap Emelin. Ia ingat betul, Duchess Anabella menolongnya dari kelaparan. Ia hanyalah seorang anak yatim piatu. Saudaranya mengusirnya setelah keluarganya meninggal.

"Emelin, kamu bisa hidup dengan nyaman. Aku bukanlah seorang Duchess lagi dan tentunya aku tidak bisa membayar mu. Kamu bisa menikah dan hidup bahagia. Apa lagi usia mu sudah memasuki kedewasaan." Ucap Duchess Anabella. Di kekaisaran ini setiap orang yang berumur 15 Tahun sudah memasuki kedewasaan. Biasanya jika bangsawan mereka akan melakukan upacara kedewasaan di istana.

Emelin menggeleng cepat. "Tidak Nyonya, saya akan ikut dengan Nyonya. Apa pun yang terjadi."

Duchess Anabella memegang kedua tangan Milea yang berada di depannya. "Terima kasih, karena kamu setia menemani ku. Aku tidak memiliki siapa pun lagi. Saat kita pergi, aku tidak ingin kembali ke kediaman Baron. Aku akan tinggal bersama Bibi ku." Ia melepaskan genggaman tangannya.

"Bicara tentang bibi, aku sudah lama tidak mengabarinya."

Kereta kuda pun berhenti di salah satu toko. Pelayan Emelin turun lebih dulu, kemudian dia menjulurkan tangan kanannya. Menyambut tangan Duchess Anabella. 

Duchess Anabella pun mengedarkan pandangannya. Ia bisa melihat banyak bangsawan yang keluar masuk dari dalam toko. Bahkan dia juga bisa melihat beberapa bangsawan yang sedang berbincang-bincang.

"Ayo,"

Duchess Anabella memasuki salah satu toko gaun yang sudah menjadi langganannya. Ia memilih sebuah gaun. Tatapannya terkunci ketika melihat gaun berwarna hijau dengan pita di lehernya dan terdapat batu safir.

"O, Duchess Anabella."

Duchess Anabella tersenyum melihat Nyonya Viscountess Maya dan Viscount Alband.

"Apa Nyonya datang ke sini sendirian?"

"Iya Nyonya Viscount." Jawab Duchess Anabella.

"Apa Nyonya juga ingin membeli gaun? Saya tersanjung ketika Nyonya membeli gaun untuk wanita yang baru datang kediaman Duke. Saya dengar, wanita itu adalah kekasih Duke Alex. Saya salut sama Nyonya masih bertahan di kediaman Duke."

Bagaikan di hunus pedang, air mata itu kembali menegang. Sakit dan perih itulah yang ia rasakan. Kembalinya kekasih Duke telah menyebar luas. "Aku ingin membelinya sendiri."

"Ah, maaf Nyonya saya tidak tau. Saya pikir Nyonya membelikannya untuk Duke." Ucapnya tak enak hati. Ia menatap sang suami dan mengangguk. "Baiklah Nyonya. Sekali lagi saya minta maaf. Saya bukan bermaksud menyinggung Nyonya. Silahkan Nyonya memilih gaunnya." Sambungnya kembali. Lalu menggandeng lengan suaminya.

"Beli gaun ini dan aku akan memberikannya pada Nona Floria." Ucap Duchess Anabella seraya meremas gaunnya. Setelah ini apa lagi yang ia harus hadapai? Ejekan para wanita bangsawan atau yang lainnya.

"Tapi Nyonya,"

"Jangan membantah, aku ingin segera pulang."

"Ba-baik." Ucap Emelin. Ia merasa kasihan pada majikannya yang sudah di hina seperti tadi. Ia berjanji akan menjaga Duchess Anabella selama nafasnya masih ada.

Setelah membeli gaun berwarna hijau itu. Selama di perjalanan Duchess Anabella diam, ia merunungkan perkataannya wanita bangsawan tadi. Benar, semuanya harus di lewati. Dalam hatinya berdoa, kapan semuanya akan berakhir? Sampai kapan dia akan bertahan?

Duchess Anabella turun dari keretanya, ia melangkah dan tepat di ruang tamu tidak ada siapa pun. Ia pun menuju ke ruangan kerja Duke Alex. Tangannya berniat membuka pintu bercat putih itu. Namun gugup ketika mendengarkan kedua orang yang sedang tertawa.

Krek 

Kedua orang itu menoleh, "Duchess."

"Ada apa?" Tanya Duke Alex dengan lembut. Ia merasa senang dengan kedatangan Duchess Anabella ke ruang kerjanya.

"Nona Floria, kebetulan tadi aku ke toko gaun. Aku rasa gaun ini cocok untuk mu."

Entah kenapa perasaan Floria tidak enak. Ia merasa Duchess Anabella sedang menyembunyikan kesedihannya. "Tapi gaun itu cocok untuk Duchess."

"Tidak cocok, gaun itu lebih cocok untuk mu." Ucapnya datar.

Duke Alex tersenyum senang. Duchess Anabella mau menerima Floria dengan ramah. 

"Flo, ambilah. Gaun itu cocok untuk mu." Duke Alex pun meraba gaun itu dan mendekat ke arah Floria.

Pasangan yang sangat indah batin Duchess Anabella.

Floria mengambil gaun itu. Sejenak dia memandang Duchess Anabella. Sedangkan Duchess Anabella langsung pergi meninggalkan kedua sejoli itu. Ia tidak kuat melihat semuanya. Sakit ini perlahan-lahan membunuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status