Share

Tragedi Ruang Makan

Kesatria Luis mengantarkan Dokter pribadi kediaman Duke ke kamar Duchess Anabella. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu kokoh itu. Dari dalam kamar, terdengar langkah tergesa-gesa mendekati mereka.

"Tuan," ujar Zoya seraya membuka pintu. Ia menoleh. "Maaf, Nyonya tidak ingin di ganggu."

"Tapi, Nyonya harus di periksa." Ucap Kesatria Luis.

"Aku tidak butuh pemeriksaan Dokter. Biarkan luka ini terlihat. Luka ini tidak sebanding apa yang Tuan Duke perbuat." Ucap Duchess Anabella seraya berjalan menghampiri Kesatria Luis dan pria paruh baya itu.

"Nyonya, biar saya memeriksa keadaan Nyonya." Sanggah pria berjas putih itu. Ia merasa iba melihat kondisi Duchess Anabella. Semua orang pun sudah mendengar rumor tentangnya. Apa lagi dirinya, tentu ia merasa prihatin. "Tolong, Nyonya."

"Pergilah, aku tidak ingin di ganggu. Emelin yang akan mengobati ku." Duchess Anabella tersadar apa yang ia ucapkan. Biasanya Emelin akan melakukannya. Luka sekecil apa pun dia akan heboh mengambil obat. "Maksud ku, biarkan Zoya yang mengobati ku. Luka ini tidak akan membuat ku mati," Duchess Anabella tidak melanjutkan perkataannya. Setiap mengingat Emelin. Ia terus terbayang dengan wajahnya. "Tapi luka ini akan membunuh ku secara perlahan-lahan." Gumamnya pelan. Ia membalikkan tubuhnya menuju teras depan. Kejadian demi kejadian membuat hidupnya seperti di neraka. 

Sedangkan Kesatria Luis, ia pun langsung melaporkan pada Duke Alex tentang penolakan Duchess Anabella. Duke Alex yang mendengarnya pun merasa bersalah. Tidak seharusnya dia menghukum Emelin membuat istrinya marah. Seolah tidak akan ada lagi kelembutan di matanya. "Aku akan menemuinya."

"Tuan, sebaiknya untuk saat ini. Biarkan Duchess Anabella berfikir jernih."

Duke Alex membenarkan perkataan Kesatria Luis, tetapi ia tidak sabar ingin menemui Duchess Anabella, mejelaskan semuanya. Ia menghela nafas panjang. "Baiklah."

Kini malam telah tiba. Duke Alex menyuruh pelayan memanggil Floria sekaligus Duchess Anabella. Floria tiba di di ruang makan ini. Duke Alex menyambut hangat kedatangannya. Ia menaruh sup daging ayam di piring Floria. "Makanlah dengan lahap."

Sementara di ambang pintu. Duchess Anabella melihat semuanya. Ia muak dan muak pada kedua orang itu. Tidak bisa di bohongi, hatinya sangat merasakan sakit. Sebenci apa pun,  hatinya masih mengukir nama Duke Alex. 

Kedatangan Duchess Anabella membuat keduanya berhenti. Duke Alex tersenyum, "Duchess ini makanlah." Duke Alex mengambil sup daging itu. Dia menaruh di piring Duchess Anabella.

"Zoya, siapkan piring lainnya. Aku tidak berselera."

Deg

Duke Alex yang masih memegang sendok. Tangannya bergetar. Kali ini Duchess Anabella benar-benar tidak melihatnya. "Duchess aku,"

Zoya diam, ia melirik ke arah Duke. Ia tak enak hati, posisinya serba salah.

"Zoya, apa kamu tidak mendengarkan perkataan ku? Ambilkan piring lainnya."

"Ba-baik, Nyonya."

"Tidak perlu, Duchess harus memakannya."

Zoya menghentikan langkahnya.

"Zoya, kenapa berhenti? Cepat ambilkan piring lainnya." Bentak Duchess Anabella mendekik tajam.

"Duchess!" Dengan suara meninggi.

"Apa Tuan menyuruh ku untuk memakan sesuatu yang sama dengan nona Floria? Apa Tuan tau makanan kesukaan ku? Warna kesukaan ku? Bunga kesukaan ku, tidak, kan." Duchess Anabella menatap wanita di depannya yang menunduk.

"Jadi jangan menyuruh ku untuk makan yang sama dan menuruti sesuai selera mu, Tuan. Apa yang Tuan suka? Belum tentu aku menyukainya." Duchess Anabella berdiri. Ia melenggang pergi dari ruangan itu. Biarkan ia terlihat buruk karena ketidak sopanannya. Percuma saja, di mata bangsawan namanya sudah buruk. Lalu apa yang harus di pertahankan selain harga dirinya saat ini. 

Duchess Anabella menyilangkan kedua tangannya di dadanya seraya mengelus lengannya. Angin malam menyeruak memasuki kain putih di tubuhnya. Kulitnya merasakan dingin, tapi hatinya merasakan panas. Dinginnya angin malam tidak membuat hatinya dingin. Hembusan angin malam itu membuat air matanya yang jatuh terbawa angin. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengeluarkan air matanya agar hatinya tidak merasakan sesak sedikit pun.

"Nyonya, angin malam tidak baik untuk Nyonya dan bayi Nyonya."

Duchess Anabella mengangguk, ia sudah cukup melihat hamparan langit di penuhi bintang. 

Duchess Anabella menaiki ranjangnya, tangan Zoya dengan cepat menarik selimut putih itu menutupi tubuh Duchess Anabella sampai ke dadanya. Perlahan-lahan Duchess Anabella menutup matanya. Matanya terasa panas karena sering mengeluarkan rasa sesak di dadanya.

Zoya memandang wajah teduh dan cantik. Seandainya Emelin masih hidup, sahabatnya itu akan menceritakan semua yang di alami oleh Duchess. Kadang sahabatnya itu menangis mengingat guncangan yang di alami Duchess Anabella. "Tidurlah, semoga mimpi indah."

Zoya keluar dari kamar Duchess Anabella. Ia menutup handle pintu itu dengan hati-hati agar tidak mengganggu Duchess Anabella. Namun saat dia membalikkan badannya. Matanya berpapasan  dengan Duke Alex. "Tuan,"

"Apa Duchess sudah tidur?" tanya Duke Alex.

"Baru saja tidur, Tuan." Jawab Zoya. 

"Aku ingin menemuinya."  Zoya meminggirkan tubuhnya. Ia mengelus dadanya, ia berharap kedatangan Duke Alex tidak memicu pertengkaran lagi. Ia merasa kasihan, setiap saat hanya ada tangisan dan isakan di bibir Duchess Anabella.

Sedangkan Duke Alex, langkahnya mendekati ranjang yang mulai di tutupi kelmabu kain berwarna putih dengan ukiran bunga mawar putih. Ia menyingkapi kelambu itu, matanya meneliti setiap sudut wajah di depannya. Ia menggerakkan tangannya, menghapus jejak air matanya. Kedua kakinya menekuk di sisi ranjang, tangannya menggenggam tangan kiri kanan wanita di depannya. "Aku minta maaf, aku tidak tau kepergian Emelin membuat mu sesedih ini. Aku, aku sangat minta maaf." Ia mencium tangan lembut itu dengan butiran air yang meluncur di pipinya. Hidupnya seakan sepi saat wanita ini mendiaminya. 

"Duchess."

Ia mengelus pipinya, membaringkan kepalanya di bantal yang sama, membenamkan di ceruk lehernya. "Aku minta maaf, seandainya aku tidak menghukum Emelin. Kamu tidak akan mendiami ku seperti ini. Selama ini aku tidak pernah merasakan kemarahan mu. Akhirnya aku merasakannya."

Mata itu terbuka dengan air mata keluar, bukan hanya kematian Emelin yang membuatnya sedih, tetapi, kedatangan wanita masa lalunya. Ia memejamkan matanya kembali. Ia berusaha menahan isak tangisnya. 

Duke Alex  berdiri, lagi-lagi ia menghapus air mata Duchess Anabella. "Kepergiannya membuat mu sesedih ini." Duke Alex berjalan memutari ranjangnya. Ia menaiki ranjang itu di sisi lainnya. Dengan hati-hati, membaringkan tubuhnya. Ia mengelus perut buncit Duchess Anabella. Tangannya merasakan pergerakan sesuatu di dalam perut itu. Anaknya merespon setiap pergerakannya.

"Dia, dia." Duke Alex mendekatkan telinganya. Seolah anaknya berbicara sesuatu. Ia mengelus lagi dan mencium perut buncit istrinya.

Emm

Lenguhan Duchess Anabella membuat Duke Alex langsung memundurkan kepalanya. Ia melihat mata Duchess Anabella yang masih tertutup. "Untung saja, jika dia membuka matanya. Pasti aku akan menjadi daging panggang." Ucap Duke Alex seraya mengelap keringat di dahinya. Ia pun membaringkan tubuhnya di sisi Duchess Anabella tepat di samping dadanya. Ia mendongak dan kembali mengelus pipinya. Matanya mulai lelah sedangkan tangannya ia biarkan tetap mengelus Duchess Anabella sampai dengkuran halus itu mulai terdengar.

Duchess Anabella membuka kembali matanya, lalu menggenggam tangan yang masih menyentuh pipinya. Ia menatap wajah Duke Alex, tidak pernah ia bosan melihat wajah tampan itu. "Apa dia bisa tidur tanpa menggunakan bantal?" 

Duchess Anabella mengambil bantal di sampingnya. Namun tidak memungkinkan, Duke Alex malah memeluknya. "Kenapa dia masih belum mengganti bajunya?" Duchess Anabella beringsut duduk. Ia membuka kancing baju kebesaran Duke Alex.

"Duchess." Gumam Duke Alex mencari kehangatan di tubuh istrinya.

Duchess Anabella diam mematung, ia membaringkan tubuhnya. Menjadikan tangan kirinya bantal untuk kepala Duke. Mengelus kepalanya layaknya seorang anak kecil. Ia begitu sangat menyayangi dan mencintai Duke Alex, tetapi keadaannya tidak bisa membuat mereka bersatu. "Terima kasih, mengenal mu. Aku jadi tau apa itu cinta." Duchess Anabella mencium kening Duke Alex. "Semoga kamu bahagia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status