Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.
Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta.
"Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba.
"Apa?" tanya Galuh bingung.
"Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"
Cup.
Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.
Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi.
"Malu?" goda Galuh.
"Huum." sahut Stecy dengan manja.
"Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—"
"Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Bibi Mutia menyambut kedatanganku dengan penuh ceria dan hangat. Ia memeluk tubuhku dengan penuh sayang, bahkan wajahku tak luput dari kecupan-kecupan manisnya."Kangen," rengek ku pada bibi Mutia yang masih terus memelukku bahkan kini semakin erat."Sama. Bibi juga kangen banget sama kamu, ndok.""Boong!" godaku."Serius ndok, Bibi, Paman dan Usron kangen banget sama kamu.""Hmm, iya deh, aku percaya." ku lepaskan pelukan Bibi. "Aku gak disuruh masuk nih?" rajuk ku memasang wajah cemberut, pura-pura merajuk.Aku langsung terkekeh begitu melihat bibi menepuk jidatnya sendiri. "Oalah! Lupa bibi. Ayo masuk ndok." ajaknya yang ku angguki.Aku pun dengan semangat masuk ke dalam rumahnya sembari menggeret koperku."Paman dan Usron sudah berangkat kerja, Bi?" tanyaku setelah menaruh koper di kamar tamu.Karena aku datang berkunjung ke rumah bibi, otomatis aku adalah tamu."Ya udahlah
"Usron, udah dong, berhenti dulu." pintaku dengan nafas ngos-ngosan.Lari pagi dengan Usron memanglah suatu kesalahan yang besar. Tenaga dan energi pria ini benar-benar besar, bahkan aku sama sekali tak melihatnya merasakan capek."Ayo dong! Kok berhenti sih?" ejeknya yang langsung ku tatap tajam.Aku tak menanggapi ucapannya karena aku sungguh benar-benar capek. "Istirahat dulu, ya." pintaku yang langsung mencari tempat sejuk dan duduk di rerumputan hijau tanpa mempedulikan celana ku akan kotor nantinya."Haus gak lo?""Ya hauslah.""Yaudah lo tunggu disini dulu, gue mau beli minuman dulu." katanya yang ku angguki.Aku menengadahkan kepala menatap sebentar langit yang tampak cerah. Menghirup udara segar pagi ini sembari memejamkan mata."Akhirnya lo datang," kataku begitu mendengar suara langkah kaki mendekat.Aku pun men
"Kenapa lo gak bilang kalau Pak Galuh itu bukan cuma bos lo aja di kantor, tapi dia juga tetangga lo." omel ku pada Usron saat kami sudah sampai di rumah.Usron melihat ke arahku, "ya lo juga gak pernah nanya."Hmm, iya juga ya. batinku membenarkan ucapan Usron barusan. Aku memang tak pernah bertanya sih."Sudah, nanti lagi ngobrolnya. Sekarang kita makan siang dulu," ucap bibi ku yang memang tak suka saat makan sambil bicara.Aku diam tak bicara sepatah kata pun lagi, begitu juga dengan Usron. Kami berempat menikmati makan siang dengan tenang sebelum suara bel berbunyi mengganggu konsentrasi makan kami."Biar aku saja," kata Usron saat aku hendak berdiri.Aku pun kembali duduk menikmati makan siang ku. Lalu ku dengar suara langkah kaki mendekat—memasuki ruangan makan."Eh! Ada Pak Galuh," pekik bibi otomatis membuatku terkejut. Aku mendongak dan ben