Share

Baru tahu

"Usron, udah dong, berhenti dulu." pintaku dengan nafas ngos-ngosan.

Lari pagi dengan Usron memanglah suatu kesalahan yang besar. Tenaga dan energi pria ini benar-benar besar, bahkan aku sama sekali tak melihatnya merasakan capek.

"Ayo dong! Kok berhenti sih?" ejeknya yang langsung ku tatap tajam.

Aku tak menanggapi ucapannya karena aku sungguh benar-benar capek. "Istirahat dulu, ya." pintaku yang langsung mencari tempat sejuk dan duduk di rerumputan hijau tanpa mempedulikan celana ku akan kotor nantinya.

"Haus gak lo?"

"Ya hauslah."

"Yaudah lo tunggu disini dulu, gue mau beli minuman dulu." katanya yang ku angguki.

Aku menengadahkan kepala menatap sebentar langit yang tampak cerah. Menghirup udara segar pagi ini sembari memejamkan mata.

"Akhirnya lo datang," kataku begitu mendengar suara langkah kaki mendekat.

Aku pun mengulurkan sebelah tanganku ke depan. "Mana minumannya?"

Tak ada tanggapan, aku pun mengulangi lagi ucapanku. "Mana minumannya, Usron?"

Lagi, kembali tak ada tanggapan. Karena kesal pun aku membuka kedua mataku. Seketika aku ingin menjerit saking terkejutnya begitu membuka mata bukan wajah Usron yang ku lihat melainkan wajah seorang pria asing.

Ku lihat pria itu menatap tajam diriku dengan gayanya yang pongah. Melipat kedua tangan di depan dada bidangnya yang saat ini terbalut jaket biru dongker.

"M-maaf, saya pikir anda sepupu saya."

"Usron?"

"Iya, itu nama sepupu saya. Bapak kenal?"

"What? Bapak?" pria asing itu mendelik marah padaku yang memanggilnya bapak.

Lah, salah ya?

"Apa saya setua itu dimata anda?" tanyannya dengan raut wajah yang makin sangar.

Aku pun dengan tampang polos mengangguk, seakan tak masalah dengan kemarahannya. Padahal sebenarnya aku sangat ketakutan, tapi bodo amat! Orang memang pria asing ini terlihat seperti bapak-bapak kok, meskipun ya akui wajahnya sangat tampan. Dan tubuhnya yang tinggi tegap, uh!

Eh, kenapa aku malah mengagguminya?

"Kamu tahu tidak umur saya berapa?" tanyanya yang justru ku tanya balik.

"Berapa memangnya?"

"Loh, kan saya tanya. Kok balik nanya sih?" sinisnya terlihat kesal sekali padaku.

Lah, salah lagi dah aku.

"Sa—"

"Pak Galuh?"

Itu suara Usron. batinku seraya menoleh ke sumber suara.

"Wah! Gak nyangka ketemu Bapak disini." ungkap Usron tersenyum manis. "Lari pagi juga, Pak?"

"Iya dong, biar sehat." sahut pria asing itu yang tadi di panggil Usron pak Galuh.

Oh, jadi namanya Galuh.

Urson menyodorkan sebotol minuman dingin padaku yang langsung ku ambil.

"Sebenarnya saya sering loh lari pagi,"

"Oh ya?" pekik Usron tampak kaget. "Tapi kok kita gak pernah ketemu kayak gini ya?"

Pak Galuh mengendikkan kedua bahunya, dan aku pun lebih memilih untuk tak mendengarkan percakapan mereka.

Memilih acuh sembari menikmati minuman dingin yang dibelikan sepupuku tercinta. Lagi menikmati keheningan yang ku ciptakan sendiri, tiba-tiba Usron memanggil namaku dan menyuruhku berdiri.

Dih, malas banget aku. Tapi ya mau gak mau aku harus melakukannya, demi Usron loh ya. Demi sepupu menyebalkan namun pengertian.

Aku pun bangkit berdiri dengan tangan kiri memegang botol minuman, sedangkan tangan kanan ku gunakan untuk menepuk-nepuk bokong yang kotor.

"Stecy," kataku sembari mengulurkan tangan kananku. Tetapi, pria yang bernama Galuh itu hanya menatap uluran tanganku saja tanpa berniat menyambutnya.

Heh! Apa yang salah? Perasaan tanganku bersih deh.

Usron menyikut lenganku dan matanya seakan memberikan kode yang tak ku mengerti. Apa sih?

"Galuh," ucapnya yang sama sekali tak membalas uluran tanganku.

Berengsek! umpat ku dalam hati seraya menarik kembali tanganku yang terulur.

"Stecy, Pak Galuh ini adalah bos gue di pabrik."

"Bodo amat!"

Tak hanya mereka berdua yang terkejut, aku sendiri juga terkejut luar biasa. Duh, mampus! Kenapa bisa sampai keceplosan gini sih

"Uhm, maksudnya saya merasa bodoh sekali hari ini. Amat sangat bodo," cengirku dengan alasan yang tak nyambung sama sekali. Aisshh!

***

"Lo kok tadi malu-maluin banget sih, Cy?"

Aku mendelik kesal mendengarnya, "maksud lo apa sih? Malu-maluin gimana?"

"Ya, masa gue suruh lo kenalan sama Pak Galuh, lo malah nyodorin tangan kanan lo yang kotor."

"Kotor?" ulang ku tak terima. "Eh! Us, tangan gue bersih ya! Enak aja lo bilang kotor."

Tiba-tiba saja Usron menepuk-nepuk bokongnya. "Nih, lo lihat!"

"Apa?!" hardik ku.

Usron kembali mengulanginya, menepuk-nepuk bokongnya seperti tadi dengan tangan kanan. Begitu terus seperti sengaja, sampai aku benar-benar mengerti.

"Cukup!" kataku menyuruhnya untuk berhenti.

"Udah paham?" aku mengangguk.

"Haha, pantesan aja bos lu gak mau nyambut uluran tangan gue." ucapku terkekeh geli.

"Tuh lihat, pantat lo kotor banget. Eh! Maksud gue celana bagian belakang lo." cepat-cepat Usron meralat ucapannya saat melihat mataku yang melotot horor padanya.

"Makanya lain kali jangan sembrono ngambil tindakan. Lah, kan bos gue jadi ilfil sama lo."

"Halaahh, gak karena itu pun ya bos lo itu memang sombong dan belagu." kataku kesal karena Usron seakan membela bos nya yang pongah itu menurutku.

"Cy, lo dengar ya. Bos gue kalau gak di lingkungan kerjaan dia mah asyikk banget orangnya. Tapi kalau di pabrik ya emang sih gue akuin sedikit belagu."

"Bukan sedikit, tapi emang sombong dan belagunya luar biasa." tukasku.

"Hmm, ya terserah sih lo mau nilai dia kayak gimana. Yang terpenting gue saranin sama lo untuk gak ngebenci orang lain."

Apa? Emang aku ada bilang ya kalau aku benci pria yang bernama Galuh? Perasaan gak ada deh.

Saat ini, aku tengah membantu bibi memasak di dapur untuk makan siang. Sementara Urson dan paman tadi berpamitan pergi sebentar ke rumah tetangga katanya.

"Ecy, kamu mau ayamnya di masak apa?" tanya bibi.

"Hmm, diapain ya? Ecy juga bingung," cengirku karena sungguh bingung kalau ditanya antara memilih begini.

"Sambal, tumis, semur, gulai, kare, rendang atau—"

"Duh, iya-iya Bi, terserah Bibi aja mau diapain." selaku pusing dan semakin dilema karena harus memilih salah satu diantara pilihan seperti itu.

"Goreng kalasan aja ya?"

"Oke!" sahutku merasa geli, perasaan goreng kalasan tadi tidak ada dalam daftar pilihan deh tadi.

"Eh, tapi di geprek kayaknya lebih enak ya. Terus di cocol sambal," usul bibi yang berubah pikiran.

"Uh, mantap!" aku mengacungkan dua jempolku.

"Yaudah, Bibi goreng ayamnya kamu buat sambalnya."

"Eh!" aku memekik kaget. "Kok Ecy sih yang buat sambalnya, Bi? Jangan dong, nanti gak enak loh."

"Belum mencoba udah nyerah kamu."

"Udah pernah nyoba Bi, waktu bantuin mama masak dulu. Dan hasilnya ngawur banget, asli gak enak sambal buatan Ecy." ucapku jujur.

"Ya sekarang dicoba aja lagi, siapa tahu lebih enak dari sambal yang pernah kamu buat. Oke?"

Hmm, kalau sudah seperti ini aku pasrah deh.

Akhirnya selesai juga aku membuat sambal setelah berjuang dengan keras. Aku melapor pada bibi bahwa tugasku sudah selesai. Namun tak di duga, bibi menyuruhku ke rumah tetangga untuk memanggil paman dan Urson untuk makan siang.

Aku pun mengangguk dan lekas pergi setelah bibi menjelaskan letak rumah tetangganya yang ini berjarak dua rumah dari rumahnya.

Aku memencet bel beberapa kali namun tak ada tanggapan, aku pun mencoba memencet lagi bel dan tetap tidak ada respon.

Karena kesal akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi, namun suara pintu terbuka menghentikan ku yang langsung berbalik badan.

Alangkah terkejutnya aku ketika melihat sosok Galuh yang berdiri di ambang pintu yang terbuka dengan pongahnya.

"Ada apa?" tanyanya dengan tatapan yang sama seperti pagi tadi. Yaitu menatapku tajam.

Bukannya menjawab pertanyaannya, aku justru balik bertanya. "Bapak ngapain disini?"

"Konyol!" katanya terkekeh. "Apa salah kalau saya ada disini? Di rumah saya sendiri?"

"Apa? R-rumah Bapak?!" pekik ku kaget luar biasa.

OMG!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status