"Terima kasih," ucapnya sekali lagi.
Sementara aku tak merespon sedikitpun, entah iya atau tidak sama sekali tak ku sahut. Hanya tatapan kesal saja yang ku lemparkan padanya sebagai tanda ketidaksukaan ku dengannya yang luar biasa pongahnya.
Ia berdeham lagi sekali, "saya bilang terima kasih. Lalu, kenapa kamu masih disini?"
"Itu...." kataku seraya menunjuk rantang yang tengah di pegangnya. Dia pun ikut melirik rantang itu.
"Bibi menyuruhku untuk mengambilnya kembali setelah sudah anda pindahkan ke piring milik anda." kataku malas memanggilnya dengan sebutan bapak. Takutnya nanti dia komen lagi seperti waktu itu pas tak sengaja bertemu untuk pertama kalinya.
"Oh, iya-iya. Baiklah, kalau gitu tunggu sebentar ya." katanya, aku pun mengangguk dan dia berlalu masuk ke dalam rumahnya begitu saja.
Aku melongo tak percaya melihatnya, pria itu meninggalkanku sendirian di halaman depan rumahnya tanpa basa-basi menyuruhku masuk gitu?
Astaga!
Mana lama lagi tuh orang baliknya ke sini, omelku ketika kaki ku mulai terasa pegal karena cukup lama berdiri.
Aku cemas sambil mondar-mandir kesana kemari. Huh! Sungguh menunggu adalah sesuatu yang menyebalkan. Apalagi ini menunggu hanya karena sebuah rantang. Ingat, cuma karena sebuah rantang!
Mencoba lebih bersabar aku pun terkadang melirik-lirik ke dalam rumah Galuh yang pintunya terbuka lebar.
Hmm, apa aku masuk saja ya? Karena sudah cukup lama ia disana, entah ngapain aja aku bahkan tidak tahu.
Eh, tapi tidak sopan bila aku bertindak lancang masuk ke dalam rumah orang lain tanpa seizin pemilik rumahnya.
Hadehhh!
Kaki ku terasa semakin pegal, bahkan kini aku pun memutuskan untuk berjongkok. Agak lumayan, tapi hanya sebentar karena terlalu lama berjongkok pun juga membuat kaki pegal.
Aku kembali memilih berdiri dan tak lama kemudian mulai merasa pegal lagi. Aishhh!
"Ini orang ngerjain gue apa gimana sih?" omel ku menggerutu kesal.
"Keluar dong lo pria angkuh, nyebelin amat dah!" lanjut ku masih menggerutu sambil berharap pria itu segera keluar.
Dan akhirnya, yang di tunggu-tunggu akhirnya keluar. Eh! Tapi, mana rantangnya? panik ku ketika tak melihat barang itu.
Galuh melangkah dengan kedua tangan kosong yang tak memegang apapun.
Bahkan kini aku baru menyadari bahwa pakaian yang di kenakan Galuh berbeda dengan yang tadi. Ia juga terlihat lebih rapih dari yang tadi. Hmm, apa dia mau pergi? batinku bertanya-tanya.
"Masih disini?" tanyanya memandangiku masih dengan tatapan tajamnya.
Duh, apa dia selalu begini setiap menatap wanita?
Aku mengangguk kemudian balik bertanya, "rantangnya mana?"
"Aduh!" pekiknya seraya menepuk jidatnya. "Saya lupa mencucinya."
"Apa?!" kali ini aku yang memekik kaget. Apa-apaan dia ini, aku sudah setengah mampus menunggu rantang itu kembali juga.
"Lah, sia-sia dong arti menunggu saya dari tadi disini?!" omel ku mengacak-acak rambutku frustasi.
Oh, ya ampun kesalnya!
"Saya gak tahu kalau kamu nungguin, malah saya pikir kamu sudah pulang."
Ku tatap bengis dirinya yang entengnya mengatakan itu. Apa dia pikun? Kan, dia sendiri tadi yang menyuruhku untuk menunggu sebentar. Sialan!
Aku ingin mengatakan itu, tapi rasanya percuma saja. Masih dengan sisa-sisa kesabaran aku pun mencoba tersenyum tipis.
"Tidak perlu dicuci, biar saya bawa langsung saja." kataku agar cepat kelar masalah perantangan ini.
Dia malah kembali menepuk jidatnya. "Saya juga lupa memindahkan makanannya dari rantang ke piring saya."
Apa katanya? Lupa memindahkan makanannya? Oh, shit! Dia benar-benar mempermainkan ku ternyata.
"Jadi bagaimana?" tanyaku lirih, "apa jangan-jangan anda cuma mengerjai saya ya?"
"Maaf, mengerjai kamu? Maksudnya?"
"Oh, enggak kok. Bukan apa-apa, saya cuma asal bicara." kataku mengalihkan ucapanku tadi.
"Sungguh, saya beneran lupa. Tadi begitu masuk rumah saya langsung menyantapnya lalu setelah selesai makan saya langsung mandi." ucapnya sedikit terkekeh, "masakan Bu Mutia sungguh lezat. Sampai membuat saya melupakan segalanya, bahkan memindahkan makanan dari rantang ke piring saja saya lupa."
Aku mengangguk, "baiklah. Kalau gitu saya pamit pulang."
"Loh, kok pulang?" tanyanya membuatku makin kesal.
"Iyalah, memang mau ngapain lagi saya disini?"
"Terus soal rantangnya gimana?" tanyanya yang masih membahas soal rantang.
"Besok saja saya ambil lagi," tukas ku.
"Oh, oke. Besok biar saya antar saja kesana."
"Ya, terserah anda lah." kataku merasa bodo amat dengan segala ucapannya.
Saat hendak pergi aku teringat sesuatu, aku pun berbalik lagi ke arahnya. "Jangan lupa sama isinya juga ya."
Aku pun lekas melangkah dengan cepat, semoga saja dia mengerti kode dari ucapanku barusan.
Iyalah, enak saja dia kalau balikin rantang kosong gitu aja. Ya, setidaknya harus ada isinya dong sebagai balasan dari rasa terima kasihnya.
Ah iya, ngomong-ngomong tuh orang gak ada bilang kata maaf deh perasaan. Ya walau bagaimanapun ia sudah salah karena telah membuatku menunggu sia-sia. Hmm.
***
"Kemarin katanya dia sendiri yang mau nganter rantangnya kesini." sahutku ketika bibi bertanya lagi soal rantang.
Padahal tadi malam bibi sudah bertanya dan aku pun sudah menjelaskannya pada beliau. Tapi, sepertinya bibi lupa makanya dia bertanya lagi pagi ini.
Bibi mengangguk dan kembali fokus pada kegiatannya, membuat sarapan dan aku membantunya dengan menyajikan makanan ke meja makan untuk kami semua.
Ketika sarapan, terdengar suara bel rumah berbunyi. Kali ini aku bersikeras untuk membukanya. Namun langsung ku sesali keputusan ku ini ketika melihat siapa orang yang datang.
"Silakan masuk," kataku tanpa berbasa-basi menyapanya.
Dia menggeleng, "saya cuma mau mengantar ini saja." katanya seraya menyodorkan rantang milik bibi padaku.
"Oh," tanganku terulur ingin mengambil rantang itu tapi Galuh malah menjauhkannya lagi. Otomatis aku kaget dengan tindakannya.
"Sudah saya isi sesuatu sesuai permintaan kamu tadi malam." katanya.
"Waduh! Kok beneran di isi sih, saya kan cuma bercanda Pak." ucapku basa-basi. Padahal sih senang dan penasaran.
Hmm, kira-kira apa ya isinya? batinku menerka-nerka.
"Ambilah dan lihat sendiri isinya," titahnya masih dengan nada suara dan ekspresi yang sama. Tegas dan datar.
"Baiklah."
Lagi-lagi dia menjauhkan lagi rantang yang hampir ingin ku ambil darinya. Astaga! Ini orang maunya apa sih?!
"Sampaikan ucapan terima kasih saya pada Bu Mutia, Usron dan suaminya ya." aku mengangguk dan kali ini dia benar-benar memberikan rantangnya padaku.
Lekas aku menutup pintu setelah dia berlalu pergi. Sesampainya di ruang makan aku menyerahkan rantang itu.
"Kok lama sekali kamu bukain pintunya, ndok?" tanya bibi yang hanya ku tanggapi dengan senyuman.
Senyuman miris lebih tepatnya. Sebab, tadi malam dan pagi ini Galuh benar-benar mempermainkan ku hanya karena masalah rantang.
Ingin sekali aku menceritakannya pada bibi, paman dan Usron tentang kelakuan menyebalkannya itu. Tapi, ku urungkan niat itu. Biarlah ku pendam sendiri saja. Duh, lebay!
"Itu tadi Pak Galuh yang datang?" tanya Usron yang ku angguki.
"Kenapa gak di suruh masuk aja? Biar kita bisa sarapan bersama," kali ini gantian paman yang bertanya.
"Enggak mau masuk. Katanya dia cuma sebentar, cuma mau nganterin rantang aja." ucapku menjelaskan, "dan katanya juga rantang ini udah di isinya dengan sesuatu."
Ketiga orang ini tampak terkejut dan begitu antusias, sehingga tanpa menunggu lama lagi mereka bertiga membuka rantang itu. Dan....
Wow!
Aku tertawa melihat isi rantang dari Galuh, ku pikir isinya bakalan sesuatu yang luar biasa. Ternyata cuma.... Hahaha.Bibi melirik tajam ke arahku yang masih tertawa. "Ecy, gak boleh gitu. Kita maklumi sajalah, kan Pak Galuh itu duda baru yang pastinya belum terbiasa dengan kehidupan barunya.""Makanya buat gini aja sampai gosong," ucap Usron yang ikut tertawa."Hussss! Yang penting niat baiknya yang tulus membalas pemberian kita." ujar bibi memarahi kami berdua. Aku dan Usron berhenti tertawa dan mengangguk patuh.Selesai sarapan, Usron dan paman langsung berpamitan pergi kerja. Aku pun lekas membersihkan meja dan mencuci piring kotor.Sambil mencuci piring aku teringat akan kue gosong buatan Galuh, dan hal itu sukses membuatku kembali tertawa.Lagian ya, tuh orang isi rantangnya cuma satu padahal tadi malam bibi mengisi setiap rantang dengan makanan-makanan enak.Tidak setimpal! batinku yang selalu merasa sewot bi
Pov Galuh.Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.Bayangkan? Tiga kali!Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no! Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Stecy merasa risih di tetap begitu olehnya, tatapannya seakan menaruh perasaan curiga pada Stecy.Meneliti Stecy dari kepala sampai ujung kaki, seakan-akan Stecy sesuatu yang harus di waspadai."Apa kamu yakin?" tanya Galuh dengan raut wajah serius.Ya ampun, Stecy! Memang kapan sih nih orang pernah gak serius walau sekali saja?"Maaf?" ulang Stecy merasa kalau pertanyaan Galuh agak ambigu.Yakin apa coba? Yakin jadi milikmu sih ogah. Dih, amit-amit! batin Stecy menggerutu."Usron sudah mengatakannya pada saya kemarin, mengenai kamu yang ingin bekerja di rumah saya." kata Galuh, sementara Stecy manggut-manggut mengerti."Sebenarnya saya sedikit kaget dan agak kurang percaya mendengarnya. Seorang Stecy begitu ngotot ingin bekerja di rumah saya, sebagai pelayan lagi." Galuh menggelengkan kepalanya seakan tak percaya.Stecy hanya bisa berusah
Dalam hidupnya, Stecy tak pernah menyangka akan bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seseorang. Terlebih lagi di rumah seorang pria pongah yang tak di sukainya. Sikap angkuh Galuh tanpa sadar membuat Stecy sedikit membencinya.Tersenyum geli Stecy menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya nasib hidupnya akan berakhir seperti ini.Tapi ya mau gimana lagi, kalaupun pulang ke rumah pasti dia akan di paksa mamanya untuk bekerja di sana lagi. Dan berakhir bertemu dengan si bos genit yang terakhir kali hampir ingin memperkosanya.Stecy menggeram marah kala mengingat kejadian waktu itu dimana ia hampir menjadi korban dari kegilaan bos genitnya. Hal itulah yang membuatnya dengan segera mengambil cuti dan lekas pergi ke rumah bibinya.Sampai sekarang hal ini belum sedikitpun Stecy ceritakan pada orang-orang terdekatnya. Kepada bibi Mutia dan Galuh Ste
Pada akhirnya aku kembali memasak ulang untuk makan malam si pria pongah menyebalkan itu. Huffhh!Tak ku sangka jika seperti ini hasilnya dari ulah kejahilan ku. Dan aku pun mau tak mau harus kembali membuatkan makan malam untuknya.Tadinya sih aku ingin membuatkan nasi goreng untuk makan malamnya Galuh. Tapi dengan cepat pria itu menggeleng dengan alasan bosan.Galuh bilang kalau hampir setiap hari nasi goreng adalah menu andalannya ketika lapar melanda.Seketika ide jahil untuk mengerjai Galuh pun terlintas di kepala Stecy. Ia ingin membuat nasi goreng dengan alasan bahwa ia lupa jika Galuh menolaknya.Tapi saat hendak melakukan niat jahilnya itu, tiba-tiba saja Stecy teringat akan kejahilannya yang tadi berakhir sengsara.Oh tidak! Stecy tidak ingin kalau harus menghabiskan nasi goreng buatannya nanti. Tadi aja hampir dia dipaksa untuk memakan makanan gosong yang sengaj
Keesokan harinya, rumah Galuh tampak kedatangan tamu. Stecy yang masih repot membereskan segala pekerjaan."Sebentar!" jerit Stecy merasa pusing pada bel yang tak kunjung berhenti berbunyi."Duh, gak sabaran banget sih. Iya, sebentar!" omelnya yang kembali menjerit dan melangkah lebih cepat.Stecy membuka pintu dan terkejut saat melihat dua orang wanita paruh baya yang juga ikut terkejut."Kamu siapa?" tanya salah satu wanita yang memakai pakaian yang terlihat mewah. Sedangkan wanita paruh baya satu laginya memakai pakaian lusuh."Loh, Ibu berdua ini yang siapa?" tanya balik Stecy masih memperhatikan dua wanita paruh baya itu.Awalnya sih Stecy menebak kalau dua wanita paruh baya ini pengemis. Tapi rasa-rasanya tidak mungkin, sebab salah satu wanita paruh baya ini terlihat anggun dan sepertinya orang kaya."Jangan bilang kalau kamu kekasih anak saya?"Stecy melotot kaget mendengarnya, "