Share

Aku gak mau pulang

Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.

Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.

Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari.

"Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.

Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.

Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.

"Sebenarnya Stecy udah gak betah kerja disana, Bi." ungkap ku menjelaskan alasan ku yang mengapa tak takut dipecat.

"Loh, kenapa memangnya ndok?"

"Bosnya genit," ujarku.

Sekarang bibi pasti mengerti kenapa aku gak betah bekerja di perusahaan tempat ku bekerja.

"Jadi, alasan cuti dan berkunjung kemari sudah kamu rencanakan?" tebak bibi begitu tepat.

Aku nyengir seraya mengangguk. "Tapi alasan aku kemari karena rindu Bibi, Paman dan Usron benar kok."

Bibi Mutia tersenyum, "iya deh. Bibi percaya."

"Terus gimana dong, Bi?"

"Gimana apanya?" bibi bertanya balik.

"Ngasih alasan ke Mama kalau Ecy gak mau pulang." ucapku dengan wajah cemberut.

"Hmm, gimana ya, Bibi juga gak tau." dan wajah ku pun bertambah cemberut.

"Ya sudahlah ndok, sebaiknya kamu pulang aja." usul bibi yang tampaknya memang tak bisa memberikan solusi lain. "Memangnya kamu gak rindu sama kedua orang tua kamu, ndok."

"Ya rindu lah, Bi. Tapi kalau aku pulang pasti Mama paksa aku buat kerja disana. Dan juga...." aku tak melanjutkan ucapanku. Rasanya aku belum sanggup mengatakannya pada bibi.

"Dan juga apa sayang?" tanya bibi terlihat penasaran.

Aku menggeleng, dan dengan mata berkaca-kaca aku merengek serta memohon pada bibi untuk membantuku.

"Bantuin Stecy dong Bi, ya?"

"Ya tapi harus kasih alasan apa? Kan kasih alasannya harus tepat, bukan hanya sekadar alasan gitu aja ndok." ucap bibi jadi ikutan bingung dan pusing memikirkan harus kasih alasan apa pada kakaknya.

Mau kasih alasan apa aja jatuhnya pun tetap jadi bohong. Oh, ya ampun!

"Gimana kalau alasannya karena pekerjaan?"

"Maksudnya?"

"Iya, kita bilang ke Mama kalau Stecy gak bisa pulang karena disini sudah dapat pekerjaan tetap?" tanyaku dengan kedua alis naik turun bergantian.

"Apa?!" pekik bibi. "Kita bohong dong berarti ndok jadinya."

"Ya mau gimana lagi, Bi? Terpaksa deh kita bohong ke Mama." lirihku lesu.

Sebenarnya bibi gak mau setuju dengan rencana kebohonganku, tapi sepertinya ia juga tidak tega melihatku yang tampak frustasi ini.

"Kalaupun kita kasih alasannya karena kamu sudah dapat kerja disini, memangnya kerja apa?" tanya bibi tampak serius.

Aku mengendikkan kedua bahu. "Ya, apa ajalah gitu Bi. Kan banyak sih, ntah jadi SPG, pelayan, baby sitter, apapun lah itu."

"Eh!" bibi terperanjat mendengarnya. "Mama kamu bisa marah lah kalau kamu kasih alasan pekerjaannya itu."

"Loh, kenapa? Kan halal," protesku.

"Ya tapi kan kamu awalnya kerja di perusahaan, pastinya Mama kamu kaget lah kalau tiba-tiba kamu bilang kerja disini ntah sebagai pelayan gitu."

Hmm, iya juga ya. batinku mengangguk setuju.

Hadehhh, ribet banget sih mau bohong aja ke mama. Ada gitu yang lagi cari seseorang buat kerja di tempatnya.

Bahkan kalau jadi pelayan di rumah seseorang yang kaya aku mau. Astaga! Segini frustasinya aku sampai berharap bekerja jadi maid di rumah seseorang pun gak masalah.

***

Entah nasib baik atau enggak, intinya aku mau mencoba peluang yang ada begitu mendapat info dari Usron yang mengatakan jika Galuh tengah mencari seseorang yang mau bekerja di rumahnya sebagai pelayan.

"Aku mau!" seruanku dengan mata berbinar.

Tentu saja mendengar itu Usron kaget. "Serius lo mau?"

Aku mengangguk, "kapan aku bisa mulai bekerja?" tanyaku antusias.

"Eh, tunggu-tunggu. Ini kerjanya jadi pelayan di rumahnya loh, Cy. Maid, lo yakin?"

"Loh ya kenapa gak? Tentu aja yakin."

"Enggak deh, yang ada gue bisa di marahin Wawak lagi." ucap Usron bergidik ngerih.

Wawak adalah panggilan Usron untuk mamaku.

"Pokoknya aku mau Usron, tolong bilangin ke Pak Galuh ya gue mau?" ucapku dengan memasang wajah memelas yang pastinya tak akan sanggup Usron tolak.

Ku lihat Usron memijit dahinya, mungkin ia pusing melihat diriku yang kok malah kesenangan bekerja jadi pelayan.

Apalagi selama ini terlihat jelas ketidaksukaan ku pada Galuh. Kok sekarang aku malah ngotot minta untuk bekerja disana.

"Aku janji akan merahasiakan ini dari Mama," ujarku. "Kita akan mengatakan bahwa aku bekerja di sebuah perusahaan yang ada di kota ini."

Mata Usron mendelik horor mendengarnya. "Lo mau jadi pembohong?"

"Ya habisnya tidak ada cara lain selain berbohong kan."

"Haduh, udah deh! Lo mendingan ngomong yang sejujurnya aja sama Wawak ketimbang bohong-bohong gitu."

Aku menggeleng kuat, "sejujurnya aku juga takut kalau Mama marah setelah mengetahui ini."

"Astaga, Ecy! Mau lo apa sih sebenarnya? Di suruh pulang kagak mau. Terus minta kami semua untuk ngebantu lo berbohong. Gila ya, lo!" omel Usron tak habis pikir dengan jalan pikiranku.

Ya, aku pun merasa kalau dirimu sudah gila.

Tapi mau bagaimana lagi, mama tidak pernah mau mengerti perasaan diriku. Terlalu egois untuk memaksakan kehendaknya.

Bahkan mama mengabaikan curhatan ku waktu itu mengenai bos di tempatku bekerja sangat genit. Aku bahkan kerap kali mengatakan padanya bahwa aku sudah tak tahan bekerja disana.

Namun mama tetap mengabaikan itu semua, dan berniat menjodohkanku dengan bos genit itu.

Hal itulah yang membuat diriku melarikan diri kesini. Susah payah aku mendapatkan cuti dan izin pada mama papa kesini.

Bos genit itu memang sangat baik pada kedua orang tuaku. Jelas saja karena hal itu semata-mata hanya untuk mengambil hati dan simpatik mereka berdua.

Tak hanya pada kedua orang tuaku saja, tetapi si bos genit juga baik padaku. Dan sering memanjakanku, misalnya membelikan makanan enak dan barang-barang mewah.

Aku sering menolaknya dan ingin mengembalikan pemberiannya tetapi mama selalu melarangku. Aku juga bahkan risih dengan segala bentuk sikap perhatiannya yang menutupi terlalu berlebihan.

Huffh! Kalau saja ku ceritakan ini pada bibi, paman dan Usron. Aku yakin pasti mereka bertiga akan marah pada mama.

Aku tak menyalahkan mama, hanya saja aku cuma berharap mama bisa mengerti diriku dan lebih perhatian padaku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status