Share

Strong Muscles Soft Heart

Maximillian Darren Levine, di usia 35 tahun, dia telah memiliki segala yang didambakan oleh seorang pria. Karir yang sukses, rekening yang gemuk, tubuh kekar sempurna dambaan kaum Hawa yang membuatnya mudah mendapatkan kencan panas kapan pun dia menginginkannya.

Tampangnya sebenarnya kurang cocok untuk menjadi atlet MMA profesional karena dia sangat tampan. Namun, itu justru terkadang menjadi berkah untuknya karena lawan-lawannya yang kurang mengenalnya meremehkannya karena wajah tampannya itu.

Max Levine memiliki sepasang mata biru yang indah yang dibingkai oleh bulu mata lebat nan lentik dengan sepasang alis lebat bersiku. Tulang wajahnya tinggi dengan rahang lurus yang kokoh. Hidungnya mancung dan telah mengalami retak berulang kali akibat tinju lawannya. Bibirnya berwarna kemerahan tidak terlalu tebal, tapi mampu melambungkan khayalan tingkat tinggi lawan jenisnya.

Kulit pria itu berbulu lebat agak kecoklatan terbakar sinar matahari karena dia menyukai aktivitas outdoor. Rambutnya dipotong pendek dengan motif undercut yang stylish menambah kadar ketampanan seorang Max Levine.

Sore itu Max berlatih memukuli samsak dengan tinjunya yang terbalut sarung tinju warna biru. Sesekali Max juga menendang samsak itu dengan kakinya. Dia berlatih mengkombinasikan gerakan tinju dan tendangan yang bervariasi untuk mempersiapkan turnamen MMA minggu depan. Tubuhnya mulai berpeluh. Dia pun beristirahat sambil minum dari botol air mineral.

Emily masuk ke sasana milik Max Levine lalu bergegas ke tempat Max berdiri di pojok ruangan. Pria itu melihatnya dan tersenyum ramah.

"Hey Maxie. Apa kabar? Habis berlatih?" sapa Emily sambil berjalan melewati Max lalu menghilang di ruang ganti tanpa menunggu jawaban dari Max.

Tak lama kemudian Emily sudah siap dengan pakaian olahraganya, kaos kutang sport berwarna kuning dan celana pendek ketat sepaha berwarna hitam. Dia melepas alas kakinya.

"Oke Dear. Ayo pemanasan dulu," ajak Max seraya memberikan contoh gerakan pemanasan dan perenggangan pada Emily. 

Matanya tak dapat melepaskan pandangannya dari sosok Emily. Dia menyukai Emily dan memendam perasaan sukanya itu dalam batas kewajaran di permukaan. Tubuhnya seolah sudah kecanduan untuk bercinta dengan perempuan itu. Tapi Emily tidak ingin mengikatkan dirinya pada seorang pria. 

Max pun mengetahui kenyataan bahwa Emily pun menjalin hubungan panas tanpa status dengan beberapa pria selain dirinya. Namun, dia tak dapat memprotes hal itu karena Emily akan meninggalkannya tanpa menoleh sedikit pun bila dia mulai bersikap posesif. 

Max pernah mencobanya sekali dulu mengajukan protes pada Emily, wanita itu mengacuhkannya berminggu-minggu. Dia tak sanggup kehilangan Emily, tubuh dan jiwanya menjadi sakit tanpa sentuhan Emily. Tidak ada wanita yang sanggup menggantikan Emily.

Emily mengikuti semua contoh gerakan dari Max. Pria itu mengajarinya teknik dasar bela diri tangan kosong yang lebih ke arah membela diri dari serangan musuh. Beberapa gerakan menyerang juga diajarkan Max seperti memukul wajah dan rahang, memukul perut, menyerang perut dengan lutut. Kemudian Emily menjalani sesi latihan meninju dan menendang bersama Max selama 30 menit.

Setelah itu Max memperagakan gerakan kuncian tubuh pada Emily. Dia menindih tubuh ramping Emily hingga tak berkutik di bawahnya. 

"Hey hey hey, kau curang, Boy! Tubuhmu dua kali lebih besar dibanding tubuhku," protes Emily mencebik dengan tubuh terpiting di bawah badan Max yang kekar berotot.

Max tertawa lalu melumat bibir Emily dengan lapar. "Jangan melawan atlet pro MMA, Cantik." Dia pun melepaskan kunciannya dan menarik tangan Emily untuk bangkit.

"Kurasa latihan kita sudah cukup, Em. Jangan terlalu memaksakan diri agar tidak cedera otot," ucap Max sambil mengambil handuknya lalu meminum air mineral dalam botol.

Emily mengelap keringatnya dengan handuk juga lalu minum air mineral dalam botol yang dia beli di lobi sasana tadi.

"Apa kau mau mengatarku pulang ke apartment, Max?" tanya Emily seraya menatap Max dengan memiringkan wajahnya.

Max tentu tak ingin melewatkan kesempatan ini, sebuah ajakan bercinta terselubung khas Emily. "Tentu, aku akan mandi sebentar. Apa kita bisa sekalian makan malam sebelum aku mengantarmu pulang?"

"Ide bagus, Maxie. Aku juga lapar," balas Emily sambil membawa barang bawaannya menuju ke bathroom sasana.

*****

 Sesampainya di apartment Emily, tanpa basa-basi yang tidak perlu Max Levine segera melumat bibir Emily yang tentunya dibalas dengan antusias oleh Emily. Mereka saling melucuti pakaian satu sama lain hingga tak bersisa seraya berjalan ke arah ranjang Emily.

Max merasakan hasratnya membakar tubuhnya, dia menginginkan pelepasan. Tubuh Emily adalah tempat tubuh dan jiwanya untuk pulang setelah malam-malam penuh kerinduan tanpa kekasih rahasianya itu.

Dia tahu Emily menyukai cumbuan yang memuja dirinya, bisik rayu diantara panasnya ciuman yang meninggalkan kiss mark di sepanjang tubuh indahnya.

Emily mengaitkan kakinya di pinggul Max, menginginkan penyatuan tubuh mereka untuk menyempurnakan percintaan panas mereka. 

Max tentu dengan senang hati siap melayani pujaan hatinya itu. Miliknya begitu keras dan tegang, memasuki milik Emily yang lembab dan hangat, begitu siap untuknya.

"Ooohhhh ... Maxieee ... kau luar biasa, LOVE YOU MAN! Aaahhhh...," ucap Emily diantara desahan dan erangannya yang membuat Max mempercepat ritme goyangan pinggulnya.

"Aaargghhh ...WOW! AKU KELUAR MAXIEEE!" Emily menumpahkan cairan cintanya dengan deras.

Pria kekar itu masih belum mau menyerah. Staminanya tak ada habisnya, dia sungguh menikmati penyatuan tubuhnya dengan Emily. Dia tidak ingin cepat 'selesai'. 

Max membalik tubuh Emily membelakanginya lalu dengan satu gerakan cepat menyatukan kembali tubuh mereka dari arah belakang Emily. 

"Kuharap kau masih bisa bertahan, Beb," ujar Max seraya tertawa memacu tubuhnya bersama Emily.

"Ooohhh .... Aaahhh ... Tubuhmu bagaikan dewa, Maxie. DAMN ... IT COMES AGAIN!!! AAAARRRGGGHHH!" pekik Emily seraya mengumpat ketika orgasme keduanya datang. 

Max Levine menertawakan betapa mudahnya Emily mendapatkan orgasme bersamanya. Dia bahkan belum ada tanda-tanda untuk 'keluar'.

"Oke. Berbaringlah Maxie, aku ingin berada di atasmu," ucap Emily seraya mendorong Max berbaring di bawahnya.

"All right, Mistress. Your turn to satisfy me. Come on kiss me first," ucap Max menarik Emily menindih tubuh kekarnya.

Emily memagut bibir Max dengan penuh napsu. Pria itu memang kekasih favoritnya. Tampan, kekar dan staminanya luar biasa, rasanya seperti bercinta dengan dewa. Segalanya begitu SEMPURNA!!!

Emily pun menyatukan tubuhnya dengan milik Max yang begitu keras. Dia pun mendesah menikmati sensasi penyatuan itu. Kemudian bergerak maju mundur dan naik turun, menggoyangkan pinggulnya sambil menatap ke dalam mata biru Max yang terbakar gairah.

Pemandangan tubuh indah Emily di atas tubuhnya bersama dengan jepitan serta gesekan sensual yang basah dan hangat itu sungguh membuatnya bertekuk lutut. Max mendapatkan pelepasan dahsyat yang dia tunggu-tunggu, kepalanya seolah terisi beribu kunang-kunang. Cairan cintanya meledak di dalam tubuh Emily.

"AAAARRRGGGHHHHH!" Max memekik dan menggeram dengan sangat puas. 

Max menarik Emily ke dalam dekapannya lalu mengecup dahi kekasihnya itu. "Terimakasih, Cantik untuk percintaanmu yang begitu nikmat. Aku sangat menyukainya. Kau luar biasa!" 

Dalam dekapan Max, Emily tersenyum menatap pria tampan itu. "Your welcome, Maxie. Aku seperti bercinta dengan dewa. Kau yang terbaik, Man!"

Dalam hatinya Max berkata bahwa seharusnya Emily membuang pria-pria lain yang tidak berguna dan tidak bisa memuaskannya seperti dirinya. Tapi dia menahan lidahnya dan tak berani mengucapkan apa yang ada di benaknya. Yang terpenting saat ini adalah menjaga wanita itu tetap berada di sisinya, dia akan menutup mata untuk segala affair Emily dengan pria-pria lain.

Sekalipun Max mencintai Emily dengan seluruh jiwa raganya, tapi dia tidak berani mengatakan hal itu terang-terangan. Emily akan kabur darinya. Bagi Emily yang nomor satu adalah pekerjaannya sebagai jaksa penuntut umum. Dia tidak ingin kehidupan pribadinya mengganggu pekerjaannya. Itulah penyebab dia tidak ingin menikah.

Max pun bangun lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Emily tidak pernah mengizinkannya untuk menginap. Dia harus mematuhi aturan mistress-nya. Dia akan segera pulang sehabis mandi nanti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status