Share

Kembali Pulang

Bismillah 

     "SUAMI DARI ALAM LAIN"

#part_5

#by: R.D. Lestari.

   

     "Sudah siap semua?" Kak Bima menatap kami bergantian. Rena dan Sri salah tingkah, aku pun juga. Gimana ga salah tingkah gitu, ni orang gantengnya kebangetan. Bakalan terjadi perebutan di antara kami kayaknya.

     Kami mengangguk serentak. Perlahan mobil berjalan. Kami mulai melalui jalan tanah yang bergelomang dan berbatu. Sebenarnya dalam hati menyimpan keanehan. Bagaimana bisa di dalam hutan begini ada jalan yang cukup bagus seperti di daerah perkampungan. Walaupun di kanan kiri pepohonan tinggi dan lebat menjulang. Seingatku selama perjalanan menuju basecamp tak pernah melihat ada jalan. 

   "Hei, ngapain ngelamun, In?" suara Sri membuyarkan lamunanku. Aku segera berpaling padanya. 

   "Ah, nggak, Sri. Aku hanya menikmati pemandangan aja," bohongku.

    Beberapa kali kepalaku terantuk karena jalan yang di lalui kemungkinan melewati jalanan berbatu.

    "Aww!" tak sengaja mulut ini menjerit. Semua mata lansung tertuju padaku. Aku salah tingkah sambil memijat pelipis yang lumayan sakit.

   "Sabar, ya, In. Sebentar lagi kita ketemu jalan bagus. Kira-kira sepuluh menit lagi," ulas Kak Bima. Ia menatapku iba. 

   "Sakit, ya?" Ia melirikku dari kaca, aku hanya mengulas senyum tipis sambil menggeleng pelan.

   Hatiku berdebar amat kencang mendapat perhatian darinya, wajahku pun bersemu merah . Sempat menatap wajah Rena yang berubah masam. Apa ia cemburu padaku?

   Benar kata Kak Bima, jalani yang kami lalui perlahan mulai mulus dan mobil pun melaju lebih kencang. Pepohonan lebat mulai memasuki perkampungan rumah penduduk.

    Rena dan Sri tak henti mencari perhatian dengan cara mengajak berbincang Kak Bima terus menerus, hingga kulihat lelaki itu mulai jengah dan banyak diam. Hanya anggukan sebagai responnya.

    Aku sama sekali tak tertarik dengan obrolan mereka dan lebih memilih melihat pemandangan yang di lewati. Rumah-rumah penduduk di sini adalah rumah berbentuk panggung dengan ciri atap yang sama dan bermaterialkan kayu. 

   Walaupun terbuat dari kayu tapi rumah di sini tertata rapi dan nampak amat kokoh. Halaman nya pun asri dan bersih. Amat nyaman. 

   Padahal letaknya tak jauh dari hutan malah sepertinya berada masih dipinggiran hutan,tetapi yang aku herankan penduduk di sini punya mobil dan motor yang bagus. Sepertinya keluaran terbaru.

    Sepanjang perjalanan pun tak nampak satu orangpun berada diluar . Padahal matahari sudah menampakkan diri dan sinarnya mulai terik.

   Detik berikutnya mobil mulai memasuki jalan aspal yang amat mulus. Pemandangan kanan dan kiri kembali ke pepohonan lebat dan tinggi menjulang. Aku menikmati pemandangan ini dan mencoba bertanya dalam hati. Dimanakah sebenarnya kami? karena seumur hidup baru kali ini melewati jalan yang kanan kirinya hanya nampak pepohonan. Tak ada rumah satupun terlihat.

    Kira-kira tiga puluh menit perjalanan, barulah kami melihat ada satu dua rumah di sisi kanan dan kiri jalan. Namun, herannya sedari tadi aku tak melihat satupun kendaraan yang lewat kecuali mobil punya Kak Bima ini. 

    Satu jam perjalanan kami memasuki jembatan yang lumayan panjang, sekitar sepuluh menit kami akhirnya sampai di ujung jembatan dan inilah kali pertama kami bisa melihat hilir mudik kendaraan dan aktifitas orang-orang di sekitar. Hatiku mulai merasa lega. Dan jalan ini sepertinya sama dengan jalan yang kami lewati sebelum masuk hutan. Tapi, aku merasa dulu tak selama ini perjalanannya.

     Sekitar tiga puluh menit akhirnya kami sampai di depan kampus. Kak Bima akhirnya berpamitan setelah kami turun dari mobilnya. Ia sempat mengulas senyum yang teramat manis hingga wajahnya tampak semakin tampan.

    Ia mengangguk dan mobilnya berjalan begitu kencang hingga dalam hitungan detik sudah tak nampak dari pandangan.

***

    "Indri! kamu kemana saja, Nak?" Ibu meraung sembari memeluk erat tubuhku.

     Bapak dan Kakek menuntunku masuk kedalam rumah begitupun dengan Ibu. Ibu tak henti melepas pelukannya.

     Aku dengan lugas menceritakan dengan detail semua kejadian yang aku dan kedua temanku alami selama kami berada di dalam hutan. Dan juga penyebab kami bisa tersesat disana.

   Bapak, Ibu dan Kakek mendengarkan dengan seksama. Hingga ku jelaskan berapa hari kami tersesat dan di tolong oleh sekelompok tentara yang berperawakan seperti orang asing. 

    "Tiga hari kami tersesat, dua hari kami menginap di basecamp tentara," ungkapku di akhir cerita.

     "Jadi, maksudmu lima hari, Nak," Bapak menatapku tak percaya.

   "Iya, Pak. Sekitar lima harian lah, Pak," aku menjawab sejujur-jujurnya. 

   "Tapi, kamu hilang hampir sebulan, Nak!" tukas Bapak dengan wajah yang tegang.

     "Sebulan? aku hilang sebulan?" 

 

... bersambung  ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status