Share

Part 5 (Kekesalan Adelia)

“Pagi-pagi udah cemberut aja Lo, Del?” celetuk Jessy. 

Adelia menghela nafas kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah tersisir rapi sejak sepuluh menit lalu.

“Ehm, Lo nggak ngantor?”

“Bos baru gue berulah!! Arghh!!? Pengin gue tabok muka tuh orang!?” ucap Adelia menggebu. 

“Kenapa lagi?”

“Gue udah siap-siap berangkat, tiba-tiba dia telepon nyuruh gue nggak masuk. Kenapa nggak dari semalem aja ngomongnya? Padahal tadi malam juga nelpon gue!”

Jessy mengernyit heran. “Boss Lo semalem telepon? Ngapain? Ah, ja...”

“Jangan mengada-ada. Gue dan dia nggak ada hubungan apa pun.” desis  Adelia tajam.

“Hahaha, awas aja Del! Nanti lama-lama benci jadi cinta loh?” Jessy semakin terkikik geli.

“Dalam mimpi!?” Adelia kembali ke kamar, ia menghempaskan tas kerja dan I-Pad -nya di kasur. Ia segera mengganti pakaiannya dengan sehelai gaun santai dan menghapus lipstik merah di bibirnya.

Tak lama kemudian Adelia keluar dari kamar menuju dapur. Ia ingin memasak beberapa menu masakan untuk meredam emosi yang ingin meledak.

Niat hati ingin menenangkan diri, Adelia dikejutkan oleh tingkah Jessy yang mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas ke meja dapur. 

“Lo berantakan dapur gue!?” Seru Adelia. 

Jessy dengan raut polosnya tersenyum geli. “Lo duduk di sana deh. Biar gue yang masak. Gini-gini gue udah belajar masak sejak Lo tinggal ke New York.”

“Emang Lo bisa bedain garam sama gula?” tanya Adelia sanksi. 

Jessy melotot,  “Gue kan sering masakin Kevin di apartemennya. Jadi bukan masalah sulit buat gue.”

“Kevin? Masak di apartemen? Lo...”

Ups, Jessy tak sengaja membongkar kebiasaannya menjadi asisten pribadi CEO di tempatnya bekerja sejak satu tahun yang lalu tanpa sepengetahuan Adelia.

“S-santai Del. I-ini nggak se...”

“Sejak kapan?” tanya Adelia menuntut.

Jessy menggaruk tekuknya yang tidak gatal. “Ehm, s-satu tahun lalu.” Jessy melihat respon Adelia yang datar. “G-Gue cuma sebatas itu kok. Nggak pake aneh-aneh.” 

Adelia menghembuskan nafas kasar. Ia terdiam. Bukan karena dirinya tak suka bila Jessy dekat dengan  laki-laki. Namun ia takut bila laki-laki itu hanya memanfaatkan kepolosan sahabatnya.

“Yang penting Lo hati-hati aja. Dan inget pesen Gue!” ucap Adelia.

Mendapat respon bagus dari Adelia membuat Jessy tersenyum simpul. Ia menghambur ke arah Adelia dan memeluk gadis dua puluh enam tahun itu dengan erat.

“Terima kasih ya, Del. Gue janji nggak akan aneh-aneh kok.” janji Jessy. 

Adelia menepuk-nepuk punggung Jessy lembut. Bagaimanapun juga Jessy berhak mendapat kebahagiaannya sendiri. 

“Jadi, Lo mau masakin apa buat gue?”

Jessy melonggarkan pelukannya. “Lo duduk aja disana. Gue masaknya cepet kok.” Jessy mendorong tubuh Adelia untuk duduk di kursi.

Selanjutnya, gadis dengan rambut pirang itu mulai memasak bahan yang telah ia keluarkan dari lemari pendingin. Sesekali ia menengok ke arah Adelia yang tampak memperhatikan setiap gerak-geriknya.

Dua puluh menit kemudian Jessy menyajikan dua mangkuk salad, satu piring buah yang telah dipotong dan dua gelas susu. 

“Belajar dari mana bikin salad seenak ini?” tanya Adelia dengan nada datar.

“Ehm, ini Kevin yang ngajarin,” jawab Jessy melebarkan senyumannya.

“Lo sering ke apartemennya?”

“Enggak sih. Cuma kadang-kadang aja. Dia sering makan di luar sama relasi bisnisnya sih.” Ucap Jessy sembari menikmati salad di mangkuknya. “Trus rencana Lo apa hari ini?” tanya Jessy. 

“Rebahan di kamar. Entar malem Bos baru gue minta di temenin ketemu relasi bisnisnya.” Jawab Adelia malas. 

“Nonton film kartun terbaru yuk. Gue udah beli disc-nya kemarin.” Ajak Jessy antusias. 

Adelia memutar bola mata malas.  “Iya deh.”

Jessy memekik girang. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu akan menjadi seperti anak-anak bila berhubungan dengan dunia kartun. Adelia tersenyum geli melihat tingkah kekanak-kanakan Jessy yang ia lewatkan selama sebulan. Bagi orang lain mungkin hanya hal sepele, tapi bagi mereka ini adalah kebahagiaan.

*

“Lo yakin mau bawa Sekretaris itu ke pertemuan entar malem?” tanya Tommy untuk kedua kalinya.

Alex tak menanggapi ocehan sahabat sekaligus asisten pribadinya. Ia hanya fokus dengan beberapa dokumen yang diantar Tommy ke rumahnya. Kini keduanya berada di ruang kerja yang berada di sebelah kamar pribadi Alex.

“Dokumen ini udah semuanya atau masih ada yang perlu gue lihat?” tanya Alex datar.

“Udah semua. Lainnya udah di beresin sama Mr. William. Untuk yang di California semua sudah di handle oleh CEO baru,” jawab Tommy. 

Alex membubuhkan beberapa tanda tangan di beberapa dokumen  dan menumpuk di meja kerjanya.  Ia beralih meraih ponsel dan menghubungi salah satu Butik ternama di New York  untuk memesan gaun yang akan dikirimkan kepada Adelia.

Sontak saja perlakuan istimewa yang dilakukan Alex mengundang sejuta pertanyaan di otak Tommy. 

“Lex, gue pikir sekarang Lo berubah ya? Lo suka dengan Sekretaris itu ya?” selidik Tommy. 

Bukannya menjawab, Alex malah memberikan sebuah seringai aneh. Membuat Tommy sulit menerka pemikiran sahabat sekaligus Bos-nya itu.

“Gue ngelewatin sesuatu ya? Atau telah terjadi sesuatu antara Lo dan Adelia?” 

“Lebih baik Lo ngelamar jadi wartawan deh.” Celetuk Alex. “Kepo!!”

Tiba-tiba Tommy terbahak-bahak mendapati jawaban Alex bernada ketus itu. Otaknya dengan cepat menganalisa dengan baik. Sahabat yang baru saja move on ini pasti sedang jatuh cinta.

“Lo mendingan pulang. Dan besok, jangan dateng terlalu pagi!” usir Alex. 

“Ehm, OK! Gue akan dateng lebih siang besok.” Tommy beranjak dari posisinya. Sebelum mencapai pintu kerja Alex, ia kembali berbalik. “Jangan terlalu mudah menjatuhkan hatimu untuk kedua kalinya jika tidak ingin merasakan sakit yang sama.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Tommy  benar-benar meninggalkan laki-laki dingin itu seorang diri.

Mendengar nasehat Tommy membuat Alex semakin melebarkan senyumannya. Beberapa rencana apik telah tersusun rapi di otak pintarnya. Bagaimanapun caranya, ia harus memiliki  perempuan itu untuk dirinya.

Alex membuka sebuah aplikasi pesan yang ia terima dari Butik yang baru masuk ke ponselnya. Ia tersenyum puas setelah melihatnya. Ingatannya kembali pada kejadian tiga minggu yang lalu.

Flashback tiga minggu yang lalu 

Pagi ini Alex mengemudikan mobil sportnya dengan kecepatan sedang menuju sebuah apartemen di pinggiran Kota California. Ia sedang mengamati seorang perempuan dengan dress pendek berwarna biru sedang keluar dari area apartemen itu.

Kebiasaan ini sudah satu minggu ini dilakukannya. Setiap pagi, sebelum ia ke kantor laki-laki bersetelan jas mahal itu akan berhenti di sekitar apartemen hanya untuk mengamati seorang perempuan.

Seorang perempuan yang tanpa sengaja ia temukan di salah satu kelab malam kala itu. Perempuan dengan aroma vanila yang membuatnya terbayang-bayang. Memalukan memang. Seorang Alexander Johnson tergila-gila pada perempuan asing. 

Tapi selama itu, Alex hanya mampu memandang tanpa mau mendekat. Ia lebih memilih memperhatikan dari jarak jauh dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang perempuan itu.

Saat suatu pagi Alex mendapati perempuan itu pindah, ia segera menyewa beberapa detektif untuk mencari keberadaan perempuan itu. Dan BINGO!! 

Perempuan yang diam-diam sudah mengisi hatinya itu melamar pekerjaan di Johnson Corporation di New York.

Pucuk di cinta ulam pun tiba. Alex segera mengecek kebenarannya dengan menghubungi pihak HRD di Johnson Corporation di New York . Dan setelah mendengar laporan langsung dari sana ia semakin melebarkan senyuman di bibirnya.

Flashback off 

Aku tidak akan pernah melepaskanmu gadis manis. Setelah pertemuan itu, aku semakin yakin untuk memilikimu. Dan aku pastikan tidak butuh lama untuk membuatmu jatuh ke pelukanku.” Monolog Alex.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
rencana yg mulus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status