Harapan Becca pada sosok ayah sangat besar. Oleh karena itu, sedari kecil ia selalu bersemangat menghitung hari yang dijanjikan oleh Lucia.
Anehnya, ketika pria yang ia tunggu bertahun-tahun ada di hadapannya, hati Becca mendadak ragu untuk menerima. Apalagi ketika ia teringat ucapan pemilik kelab malam—tempat ia bekerja dan bertemu dengan Gabriel.
‘Kau itu cantik, Becca. See, wajahmu terlihat mahal. Tidak seperti orang kekurangan pada umumnya. Aku jadi curiga ... apakah sebenarnya kau adalah anak orang kaya yang tak diinginkan?’
Tubuh Becca menegang kaku. Alih-alih menyambut sang ayah, ia malah beranjak dan berlari keluar dari ruang perawatan Lucia tanpa berpamitan.
“Becca!” seru semua orang bersamaan.
“Susul dia, Gabriel. Mama mohon.”
Gabriel bangkit. “Mama tenang. Gabriel akan mengurusnya.”
Setelah mengucapkan itu Gabriel langsung keluar mencari keberadaan istrinya.
Di da
Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Becca kembali tenang. Dan sebagai suami yang pengertian, Gabriel tetap bertahan pada posisinya, meskipun kedua kakinya mulai kesemutan.Hingga setelah lebih dari tiga puluh menit lamanya, Becca yang sudah puas menangis berangsur melonggarkan pelukannya.“Sudah?”Becca mengangguk lemah.Kedua tangan besar Gabriel menangkup pipi Becca dan membawa tatapan wanita itu hanya berpusat padanya. Mengulas senyum termanis yang ia miliki, Gabriel kemudian mengecup bibir tipis itu sebelum berkata.“Menerima dan memaafkan memang tidak mudah, tapi menghindar juga tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Kau tau jika aku akan selalu di sampingmu apa pun yang terjadi nanti?”Becca ingin menggeleng, tapi terasa kaku. Memang yang dikatakan sang suami adalah benar. Ia pun tahu dan seratus persen sadar. Namun, ia hanya belum siap mendengar alasan mengapa ayah kandungnya harus meninggalkan ia dan sang m
Orang-orang selalu bilang jika pasangan pengantin baru akan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur ketimbang di kantor atau tempat kerja lainnya. Nyatanya itu benar dan sedang dialami oleh Gabriel.Sang CEO di Johnson Corporation itu benar-benar tak bisa sedikit pun meninggalkan sang istri lebih dari delapan jam. Ketika laki-laki itu di kantor, setiap saat pasti akan selalu mengirimkan pesan dan mengharap mendapatkan balasan dalam waktu singkat. Jika tidak, bisa dipastikan ia akan emosi.Seperti halnya pagi ini. Gabriel mengamuk pada Algio hanya karena salah meletakkan dokumen yang belum ia kerjakan.Hal itu tentu saja membuat sang asisten terkejut. Selama ia bekerja dengan sang CEO, ia belum pernah mendapat kemarahan sebesar ini.Tapi demi apa bosnya yang terkenal dingin dan cuek bisa mengamuk semengerikan ini?Begitulah pertanyaan itu menggema di kepala Algio. Meskipun ia sudah meminta maaf, Gabriel bersikap ketus padanya.“
Sejak Gabriel memutuskan panggilan teleponnya tadi pagi, tak ada kabar hingga waktu hampir sore hari. Wanita yang sejak tadi mulai gusar, berulang kali mengecek ponselnya.“Kenapa dia belum pulang?” gumam Becca kesal.Tanpa ia sadari, laki-laki yang ia rindukan sudah berdiri tepat di belakangnya membawa satu buket mawar merah segar. Laki-laki itu menahan diri untuk tidak tertawa mendengar umpatan yang jelas ditujukan padanya.Tak ingin melihat wanita itu merajuk, tangannya terulur memberikan buket itu tepat di depan wajah sang istri.“Terimalah bunga ini sebagai permintaan maafku, Baby,” bisik Gabriel mesra. Tentu saja perlakuannya itu membuat Becca terkejut dan menegang.Alih-alih menjawab, Becca malah memberikan pertanyaan. “Kau sudah pulang?”Gabriel mengangguk dan masih berada di belakang tubuh istrinya. “Ya. Aku baru saja pulang.”Tak salah Gabriel mendengar kelegaan dari istrinya.
“Apa yang kau lakukan, Gabriel?” tanya Becca yang masih mengenakan gaun tidur dengan jubahnya. Berjalan menuju dapur di mana Gabriel berada.Alih-alih menjawab, lelaki bersetelan kemeja tanpa jas itu mengangkat hasil masakannya pagi ini.“Gabriel?”“Tunggu sebentar, Baby. Duduklah di kursi dan temani aku sarapan,” perintah Gabriel tanpa menoleh sedikit pun.Wanita yang baru saja mengambil segelas air hangat itu mendengkus, tapi tak ayal menurut. Duduk di salah satu kursi dan meneguk air hangat untuk membasahi tenggorokannya.“Silakan, Nyonya Johnson.” Gabriel meletakkan dua piring pasta seafood dengan parutan keju di atasnya. Selain itu, ia juga membuat satu mangkuk salad buah.“Temani aku sarapan dan kau bisa beristirahat kembali setelah aku berangkat,” ucap Gabriel dengan seulas senyum di bibirnya. Dan sebelum ia menyantap sarapannya, lelaki itu sempat menarik tekuk Becca untuk me
Setelan celana panjang berwarna hitam dan kemeja warna biru elektrik menjadi pilihan Becca pagi ini. Memulas bedak tipis-tipis dan lipstik berwarna nude, wanita itu terlihat lebih manis. Jangan lupakan kalung pemberian Gabriel semalam.Kalung berinisial huruf ‘G’ itu sebagai permintaan maaf sekaligus tanda kepemilikan. Ah, Becca mendadak geli mengingat keabsurdan laki-laki yang telah menjadi suaminya itu.Sulit ditebak dan selalu penuh kejutan.Bukan berlebihan mengatakan hal itu. Terhitung sejak mereka bersama, Gabriel lah yang lebih sering menunjukkan sikap kekanak-kanakan ketimbang Becca. Dimulai dari rasa cemburu tanpa melihat waktu dan tempat, menciumnya secara tiba-tiba ketika ada laki-laki yang memerhatikannya, dan masih banyak lagi.Bagaimana perasaan Becca? Tentu senang sekaligus kesal. Ia bahkan sering kali menutupi wajahnya dari pandangan pria lain. Hal itu semata ia lakukan untuk menghindari perang dunia ketiga.Kembali ke t
“Rapat akan dimulai dua puluh menit lagi, Sir.”Gabriel tak bergeming di kursi kebesarannya. Ia masih menatap layar ponselnya yang masih gelap. Tak ada tanda-tanda bahwa akan ada pesan atau panggilan yang masuk dalam waktu dekat.“Sir?”Gabriel mendengkus. “Kita pergi sekarang.”Lelaki dua puluh sembilan itu memasukkan ponselnya ke saku jas, tanpa mengubah pemberitahuan menjadi senyap.Sementara itu, dua orang perempuan digiring masuk ke dalam rumah tua, dengan tangan terikat di belakang.*Lucia mengernyit heran saat panggilannya tak bisa tersambung. Padahal, Becca menghubunginya dengan nomor yang sama.‘Kenapa perasaanku tidak enak?’Wanita paruh baya itu segera menelepon suaminya. Dan lagi-lagi ia harus menelan kekesalan saat mendengar nada dering ponsel sang suami berada di ruangan ini.“Kenapa kebetulan sekali dia tak membawa ponselnya?” gumam Lucia
Gabriel meremas ponsel di tangannya. Seolah-olah itu adalah penelepon yang telah lancang menculik sang istri tercinta.Tak membuang waktu untuk meratapi, laki-laki dengan emosi di hatinya itu menghubungi pengawal kepercayaannya—Peter. Langsung bertanya tanpa basa-basi.“Kau di mana?”“Di markas, Tuan. Saya sedang mengawasi pergerakan Albert Dominic,” jawab Peter tenang. Ia tahu jika sang tuan kini sedang panik dan pasti akan mengamuk.“Kau tau apa kesalahanmu, hah!” seru Gabriel tajam. Laki-laki itu tak bisa lagi mengontrol emosinya. Apalagi berhubungan dengan sang istri.“Sebaiknya Tuan datang kemari. Ada yang ingin saya tunjukkan pada Anda tentang Nona Celine Addison.”“Celine? Ada apa lagi dengan jalang itu?”“Datanglah, Tuan. Anda harus tahu sesuatu.”Alih-alih menjawab, Gabriel langsung memastikan sambungan ponselnya, dan bergegas meninggalkan ar
Halo readers Terjerat Cinta Sang CEO di mana pun kalian berada. Author membawa satu kabar bahwa akan ada GA pada 1 January 2023. Bersamaan dengan itu, buku ini akan mulai update lagi setidaknya 1 bab per hari.Syarat dan ketentuan akan Author bagikan di akun F@cebook AR Merry dan Inst@gram ar_merry92. Jangan lupa untuk memasang jadwalnya dan jangan sampai ketinggalan.Hadiah mulai dari pulsa hingga saldo Dana, OVO, Shopee, dan Gopay. Ikuti terus kisah di buku ini hingga tamat. Kontributor gems terbanyak akan saya beri hadiah saat buku ini berganti status tamat.Terima kasih masih membaca kisah Alexander dan Adelia, berikut kisah Gabriel dan Rebecca.