“Gabriel.”Seringai liar itu semakin mengembang. “Kau harus tahu, berkencan dalam kamusku bukan sekadar jalan berdua ataupun makan malam bersama.”Deg!Jantung Celine nyaris jatuh ke dasar perut. Sekejap ia tersipu hingga bias merah muda memenuhi kedua pipinya.“Kau tahu maksudku bukan?” tanya Gabriel dengan mata berkedip sekali.Wanita itu terhipnotis. Seumur hidupnya belum pernah ia duduk berdua dengan Gabriel dan berbicara santai, sehingga hari ini merupakan hari yang sangat bersejarah.“Celine,” panggil Gabriel dengan suara sedikit mendesah. Sengaja ia lakukan guna memancing reaksi Celine kemudian.Ajaib. Celine yang sudah memiliki jam terbang tinggi dengan para pria di atas ranjang tentu sangat paham.“Tentu saja.” Bibir Celine melengkung ke atas. Membentuk senyuman manja layaknya wanita penggoda. “Bagus.” Gabriel membalas senyuman itu. “Aku akan mengatur jadwal kita berkencan nanti. Setidaknya, setelah memastikan pekerjaanku selesai.”“Kenapa tidak malam ini?” tanya Celine tanp
“Ide bagus. Lakukan apa yang kau mau.” Seringai liar dan mesum itu tersungging di bibir pemilik nama Albert Dominic.“Terima kasih, Sir. Saya akan ....”“Siapkan kamar yang bagus untukku,” perintah Albert dengan rahang mengeras. Ini adalah kesempatan yang telah lama ia nantikan. Tanpa mengalihkan tatapan liarnya dari Becca, ia lanjut berkata, “Aku ingin menikmati sekaligus memberi pelajaran pada jalang itu. Biar dia tahu, berhadapan dengan siapa dia saat ini.”“Baik, Sir. Akan segera saya lakukan,” jawab Derick dengan penuh semangat. Jika sang majikan bermain dengan tawanan itu, ini berarti dirinya juga akan mendapat kesenangan yang sama. Mengingat dia tertantang dengan wanita yang kini mengintai setiap gerakannya itu. Mengalihkan sejenak dengan kesenangan yang akan ia dapatkan, Derick lanjut bertanya, “Lalu, apakah ada permintaan lain seperti menyiapkan wanita ini tanpa pakaian, dengan keadaan terikat, atau ....”“Tidak perlu,” pungkas Albert cepat. Secepat kilat imajinasi liarnya b
Deg!Aliran darah dalam tubuh Becca seolah berhenti. Mengingat pertemuan mereka yang dimulai dengan penawaran pernikahan dan berakhir di atas ranjang kala ia menyerahkan diri begitu saja. Semua berbalik menjadi busur panah yang menusuk tepat di jantungnya.“Tidak mungkin Gabriel mengkhianati pernikahan kami. Dia sangat mencintaiku dan ... dia selalu mengatakan jika hanya aku yang bisa membuatnya menginginkan hal itu,” batin Becca memberontak. Ia berharap apa yang didengar baru saja hanya sebuah bualan. “Tapi kau tidak perlu khawatir, asal kau mau menjadi penurut, aku bersedia menampungmu.” Dengan sengaja Albert mendekatkan bibirnya ke telinga Becca. Seringai liar di bibirnya lantas terbit. “Tentu kau tahu maksudku, hm?”Tak ada jawaban atau reaksi yang Becca berikan. Namun, saat Albert hendak mengecup telinganya, ia seketika memalingkan kepala, sehingga bibir pria itu menyentuh rambutnya yang tergerai.Alih-alih emosi karena merasa dipermalukan di depan asistennya, Albert tertawa ken
Bugh!Bugh!Bugh!Gabriel berulang kali menghajar Peter yang tak sedikit pun memberikan perlawanan. Sementara Sherly dan beberapa pengawal yang menyaksikan kemarahan sang majikan tak bisa berbuat banyak.“SUDAH KUKATAKAN JANGAN MENEMPATKAN ISTRIKU PADA BAHAYA, TAPI KAU MALAH MENGGUNAKAN DIA SEBAGAI UMPAN TANPA SEPENGETAHUANKU!” teriak Gabriel dengan nada tinggi dan terus melayangkan pukulan tangannya ke wajah Peter berulang kali. Pria yang kini bersimbah darah itu pun menahan nyeri saat serangan Gabriel melayang pada wajahnya secara bertubi-tubi. Tidak melawan dan tetap pasrah hingga sang tuan muda melampiaskan amarahnya.Gabriel terengah-engah. Pukulan yang sejak tadi membabi buta kini melemah. Bukan melepaskan, ia lantas menarik kerah kemeja Peter dan membuat pria mengenaskan itu mendongak.“Kalau terjadi sesuatu pada istriku ....” Gabriel memaku tatapan tajam dan mengerikan yang selama ini belum pernah dilihat oleh siapa pun. Termasuk keluarga besar Johnson. “Aku akan mematahkan l
Gabriel menghela napas dalam-dalam seraya menatap nanar pada sang istri yang terbaring lemah di atas ranjang. Berkali-kali ia bertanya dalam hati mengapa wanita itu tak menginginkan keberadaannya.“Apa yang terjadi padamu, Baby?”Kedua manik kebiruan itu mengerjap. Ia tertarik untuk membenarkan selimut dan memberikan kecupan.“Beristirahatlah. Aku keluar sebentar.”Dengan tak rela Gabriel keluar. Tujuan utamanya adalah mencari Sherly.“Ke mana dia?” Pria dengan wajah kusut itu merogoh ponselnya. Namun, belum sampai mencari nomor kontak Sherly, suara pintu utama terbuka. Di sana, orang yang ia cari membungkukkan badan padanya.Beralih ke ruang kerja, Gabriel duduk di kursi kebesaran sementara Sherly berdiri di seberang meja.Hening. Baik Gabriel maupun Sherly belum mengatakan apa pun.Sampai pada akhirnya, setelah beberapa menit terdiam, Gabriel berdehem kencang.“Ada yang ingin aku tanyakan, Sherly,” ucap Gabriel dengan pandangan menghunjam lurus pada sang pengawal.“Silakan, Tuan Mu
Sesuai apa yang telah dijanjikan, Gabriel dengan berat hati mengantarkan sang istri ke rumah sakit. Tak ada obrolan selama perjalanan di antara mereka. Baik Gabriel maupun Becca terdiam seribu bahasa dengan fokus yang berbeda.“Kita sudah sampai, Tuan Muda.”Masih belum mengeluarkan suara, Gabriel turun melewati pintu lain. Dan hal itu membuat air mata menetes tanpa sadar.“Kau telah berubah, Gabriel,” lirihnya pilu. Tanpa Becca sadari, tak lama kemudian pintu di sebelahnya terbuka. Di sana ada Gabriel yang memperlihatkan wajah dingin mengulurkan tangan.“Turun.”Perintah itu menyentak Becca dari pikirannya sendiri. Ingin sekali ia menangis dan menolak, tapi demi mempertahankan harga diri, ia berusaha tetap tenang.Becca pun mengulurkan tangan menyambut Gabriel. Akan tetapi, begitu ia sudah turun, dengan penuh ketegasan ia berkata, “Kau tidak perlu berlebihan.”“Tidak ada yang berlebihan. Sebagai suami, aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan,” balas Gabriel tak kalah tegas
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D