Share

BAB 5

“Terima kasih,” balas Dokter Ardian datar.

“Kalau butuh teman atau apa, Kak Ardian bisa menghubungi aku. Aku akan selalu ada untuk Kakak,” ujar Widia seraya menatap sinis pada Citra.

Citra yang ditatap seperti itu tentu saja merasa takut dan segera menundukkan kepalanya.

Dokter Ardian tidak menanggapinya dan berlalu pergi. Citra pun mengikuti ke mana Dokter Ardian pergi.

Widia merasa dongkol karena Dokter Ardian tidak menyambutnya dengan hangat. Sedari dulu ia sudah mengincar Dokter Ardian, tapi sayangnya Dokter Ardian lebih memilih Nadia dari pada dirinya.

“Sebentar lagi aku akan mendapatkanmu Ardian Raditya!” gumam Widia dengan percaya diri dan tersenyum miring.

Sementara itu Dokter Ardian masuk ke dalam sebuah kamar di lantai dua. Kamar itu sangat luas dan sudah didesain seperti kamar anak-anak. Di dalam kamar itu terdapat tempat tidur besar, box bayi, mainan, dan semua keperluan bayi ada di dalam kamar itu. Dokter Ardian dan istrinya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan kamar itu untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.

“Ini kamarmu. Semua keperluan bayi sudah tersedia,” tutur Dokter Ardian setelah menidurkan bayinya pada box bayi.

“Baik, Dok!” balas Citra patuh.

“Kalau ada yang kurang, kamu bisa bilang pada saya. Dan kalau kamu butuh sesuatu atau apa saat saya tidak ada, kamu bisa minta pada Bik Yati di dapur,” lanjut Dokter Ardian lalu pergi dan menutup pintu kamar Citra.

Usai Dokter Ardian menutup pintu, mata Citra pun memindai sekeliling kamar itu. Kamar itu lebih besar dari pada kamar kos Citra. Setelah itu Citra merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

“Hm … nyaman sekali,” gumam Citra seraya membelai kasurnya.

***

Malam hari

Semua tamu, tetangga, dan keluarga sudah pulang setelah pengajian pembacaan tahlil dan surat Yasin di rumah Dokter Ardian. Dokter Ardian masuk ke dalam kamarnya dan duduk di tepi tempat tidurnya. Kemudian ia meraih foto mendiang istrinya yang ada di atas nakas.

“Kenapa kamu pergi secepat ini?” gumam Dokter Ardian seraya membelai foto mendiang istrinya yang tengah tersenyum.

Kenangan saat mereka pertama kali bertemu pun melintas kembali di ingatan Dokter Ardian. Saat itu Nadia dan Widia tengah berjalan di pinggir jalan seusai jalan-jalan pagi pada hari Minggu.

Tiba-tiba ada sebuah sepeda motor yang melaju dengan sangat kencang dan menyerempet mereka. Kebetulan Nadia berada di sebelah kanan. Hingga akhirnya Nadia pun terjatuh. Dokter Ardian yang melihat kejadian itu segera menghampiri mereka dan menolongnya.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Dokter Ardian seraya membantu Nadia berdiri.

“Tidak apa-apa. Terima kasih,” balas Nadia seraya mendesis karena merasakan perih pada sikunya.

“Siku kamu berdarah,” ucap dokter Ardian ketika melihat siku Nadia terluka.

“Tidak apa-apa. Hanya lecet sedikit,” sahut Nadia dengan meringis menahan perih.

Widia pun tertegun ketika memandang Dokter Ardian. Ia terpesona pada Dokter Ardian. Tidak hanya tampan, Dokter Ardian juga sangat perhatian. Sampai-sampai ia lupa untuk menolong Nadia.

Dari situlah awal perkenalan mereka. Dan dari situlah tumbuh perasaan cinta di hati Widia pada Dokter Ardian. Sayangnya, Dokter Ardian lebih tertarik pada Nadia dari pada Widia.

Di saat Dokter Ardian tengah mengenang awal pertemuannya dengan Nadia, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Dokter Ardian pun segera menaruh kembali foto Nadia di atas nakas. Kemudian ia bergegas keluar dari kamarnya menuju kamar Citra yang berada di samping kamarnya. Dokter Ardian dan Nadia memang sengaja menyiapkan kamar calon anaknya di samping kamar mereka.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Zarina Wulandari
hhhhhhhh sangat lucu skli
goodnovel comment avatar
Rina Wulandari
sangat lucu
goodnovel comment avatar
neneng sutarsih
ardiam aja yang suruh nyusu wkwkwkwkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status