Share

BAB 7

Setelah semua masakannya matang, Widia menata makanan itu di atas meja makan sambil menunggu Dokter Ardian turun.

Tidak berapa lama kemudian Dokter Ardian menuruni anak tangga sambil mengancingkan lengan kemejanya. Hari ini ia akan mulai bekerja seperti biasa. Di rumah sakit sudah banyak pasien yang menunggunya.

Widia yang melihat Dokter Ardian menuruni anak tangga, dengan segera ia membenahi pakaian dan merapikan rambutnya. Kemudian ia menyambut Dokter Ardian di anak tangga terakhir.

“Selamat pagi, Kak …,” sapa Widia dengan tersenyum riang.

“Pagi,” balas Dokter Ardian singkat seraya melewati Widia dan berjalan menuju meja makan.

Widia pun cemberut lalu mengikuti Dokter Ardian menuju meja makan.

“Aku sudah memasak semua ini untuk Kak Ardian loh. Biar aku ambilkan, ya,” tutur Widia menawarkan diri seraya mengambil piring yang ada di depan Dokter Ardian. Ia ingin menggantikan pekerjaan Nadia mengurus Dokter Ardian saat ini.

“Terima kasih, tapi aku bisa mengambilnya sendiri. Mulai besok tidak usah repot-repot memasak untukku. Di rumah ini sudah ada Bik Yati yang memasak,” ujar Dokter Ardian seraya mengambil piring dari tangan Widia lalu menyendok makanan yang ada di atas meja makan sendiri.

“Tolong panggilkan Citra. Dia juga harus sarapan sekarang,” imbuh Dokter Ardian.

“Citra siapa?” tanya Widia dengan mengernyitkan dahinya.

“Pengasuh anakku. Kemarin kamu sudah bertemu dengannya,” jawab Dokter Ardian lalu memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.

Widia pun cemberut dan memutar bola matanya dengan malas. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya pergi naik ke lantai dua untuk memanggil Citra.

Sesampainya di depan pintu kamar Citra, Widia langsung membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Ketika pintu itu terbuka, Widia tidak melihat sosok Citra di dalam kamar itu. Ia pun masuk tanpa permisi untuk melihat isi kamar itu.

Tidak berapa lama kemudian, Citra masuk ke dalam kamar. Ia baru saja dari balkon kamar untuk menjemur si kecil supaya tidak ikterus (kuning).

“Kenapa Mbak masuk ke dalam kamar saya?” tanya Citra ketika melihat Widia sudah berada di dalam kamarnya.

Widia pun menoleh ke arah Citra dengan melipat kedua tangan di depan dadanya.

“Tuh, disuruh Kak Ardian sarapan di bawah. Kalau bukan Kak Ardian yang nyuruh, aku nggak akan masuk ke kamar ini!” jawab Widia ketus lalu pergi keluar dari dalam kamar Citra. Ia buru-buru pergi ke meja makan supaya bisa sarapan bersama Dokter Ardian.

Citra pun membawa bayi Dokter Ardian turun ke lantai bawah untuk sarapan. Kebetulan perutnya memang sudah sangat lapar. Setelah salat subuh tadi, ia sudah repot memandikan bayi Dokter Ardian, mengganti pakaiannya, dan membuatkan susu. Setelah agak siang, ia menjemur bayi itu di balkon kamarnya.

Sesampainya Widia di meja makan, Dokter Ardian sudah selesai menghabiskan sarapannya. Widia pun semakin kesal karena tidak bisa mendapatkan perhatian Dokter Ardian.

Citra yang baru sampai di meja makan merasa canggung. Ia tidak biasa makan di meja makan seperti ini. Apalagi bersama Dokter Ardian dan Widia yang baru saja ia kenal.

“Sini bayinya biar saya yang gendong. Kamu makan saja dulu,” ujar Dokter Ardian seraya mengambil alih bayinya dari tangan Citra. Kemudian ia membawa bayi itu ke taman belakang rumah untuk bersantai sejenak sebelum berangkat bekerja.

Citra pun duduk di meja makan dan segera mengambil makanan yang ada di atas meja. Widia memperhatikan Citra dengan tatapan tidak suka.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sa
terlalu banyak memakai koin
goodnovel comment avatar
Endy Prayitno
cerita bagus, cuma ada tapinya...
goodnovel comment avatar
Meri Latumenase
ceritanya bagus tapi malas pakai coin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status