Share

Mother In-Love
Mother In-Love
Penulis: Asia July

01. Bencana

Dahlia tidur dengan menantunya sendiri.

Itu adalah kesadaran pertama yang dia dapatkan sesaat setelah membuka mata dari tidur yang terasa begitu lama dan melelahkan. Tubuhnya menggeliat dari pelukan erat seorang pria, Kai Ronan, suami anak tirinya sendiri. Dan apa yang lebih parah dari itu adalah kesadaran lain bahwa tubuhnya tidak menyesali apa yang dia dan Kai lakukan semalam.

Titik-titik sensitif di tubuhnya masih mengingat jejak sentuhan pria itu. Bahkan alkohol yang semalam membuatnya mabuk tidak cukup membuatnya lupa.

Pikiran Dahlia jelas sedang tidak waras sekarang.

Semalam, pernikahan anak tirinya, Brianna Harrison, baru saja disahkan. Dan bukannya merayakan malam pertama dengan istrinya, sang pengantin pria justru melakukan hal itu dengan ibu mertuanya sendiri.

Bagaimana ini? batin Dahlia panik. Pendingin di dalam kamar itu menyala dan berfungsi dengan baik, tapi peluh menetes dari dahinya. Tubuhnya juga sekaku manekin saat lengan kekar yang melingkari pinggangnya menariknya semakin erat.

Tidak banyak yang bisa dilakukan, pikir Dahlia. Semalam dia mabuk berat.

Menyaksikan sebuah pernikahan yang dirayakan secara meriah itu membuatnya melankolis.

Dia ingat merasa sedih dan sedikit iri pada pernikahan putri tirinya, karena pernikahan Dahlia sendiri dilansungkan dengan cara yang paling dingin. Dalam sekejap mata, dia telah sah menjadi istri seorang pria kaya raya yang tengah terbaring lemah di tempat tidur karena penyakit berat yang menggerogoti tubuh tuanya.

Dahlia juga ingat saat dia pertama kali menyesap sampanye itu, meminumnya berulang kali untuk meredakan perasaan sedihnya. Dan sekarang lihatlah di mana dia berakhir!

Di dalam pelukan menantunya sendiri.

Dahlia ingin menangis karena kekacauan yang dia yakin tengah dia ciptakan. Namun sebelum itu, dia harus melepaskan dirinya dari kungkungan pria ini. Yang mana hal itu tidak mudah untuk dilakukan.

Dengan sangat pelan, Dahlia beringsut menjauh. Saat akhirnya dia berhasil melepaskan diri, segumpal napas yang tercekat di tenggorokannya dia embuskan dengan penuh lega. Ditatapnya langit-langit kamar yang temaram. Ruangan ini berwarna putih, dan seprainya, selain kusut juga bersih. Itu artinya dia tidak sedang berada di kamar pengantin.

Walau Dahlia tidak tahu kenapa hal itu bisa membuat keadaannya menjadi lebih baik, karena jelas tidak.

Dia beringsut lagi, kali ini berniat untuk bangun. Saat kakinya menyentuh lantai yang dingin, dia kembali menghela napas lega. Selama melakukan itu, tidak sekali pun dia menoleh ke belakang, atau mencoba melirik pria itu.

Namanya Kai Ronan, Dahlia tidak lupa. Namun saat ini, dia menolak menyebut nama itu di kepalanya. Dia akan keluar dari kamar ini secara diam-diam, lalu bertindak seolah tidak ada yang pernah terjadi.

Kalau perlu, dia siap menjadi pengecut dengan pergi sejauh mungkin dari kekacauan yang telah dia perbuat ini. Dahlia tidak akan bisa menghadapinya. Terutama menghadapi Brianna, putrinya, saat tahu apa yang telah dia lakukan semalam.

Saat baru saja Dahlia hendak berdiri, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik ke belakang dan sebelum dia mampu memproses apa yang terjadi, tubuhnya kembali terbaring di atas ranjang dengan wajah tampan seorang pria di atasnya.

Pria itu menatap Dahlia dengan godaan dan tantangan yang berkelibat di mata kelamnya; godaan dan tantangan yang tidak akan Dahlia ambil. Karena hal terakhir yang Dahlia inginkan pagi ini adalah pria itu bangun dan menyadari siapa yang berada di ranjang ini bersamanya.

Alih-alih bersikap canggung, pria itu justru tersenyum miring pada Dahlia. “Mencoba kabur, Ibu Mertua?” bisiknya dengan suara serak yang berat.

Dahlia mendapati dirinya nyaris tercekat oleh napasnya sendiri. Sekelibat bayangan tentang apa yang mereka lakukan semalam muncul dalam benak Dahlia, tentang bagaimana suara berat itu mengerang di atasnya saat mencapai puncak dan membisikkan namanya dengan lembut di telinga.

Oh, bagaimana dia bisa mengingat semua itu dengan sangat detail?!

“Dahlia.” Pria itu menyebut namanya.

Dan Dahlia pun menyadari satu hal.

“Kau tahu aku siapa?” suara Dahlia terdengar sedikit bergetar, karena sebuah ketakutan lain yang mendadak muncul.

Kai Ronan mengangkat sebelah alisnya. Dan lagi-lagi, senyum menggoda itu terbit di bibirnya. “Tentu saja, Ibu Mertua.”

Barulah Dahlia sadar akan bagaimana Kai menyebutnya Ibu Mertua terdengar seperti sebuah hinaan.

Dengan sekuat tenaga Dahlia mendorong pria itu dari atasnya, menarik selimut untuk menutupi dirinya sendiri dan menatap pria itu nyalang.

“Apa apaan kau ini? Kau tahu aku siapa tapi kau tetap bersikap seolah apa yang kita lakukan semalam bukanlah apa-apa?!” Tadinya Dahlia pikir dia akan dilanda rasa malu yang amat besar saat pria ini bangun, tapi kini Dahlia justru merasakan amarah membumbung tinggi di dadanya.

“Memangnya harus bagaimana?” pria itu bertanya balik dengan nada geli.

Dia menikmatinya, pikir Dahlia tercengang.

Dahlia bangkit dari tempat tidur dan menatap pria itu dengan marah.

Lagi-lagi, pria itu menatapnya seolah dia makhluk kecil yang rendah. “Hm? Dahlia, menurutmu aku harus bagaimana?”

Apakah nada manis dan wajah malaikat itu yang menjerumuskan Dahlia untuk tidur dengannya semalam? Dahlia tidak habis pikir, tapi dalam sekejap dia tahu pria semacam apa yang baru saja menikah dengan putrinya.

Pria yang berbahaya. Yang tidak seharusnya berurusan atau bersinggungan sedikit pun dengan dunia Dahlia.

Dengan ekspresi dingin yang mengeras di wajahnya, Dahlia berkata, “Ini sebuah kesalahan.”

“Hm,” balas pria itu. Dia bangkit dari ranjang, mengambil celana pendeknya di lantai dan mengenakannya. Susah payah Dahlia berusaha untuk tidak melirik ke arah tubuh pria itu.

“Lalu?” lanjutnya saat berbalik kepada Dahlia lagi dan melangkah mendekat.

Dahlia mundur, tapi pria itu kemudian hanya duduk di pinggir ranjang, mendongak pada Dahlia yang berdiri di hadapannya.

“Aku tidak akan memberi tahu Brianna. Atau orang lain,” ucapnya.

Dahlia menatapnya lama, mencari sebuah kebohongan, dan kejujuran lah yang dia dapatkan.

“Bagus,” sahut Dahlia kemudian. “Kalau begitu, kita bisa menganggap semua ini tidak pernah terjadi.”

Pria itu tersenyum lagi, seolah merasa geli mendengar ucapan Dahlia.

“Kenapa? Kau ingin aku bertanggung jawab?”

Senyum pria itu berubah menjadi tawa dan Dahlia menatapnya waspada. “Aku yang akan bertanggung jawab,” ucapnya.

Tubuh Dahlia menegang. “Semalam kau … mengenakan pengaman, kan?” cicitnya dengan keraguan dan harapan yang menjadi satu.

Pria itu justru menggeleng dengan ringan.

Untuk sesaat Dahlia merasa dunianya runtuh. Tidak cukup dengan tidur dengan menantunya sendiri, apakah dia juga akan mengandung anak dari pria itu?

Dahlia menghapus bencana itu dari kepalanya lalu berbalik dan bergerak dengan cepat mengambil pakaiannya dan membawanya ke kamar mandi.

Saat Dahlia keluar, dia sudah berpakaian lengkap, dengan gaun berwarna abu-abu muda yang kemarin dia kenakan di pesta.

Sebelum pergi, Dahlia berbalik ke arah pria yang masih duduk di ranjang.

“Kau bajingan!” rutuknya dengan penuh penekanan.

Mendengar pintu yang dibanting tertutup, Kai sedikit pun tidak berkedip. Tapi tatapannya yang tertuju ke arah kepergian wanita itu menyimpan banyak sekali makna tersembunyi.

“Aku tidak akan bisa lupa,” gumamnya. “Dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Dahlia.”

***

[to be continued]

Hai, selamat datang di cerita baru Asia July! Cerita ini akan cukup menguras emosi kalian, jadi siap-siap yaaa.

Oh iya, untuk tahu info mengenai update dan cerita yang lain, follow IG Asia July @deltaxia. Terima kasih sudah mampir dan selamat membaca~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status