Share

03. Melarikan Diri

Seseorang memang datang ke kamar Dahlia malam itu, tapi bukan untuk membangunkannya seperti yang Dahlia pesan.

Keesokan paginya ketika Dahlia bangun, bencana itu baru dia sadari. Entah bagaimana Dahlia bisa tidur dengan Kai Ronan, menantunya sendiri. Dahlia mengingat potongan-potongan ingatannya dengan jelas seperti ketika Kai menyentuh tubuhnya atau ketika pria itu menggeram di atasnya dan menghunjam Dahlia sampai mereka berdua mencapai puncak.

Apakah ingatan orang mabuk bisa dipilah-pilih?

Dahlia hampir bisa dikatakan tidak pernah mabuk. Dia hanya meminum minuman yang mengandung alkohol seperlunya saja, untuk dinikmati sehabis makan malam misalnya. Tapi tidak pernah sampai mabuk atau semabuk kemarin malam.

Sesaat setelah Dahlia berhasil keluar dari kamar itu. Dia hampir dibuat berteriak dengan kehadiran seorang pria di hadapannya. Saat melihat Dahlia, pria itu menunduk ke lantai.

Melihat dari postur pria itu yang rapi dan kesopanannya, Dahlia menduga bahwa dia adalah bawahan Kai Ronan, entah sekretaris atau asistennya.

Dahlia ingin mengabaikan pria itu, tapi dia mengurungkan niatnya dan malah melangkah mendekati si pria.

“Apa yang kau lakukan di sini, Sir?” tanya Dahlia, tidak terdengar nada berarti dalam suaranya yang bisa mengisyaratkan sesuatu.

Pria itu mendongak padanya. “Saya menunggu Tuan saya bangun, Nyonya. Ada beberapa jadwal pagi ini yang harus beliau lakukan.”

Tarikan napas tajam Dahlia terdengar. Lalu dia terdiam, menatap pria di hadapannya skeptis. “Siapa namamu?” tanya Dahlia.

“Jaden.”

“Jaden, apakah kau tipe bawahan yang setia dan bisa menyimpan rahasia tuanmu dengan baik?”

Pria yang mengaku bernama Jade itu tampak tersinggung. Sepertinya dia mengerti apa yang Dahlia maksud. “Saya tidak berhak ikut campur tentang urusan Tuan saya tanpa seizinnya, Nyonya.”

Jawaban tegas itu membuat Dahlia menghela napas lega. Lagipula, Kai Ronan tidak mungkin membeberkan apa yang kemarin malam dia lakukan bersama ibu mertuanya kepada orang-orang. Selain hal itu akan menghancurkan Dahlia, itu juga akan membuat nama Kai Ronan sendiri buruk.

Dan keberadaan Jaden di sini pasti atas izin tuannya juga.

Dahlia lantas tersenyum pada Jaden. “Tuanmu sudah bangun,” ucapnya. Lalu tanpa menunggu lebih lama, dia berlalu pergi.

Lorong hotel itu sepi. Matahari belum terbit dan semua tamu yang menginap pasti terlalu kelelahan untuk bangun sepagi ini. Dahlia penasaran dengan keadaan putrinya. Apakah gadis itu tidak kelelahan juga? Dan bagaimana responnya saat malam pertamanya dia lalui sendiri tanpa si pengantin pria.

Dahlia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Brianna kalau sampai tahu apa yang terjadi. Dan itu adalah alasan yang sangat jelas kenapa saat ini Dahlia merasa enggan untuk bertemu dengan putri tirinya itu.

Dia tidak akan bisa menghadapi Brianna setelah dosa tidak termaafkan yang dia lakukan semalam.

Dahlia masuk ke dalam kamar hotelnya dengan cepat dan langsung berlari ke kamar mandi. Gaun indah yang dia kenakan hampir sobek saat dia menariknya lepas dari tubuhnya dengan gerakan tergesa dan kasar.

Sesaat kemudian, dia berada di bawah air pancuran, menggosok kulitnya dengan sabun berulang kali. Berharap dengan melakukan itu jejak yang Kai Ronan tinggalkan di tubuhnya bisa dia hilangkan.

Tapi tidak bisa. Semakin dia mencoba menghilangkannya, semakin ingatan itu terngiang dengan jelas di benaknya.

Dahlia tidak tahan lagi. Dia menangis tersedu-tersedu. Dadanya terasa sesak oleh penyesalan, kefrustrasian, dan amarah yang dia tujukan kepada Kai Ronan, juga kepada dirinya sendiri.

Botol sabun itu dia lempar ke sembarang arah, membentur dinding dengan suara keras. Lalu Dahlia pun berlutut, tidak kuasa menopang dirinya lagi. Dia menangis semakin keras di bawah guyuran air. Semakin keras suara tangisnya, semakin dia berharap bisa menghilangkan ingatan tentang kejadian semalam dari kepalanya.

Namun sentuhan pria itu … terasa seperti kutukan.

Dahlia tidak bisa melupakannya.

***

Bahkan sekalipun kau tidak ingat, itu tidak mengubah fakta bahwa semalam kau telah tidur bersama menantumu sendiri.

Dahlia menatap benci ke arah pantulan dirinya di dalam cermin. Juga ke arah lehernya yang terdapat bercak-bercak merah di mana-mana.

Dia menelepon asistennya saat itu juga dan memintanya untuk bersiap-siap.

Dahlia memutuskan untuk pergi daripada menghadapi apa yang tidak bisa dia hindari. Brianna akan marah dan semakin membencinya, tentu saja. Tapi pikiran Dahlia sedang tidak jernih, dia takut Brianna akan menyadari atau bahkan mengetahui apa yang semalam Dahlia lakukan.

Apakah orang-orang juga akan menyadarinya?

Bagaimana kalau Kai Ronan bergosip tentangnya di belakang?

Dahlia menggeleng. Itu tidak mungkin terjadi. Namun rasa cemasnya tidak juga menyurut. Dia segera bersiap-siap, membawa tasnya yang berisi barang-barang penting saja seperti ponsel dan dompet, lalu keluar dari kamar hotelnya mengenakan gaun selutut berlengan panjang dengan kerah leher tinggi. Rambut panjangnya dia gerai. Dan matanya tertutup kacamata hitam. Juga setengah wajahnya tertutup oleh masker.

Di lobi, Dahlia bertemu dengan asistennya.

“Ma’am, Anda baik-baik saja?” tanya Kaira. Kecemasan terdengar jelas dalam suaranya.

“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Dahlia, menormalkan suaranya sebisa mungkin supaya tidak terdengar gugup.

“Kenapa Anda memutuskan untuk pergi lebih awal?”

“Aku sedang tidak enak badan. Ayo!” Dahlia tidak ingin membuang lebih banyak waktu. Pada jam ini salah satu tamu pasti sudah bangun dan kemungkinan akan melihatnya.

“Ma’am, apa yang Anda cari?” tanya Kaira lagi saat atasannya itu mengedarkan pandang seperti seseorang yang telah melakukan kesalahan dan hendak melarikan diri darinya.

Kening Kaira mengernyit, karena kesalahan seperti apa yang bisa dilakukan oleh seorang Dahlia Harrison? Dia wanita terbaik dan tersuci yang pernah Kaira temui. Dan bekerja dengannya, menjadi orang yang paling dia percaya, adalah sebuah kehormatan bagi Kaira.

“Tidak ada. Ayo!” desak Dahlia lagi. Kaira pun menurut, dia membiarkan Dahlia berjalan lebih dulu.

Langkah Dahlia sangat cepat, seolah dia tengah tergesa-gesa, dan itu tidak biasa bagi Kaira. Apakah ada sesuatu yang mengganggu bossnya itu?

“Setelah ini, sebaiknya kita ke Dokter,” kata Kaira menyarankan.

Mendengar itu, Dahlia hendak membantah. Dia tidak butuh dokter sekarang, dia hanya butuh tempat sejauh mungkin dari sini. Dia tidak ingin bertemu lagi dengan …

… Kai Ronan?

Dahlia tertegun saat melihat seorang pria memasuki lobi dari arah restoran. Pria itu tidak lain adalah orang yang paling dia ingin hindari; Kai Ronan. Pria itu berjalan ke arahnya dan sesaat Dahlia merasa seolah pandangan mereka bertemu.

“Ma’am? Kenapa berhenti?”

Suara Kaira segera menyadarkan Dahlia. Dia menaikkan kacamata hitamnya lalu melanjutkan langkahnya dengan langkah yang lebih tergesa.

Kai Ronan tidak mungkin mengenalinya.

***

“Tuan? Anda mengenal wanita itu?” Jaden bertanya kepada atasannya saat pria itu tiba-tiba saja berhenti melangkah dan tidak lagi bersuara di tengah diskusi mereka tentang jadwalnya yang padat hari ini. Jaden mengikuti arah pandang sang tuan yang tertuju pada dua wanita yang melangkah tergesa keluar dari lobi.

Untuk sesaat, Kai masih terdiam, tidak mengalihkan pandang dari arah wanita itu pergi.

“Kau tidak tahu dia siapa?”

Jaden mengernyit. Apakah itu orang penting? “Tidak, Tuan,” jawab Jaden. “Memangnya dia siapa?” tanyanya lagi.

Kai menggeleng pada dirinya sendiri. “Bukan siapa-siapa. Ayo pergi!”

Dia pun melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda oleh kehadiran wanita itu yang tidak dia duga.

Masih ada satu lagi acara yang harus dilaksanakan dalam prosesi pernikahannya. Lalu apa yang dilakukan wanita itu sepagi ini ke luar hotel?

Senyum miring terbit di bibir Kai saat dia menyadari sesuatu.

Dahlia melarikan diri. Dan wanita itu pasti berpikir bahwa dia bisa melakukannya dengan mudah.

***

[to be continued]

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nietha
q suka jalan ceritanya, sampai part ini masi ok bet...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status