Share

05. Keputusan Mendadak

Bulan madu antara kedua mempelai akan berlangsung selama seminggu. Selama seminggu itu juga, Dahlia gunakan untuk membenah pikirannya yang sempat kacau.

Saat dia pikir dia sudah lebih tenang dari sebelumnya, kini perasaannya kembali berantakan saat dia pulang ke rumah Keluarga Harrison dan mendapati bahwa barang-barang Brianna belum ada satupun yang dipindahkan ke rumah suaminya.

“Ada apa ini, Sir Weston? Kenapa barang-barang Brianna masih di sini?” tanya Dahlia pada semua kotak-kotak yang sebelumnya sudah dikeluarkan dan siap untuk dibawa pergi, tapi kini malah kembali dimasukkan ke dalam dan dirapikan seperti semula.

Thomas Weston, kepala pelayan Keluarga Harrison yang sudah bekerja selama puluhan tahun itu, menatap terkejut ke arah Dahlia yang baru saja sampai.

“Nyonya, Anda sudah kembali?” katanya. Dia terlalu sibuk memberi arahan kepada pelayan sehingga tidak menyadari kepulangan sang nyonya rumah.

“Ya,” jawab Dahlia tidak fokus. “Dan kau belum menjawab pertanyaanku.”

“Ah, ya. Nona Brianna mendadak ingin semua barangnya kembali dirapikan. Dia bilang, bahwa dia dan Tuan Ronan memutuskan untuk tinggal di sini.”

Seketika itu juga, Dahlia membuka mulutnya karena tercengang. “Kau pasti bercanda, Sir Weston,” tukasnya.

“Tidak, Nyonya. Maafkan saya tidak memberi tahu Anda lebih dahulu. Nona Brianna baru memberi tahu mengenai hal ini pagi tadi, sehingga pikiran saya terlalu teralihkan untuk memberi tahu Anda.”

“Dan apa alasannya melakukan itu?” tanya Dahlia gamang.

Weston menunduk. “Saya tidak tahu, Nyonya.”

Dahlia merasakan kepalanya kembali berdenyut sakit. Dia sudah melewatkan beberapa malam tanpa tidur yang cukup, dia pikir dengan kembali ke rumah akan membuatnya merasa lebih baik, namun dengan kabar mengejutkan ini Dahlia tidak lagi berpikir bahwa keputusannya pulang ke sini adalah benar.

“Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Weston. Wajah keriputnya mengguratkan raut khawatir yang sangat kentara.

Dahlia hanya memberikannya anggukan singkat. “Ya, aku baik-baik saja. Aku akan kembali ke kamar dan istirahat.”

“Baik. Makan siang akan siap dalam dua jam, saya akan memberi tahu Anda nanti.”

“Hm,” sahut Dahlia singkat, lalu pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Di sana, dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dan memijat kepalanya yang pening.

Dahlia belum tahu pasti kapan Brianna dan suaminya akan pulang. Bisa saja malam ini, atau mungkin siang ini. Dengan itu, Dahlia pun berinisiatif untuk menghubungi Brianna. Dia mengambil ponselnya, mencari nomor putri tirinya itu, namun tangannya terhenti dan dia mengurunkan niatnya.

Brianna pasti tidak ingin diganggu sekarang. Bulan madu mereka singkat dan mereka mungkin tidak ingin menyia-nyiakannya atau diganggu oleh siapa pun.

Dahlia kembali memikirkan malam yang dia lalui bersama Kai Ronan. Seharusnya dia tidak melakukan itu, namun kini ketika membayangkan Kai tengah berbulan madu dengan Brianna dan melakukan entah apa berdua saja di sana, membuat perasaan buruk yang Dahlia coba hindari selama beberapa hari ini kembali muncul.

Bagaimana reaksi Brianna nanti kalau tahu suaminya menghabiskan malam pengantin mereka dengan tidur dengan mertuanya sendiri.

Dahlia menggeleng, mengenyahkan pemikiran itu dari benaknya.

Brianna tidak boleh tahu. Siapa pun … tidak boleh tahu! Dahlia akan memastikan itu.

Dan karena Brianna memutuskan untuk tinggal di rumah ini, alih-alih di rumah yang katanya telah Kai Ronan siapkan, membuat Dahlia mempertimbangkan untuk keluar dari sini.

Tapi dia teringat kembali dengan ucapan suaminya, Louis Harrison.

“Saat aku tiada nanti, tetaplah tinggal di rumah ini, Dahlia. Dan jaga Brianna untukku. Aku mohon,” kata Louis saat itu dengan suara yang sangat lemah.

Dahlia tentu tidak tega untuk menolak. Dia akhirnya setuju. Lagi pula, ke mana lagi dia harus pergi? Di keluarganya, hanya tersisa Dahlia seorang. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dan dia adalah anak bungsu, sementara 2 kakaknya yang lain telah menikah dan memiliki kehidupan mereka masing-masing.

Dahlia akan melakukan kewajibannya sebagai Nyonya Harrison. Setidaknya, sampai Brianna siap untuk mengambil alih semuanya.

***

Suara ketukan di pintu yang terdengar berulang kali membangunkan Dahlia dari tidur. Dia menggeliat di ranjang dan menyadari otot-ototnya terasa pegal. Padahal dia baru saja bangun dari tidur. Tapi seperti biasa, tidurnya tidak pernah nyenyak dan terasa berkualitas.

Saat menoleh ke arah jam di atas nakas, Dahlia menyadari bahwa dia baru saja tidur selama satu jam, setelah semalam tidak tidur sama sekali.

Kepala Dahlia terasa berputar saat dia tiba-tiba bangkit dari ranjang untuk membuka pintu. Dahlia mengira bahwa Weston membangunkannya lebih awal dari seharusnya untuk makan siang yang kata pria itu akan siap dalam dua jam, ini baru satu jam tiga puluh menit.

Namun, saat Dahlia membuka pintu, yang dia lihat justru bukan Weston. Mata Dahlia terasa sedikit perih karena kurang tidur jadi dia mengerjap beberapa kali, mengira bahwa penglihatannya baru saja mengelabuinya. Tapi objek di hadapannya tetap sama. Dahlia mengerjap lagi, membuka mulut hendak mengatakan sesuatu, namun tidak ada satu pun kata yang berhasil dia ucapkan.

Sementara itu, Kai Ronan menatap wanita di hadapannya dengan geli. Wanita itu masih sama cantik dan manisnya seperti yang Kai ingat. Seminggu tidak melihatnya membuat dia terbayang-bayang.

Dan kini, jelas terlihat bahwa Dahli baru saja bangun dari tidur. Matanya terlihat sedikit memerah ada kantung hitam samar di bawah matanya.

“Apakah kau tidak tidur dengan baik?” tanya Kai. Tangannya terangkat menangkup wajah wanita itu, lalu mengusap bawah matanya dengan ibu jari.

Dahlia tersentak, tapi tidak menolak sentuhan yang mengejutkannya itu.

Saat pandangan Kai Ronan turun dari mata ke bibir, lalu ke leher, Dahlia merasa sekujur tubuhnya dialiri gelenyar aneh yang dia tahu pasti apa. Saat itulah kemudian Dahlia menepis tangan pria itu.

Kai Ronan tidak mengatakan apa pun, tapi kini tatapannya turun ke bahu Dahlia. Baju santai yang wanita itu kenakan berupa gaun satin yang tampak lembut dan jatuh dengan pasrah ke lekukan tubuhnya yang bisa Kai bayangkan dengan mudah, karena pernah melihat semuanya.

Dan kini, Kai menginginkannya lagi.

Namun dia tidak menunjukkan itu. Sekalipun dia menginginkan Dahlia, dia tidak ingin pengaruh yang wanita itu timbulkan pada dirinya menguasainya secara menyeluruh.

Aku yang akan menguasai wanita ini, bukan sebaliknya, batin Kai, seolah untuk mengingatkan dirinya sendiri.

“Weston bilang makan siang sudah siap,” Kai berkata sembali menjauh dari Dahlia.

“Ah, ya!” Dahlia juga ikut mundur, baru tersadar oleh kedekatan mereka. “Aku akan ke sana segera.”

Kemudian tanpa menunggu respon pria di hadapannya, Dahlia menutup pintu kamarnya dengan tenaga yang sedikit lebih kencang sehingga menimbulkan suara yang juga mengejutkan dirinya sendiri.

Lalu dia pun bersandar di belakang pintu itu dan menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan detak jantungnya yang menggila.

Ada apa dengan dirinya? Kenapa mendadak dia merasa seperti ini terhadap pria itu?

Mereka sudah sering bertemu sebelum pernikahan berlangsung. Dan perasaan Dahlia saat itu sangat jauh dari apa yang sekarang dia rasakan.

Pertanyaannya kini adalah bisakah dia terus menganggap Kai Ronan sebagai menantunya?

“Ya, aku bisa,” kata Dahlia, meyakinkan dirinya sendiri.

Namun hatinya jelas berkata lain.

***

[to be continued]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status