Share

06. Makan Siang

Setelah meyakinkan dirinya cukup lama, Dahlia akhirnya keluar dari kamar dan turun untuk makan siang. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat membayangkan wajah Kai Ronan. Dan dia juga merasakan perutnya seolah dijungkirbalikkan karena menyadari bahwa Brianna akan ada di sana bersama mereka.

Dahlia belum siap oleh pertanyaan apa pun. Dan kemungkinan Brianna akan bertanya ke mana Dahlia pergi selama pesta pernikahannya berlangsung.

“Maaf. Apa kalian menunggu lama?” kata Dahlia setelah dia menarik kursinya dan duduk. Kai tengah sibuk dengan layar ponselnya dan duduk dengan jarak satu kursi dari Dahlia, sementara Brianna ada di depannya.

“Aku tidak menunggumu. Makanannya belum siap,” sahut Brianna, suaranya terdengar dingin dan sikapnya tampak lebih acuh dari sebelumnya.

Dahlia menyadari, bahwa dia telah menyia-nyiakan usahanya selama ini untuk dekat dengan Brianna hanya karena satu hari yang dia kacaukan. Masalahnya, satu hari itu adalah hari terpenting bagi Brianna.

Mereka bertiga pun tidak lagi bersuara. Dahlia melirik Kai yang masih sibuk dengan ponselnya. Terdapat kerutan samar di dahi pria itu yang menandakan bahwa dia tengah tenggelam dengan pikirannya. Apa pun yang tengah pria itu pikirkan, Dahlia tidak akan peduli.

Kini dia harus fokus melawan rasa tidak nyamannya dan membangun hubungan yang baik dengan putrinya lagi, dengan mengesampingkan perasaan bersalah dan berdosanya yang besar.

“Hm, ngomong-ngomong aku belum sempat mengucapkannya. Selamat atas pernikahan kalian,” ucap Dahlia dengan tulus, tapi Brianna hanya melengos seolah tidak mendengar ucapannya.

Saat dia pikir bahwa dia sepenuhnya diabaikan, tiba-tiba saja Kai Ronan menyahut, “Terima kasih, Ibu Mertua. Itu sangat berarti bagi kami.”

Pria itu tersenyum, lesung pipit samar terdapat di samping bibirnya. Tapi tetap saja, baik ucapan mau pun senyuman pria itu, tidak ada yang tulus.

“Aku tidak melihatmu terlalu senang dengan pernikahan itu. Jadi tidak perlu repot-repot memberi selamat.”

Dahlia langsung menoleh pada Brianna yang tengah menatap dingin padanya dan Dahlia balas menatapnya tidak mengerti.

“Apa maksudmu, Brie? Tentu saja aku senang dan turut bahagia dengan pernikahanmu,” sanggah Dahlia.

Brianna tertawa mendengarnya. “Dari mana aku bisa tahu kau mengatakan yang sebenarnya, Ibu? Kau mungkin sibuk bermesraan di suatu tempat dengan kekasih gelapmu alih-alih menghadiri acara pernikahan putrimu sendiri.” 

Dahlia tersentak dengan ucapan Brianna itu. Apa maksudnya kekasih gelap? Jantung Dahlia yang semula sudah berdetak kencang kini semakin dendram mengetuk dadanya. Dia menoleh ke samping dan mendapati Kai Ronan juga tengah menatapnya dan pria itu seolah mengatakan tanpa kata; meminta penjelasan pada Dahlia.

Ini bukan pertama kalinya Brianna menuduhnya berselingkuh dari ayah wanita itu. Tapi entah kenapa, tuduhan kali ini terasa lebih menyakitkan dan lebih menohok dari yang Dahlia kira.

Bagaimana kalau sebenarnya Brianna sudah tahu? Dan yang dia maksud kekasih gelap itu adalah Kai Ronan?

Sekali lagi Dahlia menatap dua orang itu dan mempercayai instingnya; Brianna belum tahu dan Kai Ronan tidak memberi tahu siapa pun.

“Brianna, kau tidak seharusnya mengatakan itu kepada ibumu sendiri.” Kai Ronan menegur istrinya.

“Dan kau tidak seharusnya ikut campur,” sahut Brianna.

Kai menghela napas. Dia sudah mengenal Brianna selama lebih dari satu bulan dan sudah menyadari kalau sikap wanita itu terkadang memang sedikit kekanakkan, tapi Kai tidak pernah menaruh peduli sampai sekarang.

Sangat jelas terlihat bahwa Dahlia tersakiti oleh ucapan putri tirinya itu, dan Kai tidak suka melihatnya. Namun, alih-alih membalas Brianna dengan ucapan sinis lainnya, Dahlia justru memasang senyum. Itu membuat Kai tertegun.

“Tidak apa-apa, Sir Ronan. Sebenarnya alasan aku pergi dari pesta pernikahan kalian hari itu adalah karena aku sakit. Aku tidak ingin merepotkan siapa pun jadi aku meminta Kaira, asistenku, untuk mengantarku pulang ke apartemen. Sekali lagi, maafkan aku,” kata Dahlia, menjelaskan.

“Banyak rumor yang tercipta hari itu karena kepergianmu yang mendadak.”

“Oh, maafkan aku. Aku memang tidak seharusnya melakukan itu. Akan aku tangani semua rumor tidak mengenakkan itu dan aku-“

“Makanan sudah siap,” potong Kai Ronan, suaranya terdengar jengkel.

Dahlia menunduk. Dia tahu bahwa kebanyakan orang memang tidak suka mendengar alasan yang berbelit-belit. Jadi dia pun tidak lagi bersuara tepat ketika pelayan datang dan menyajikan makanan ke hadapannya.

Mendadak setelah itu suasana meja makan menjadi hening.

Dahlia memfokuskan diri menyantap makanannya agar cepat habis, tapi selera makannya telah hilang entah ke mana semenjak dia menginjakkan kaki ke ruangan ini.

Selama pernikahannya dengan Louis Harrison, Dahlia telah menerima banyak hinaan, cacian, dan berbagai macam tuduhan yang bahkan datang dari orang-orang terdekatnya seperti brianna. Hanya Louis seorang yang menerima kehadiran gadis miskin seperti Dahlia masuk ke dalam keluarga ini. Bagaimana Dahlia tidak menyayangi suaminya itu? Walau rasa sayangnya lebih seperti rasa sayang kepada keluarga, bukan kepada seorang pria.

Dan selama ini, Dahlia hanya mampu menahan semua itu dan lama kelamaan terbiasa untuk mengabaikannya. Kecuali, brianna. Karena selama ini Dahlia juga mencoba untuk menyayangi Brianna, ucapan wanita itu terdengar lebih menyakitkan di hatinya.

Tapi Dahlia tidak pernah menyerah untuk mengambil hati Brianna. Dia pernah melihat Brianna sakit, sedih, menangis, bahkan terpuruk. Dia pernah menyaksikan wanita itu di titik terendahnya, tapi Dahlia tidak melakukan apa pun selain melihat. Itu kenapa selama ini dia merasa bersalah dan berusaha untuk menebusnya dengan menyayangi wanita itu dengan tulus. Rasa sayang seorang ibu yang pasti sudah sangat Brianna rindukan.

Namun sepertinya, kini Dahlia telah gagal.

Karena ibu mana yang begitu tidak berhati tidur dengan menantunya sendiri? Sekalipun itu terjadi dengan ketidaksengajaan, tapi tetap saja tidak merubah fakta bahwa dia telah melakukannya dan kini merasa berdosa karenanya.

Brianna selesai lebih dulu dan langsung bangkit dari duduknya, tanpa mengatakan apa pun dia pergi begitu saja.

Dahlia juga memutuskan bahwa dia telah selesai. Dia hendak menyusul Brianna untuk membantunya merapikan isi koper yang pasti belum dia rapikan.

Saat Dahlia berdiri dari kursinya, tangannya ditahan oleh Kai Ronan. Dahlia menatap tempat pria itu menyentuhnya dan merasa seolah kulitnya terbakar. Dia buru-buru melepaskan diri.

“Apa?” tukasnya cepat.

Kai Ronan memberikannya tatapan dalam. “Kau akan menyusul Brianna?” tanyanya.

Tanpa pikir panjang, Dahlia mengangguk. Kai menghela napas, lalu menarik Dahlia kembali duduk di kursinya.

“Sebaiknya habiskan makananmu lebih dulu,” katanya.

Dahlia mengernyit. Dia tidak suka dengan nada memerintah yang terdengar di suara pria itu. Seolah mereka sudah cukup dekat dengan diri masing-masing, seolah Dahlia adalah miliknya. Dan sekalipun Kai Ronan memilikinya—yang tidak akan pernah terjadi—Dahlia tidak suka diperintah-perintah, terlebih oleh pria itu.

“Mungkin yang dikatakan oleh Brianna benar, bahwa kau sebaiknya tidak usah ikut campur.”

“Kenapa begitu?” tanya Kai tenang, sama sekali tidak terdengar tersinggung.

Dan oleh karena pertanyaannya, Dahlia tidak tahu harus menjawab apa. Tapi yang pasti, Dahlia tidak suka Kai bersikap seolah mereka begitu dekat dan seolah pria itu telah mengenalnya luar dalam.

Dan Dahlia juga tidak menyukai tatapan dalam dan intens pria itu, yang menatapnya seolah bisa langsung melihat ke dalam jiwanya.

Dahlia menghindar, berdiri dengan tatapan berang. “Sir Ronan, apa kau pikir bisa melakukan ini padaku hanya karena kita pernah—“

Menyadari apa yang hendak keluar dari mulutnya, Dahlia langsung menutup bibirnya karena terkejut dengan ucapannya sendiri yang hampir saja mengatakan rahasia tergelapnya secara lantang.

Dia lantas mengedarkan pandang, berharap tidak ada satu pun orang yang melihat apalagi mendengar.

“Apa? Hanya karena kita pernah melakukan apa?” Kai Ronan menyahut dengan nada tenang yang sama.

Dahlia lantas menunduk, menatap pria itu dan bertanya-tanya apa mendadak Kai lupa dengan apa yang telah mereka lakukan malam itu?

“Hal apa yang pernah kita lakukan bersama, Ibu Mertua?”

Dahlia menarik kembali pikirannya yang sempat mengira pria ini lupa. Dari cara Kai Ronan menyebutnya Ibu Mertua, Dahlia tahu bahwa dia tengah mempermainkannya. Jadi Dahlia pun memutuskan untuk meninggalkan pria itu.

Di luar pintu ruang makan, Weston berdiri bersama pelayan lain yang seolah sudah berdiri di sana selama beberapa saat untuk menunggu masuk.

Dahlia hampir dibuat tersentak karena saking terkejutnya. Apa Weston mendengar ucapannya di dalam bersama Kai? Apa pelayan-pelayan ini juga tahu? Rasa cemas Dahlia kembali bangkit ke permukaan.

Weston memberikan senyuman ramahnya kepada Dahlia. “Dessert sudah siap, Nyonya. Kami akan menyajikannya.”

Wajah Dahlia langsung memerah oleh rasa malu. Dia segera mengalihkan pandang dan menyahut, “Y-ya, letakkan saja di meja. Sir Ronan akan memakannya.”

Lalu setelah itu Dahlia buru-buru melangkah pergi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status