Share

Part 06 – Oliver & Athena

Part 06 – Oliver & Athena

Oliver keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil berwarna putih. Tatapannya berkeliling mencari sosok gadis mungil yang tak ada di tempatnya. Oliver membiarkan handuk kecil itu menggantung di lehernya, saat tatapannya menangkap sebuah cup ice cream di atas meja bekas ia meletakan p3k. Ia melangkah mendekat dan melihat secarik kertas. Ia mengambilnya dan membaca tulisan tangan Athena.

"Terima kasih untuk plesternya, tapi maaf aku tak ingin memakan ice yang bukan untukku."

Oliver meremas dan melemparkan kertas noted tersebut ke atas meja. Lalu melirik ice cream yang sepertinya sudah meleleh.

"Ya, kau memang benar. Thena. Aku ingin Skyla yang kembali, tetapi aku tak bisa membawanya kembali." Oliver menggumam sendiri.

Suara ketukan pintu terdengar memanggilnya.

"Oliver, keluarlah kita akan mulai acara makan malam terakhir di sini."

Oliver bergegas membuka pintu dan mendapati asistennya, Antony.

"Kau ingin makan malam di sini atau bergabung bersama tim?" tanya Anthony.

Oliver terdiam sejenak lalu menoleh sekilas ke dalam, pandangannya terarah ke cup ice cream yang tergeletak di meja. Memikirkan kembali memo yang ditulis Athena. Apa yang dituliskan gadis itu memang benar dan itu artinya tanpa sengaja ia kembali menyakiti wanita itu.

Kenapa harus selalu dia yang mengingatkanku?! Membuatku selalu merasa bersalah, batin Oliver.

"Maaf Olie, harusnya aku tak mengganggu waktumu. Aku akan meminta orang untuk—"

"Tunggu sebentar." Oliver memotong perkataan Anthony.

Ia masuk ke dalam dan menuliskan sesuatu di balik kertas memo yang ditinggalkan oleh Athena.

Lalu Oliver membawa kertas kecil tersebut. "Ayo, kali ini aku akan bergabung," ujar Oliver. Membuat Anthony sedikit bingung dan merasa keheranan dengan keputusan Oliver yang hendak bergabung makan malam bersama para tim.

Oliver bergegas menuju ke tempat di mana para pemeran film dan kru berkumpul sedang merayakan selesainya film yang telah mereka kerjakan. Dengan mengenakan kaos hitam yang mencetak bentuk tubuh liatnya… Oliver berjalan ke keramaian, sontak menjadi pusat perhatian banyak orang di sana.

Dengan cara jalan tegap dan pandangan lurus, tanpa ada senyuman di bibirnya yang tipis berwarna merah alami, ditambah dengan rambut yang sengaja dibiarkan masih basah dan tak beraturan, menambah kesan seksi dari wajah dinginnya. Dapat diyakini banyak dari para aktris pendukung film di sana yang berharap bisa mengenalnya lebih jauh.

Sikapnya yang tak terlalu banyak bicara dengan sembarang orang membuatnya terlihat misterius hingga para wanita penasaran seperti apa jika mereka berandai menjadi kekasihnya. Oliver mendaratkan bokongnya duduk di samping Athena. Ia menyelipkan kertas memo yang sudah dibalas olehnya ke dalam saku jaket merah kebesaran yang sering digunakan Athena.

Merasa mendapat perhatian penuh dari sekelilingnya, Oliver menyenterkan tatapannya ke beberapa orang yang menatapnya dengan kening berkerut.

"Apa kalian tak pernah melihatku? Ada apa dengan tatapan kalian?!" tukas Oliver.

Lalu beberapa pemain film dan manager yang ada di sana terkekeh sejenak karena mereka memang terlihat seperti orang bodoh. Termasuk Athena yang sempat tercengang akan kehadiran Oliver dan duduk di sampingnya dengan tatapan angkuh seperti biasanya.

"Kami bukan tak pernah melihatmu, tapi tak biasanya seorang Oliver bergabung bersama kami. Itu seperti … hujan di tengah terik matahari yang artinya itu jarang terjadi," gurau salah satu lawan mainnya yang duduk di seberangnya.

Beberapa orang yang berada di meja panjang itu kembali tertawa bersama. Bahkan Athena juga sempat terkekeh sekilas, tetapi dihentikannya saat Oliver menatapnya.

"Well, sesekali aku harus bergabung dengan kalian. Tak ada salahnya bukan?" balas Oliver.

Semua yang berada di sana mengangguk setuju.

"Tentu tak salah, apalagi jika seringkali kau ikut bergabung. Bukan begitu Athena?" tanya Emma. Manager Athena yang begitu memahami artisnya. Dengan sengaja menyenggol lengan Athena karena tahu apa yang dirasakan Athena terhadap Oliver.

Athena sedikit canggung saat Emma mengajaknya bicara. Ia tak mampu menoleh kepada Oliver apalagi berucap mengiyakan perkataan Emma. Mengingat pesan memo yang ditinggalkannya sebelum bergabung di sana. Athena merasa bodoh dan sok tahu karena menuliskan pesan demikian hanya karena perasaannya yang kembali dikecewakan. Namun, yang sudah terjadi tak akan bisa dikembalikan. Apalagi barusan ia melihat Oliver menyelipkan sebuah memo ke dalam saku jaketnya. Kini gadis itu hanya bisa menggenggam erat memo tersebut di dalam saku jaketnya. ia sangat ingin membukanya, namun tak ingin dilihat siapapun.

"Ada apa, Thena? Kau merasa terganggu dengan kehadiranku?" tanya Oliver.

Pertanyaan Oliver sukses membuatnya mendongak dan menggelengkan kepalanya sambil menjawab pertanyaan Oliver yang terdengar seperti ujian lisan dari dosen killer di kampusnya.

"Tidak. Tentu tidak, Olie. Kami semua senang kau bisa bergabung," jawab Athena.

Kedua matanya bertemu dengan tatapan Oliver yang begitu dekat dengannya. Seketika keduanya terpaku dengan tatapan itu. Sontak Athena merasa seperti terhipnotis, hingga ia tak mampu berkata apa pun tanpa berniat melepaskan tatapan tersebut walau ia merasakan detak jantungnya yang berpacu tak karuan. Bahkan tatapan keduanya kini mulai turun ke bibir lawannya, lantas membuat Athena maupun Oliver mengingat kembali ciuman yang dilakukan mereka beberapa jam sebelumnya.

Bibir inikah yang tadi memagut bibirku? tanya Athena dalam hati.

Bibirnya yang manis … bagaimana bisa aku kembali terbayang akan ciuman tadi? Oliver membatin.

"Wow, kini kau tak menjawabku, tetapi saat Olie yang bertanya kau menjawabnya dengan cepat. What happen with you Athena and …. Olie?" sindir Emma menggoda keduanya.

Membuat kedua insan itu memutuskan pandangan mereka ke sembarang arah. Keduanya menjadi salah tingkah, terlihat dari gerakan tangan mereka yang dengan kompaknya mengusap hidung dan bibir secara bersamaan. Oliver mengabaikan ejekan Emma dan memilih menenggak segelas minuman yang baru disediakan seorang pramusaji.

Sementara Athena merasa bingung harus bagaimana menjawabnya. Lantas ia mengabaikan Emma dan mencoba memakan sepotong kentang yang ada di piringnya. Membuat Emma semakin gencar menggoda Athena dan Oliver yang sepertinya memikirkan hal yang sama, yaitu memikirkan ciuman yang dilakukan mereka di scene terakhir tadi.

"Eherm, apa rasanya Athena?" tanya Emma. Sambil menaik turunkan alisnya.

Sontak Athena mengerutkan keningnya, dengan tatapan horor yang diberikan kepada Emma, ia seolah berkata, 'Apa-apaan kau, Em! Jangan membuatku malu di depan Olie!'

"What?!" tanya Emma.

Dengan sengaja mengeraskan sedikit suaranya, karena berpura-pura tak mengerti isyarat wajah yang dilakukan Athena.

"Untuk apa kau bertanya itu?!" desis Athena.

"Bertanya itu apa? Aku hanya bertanya bagaimana rasanya? Maksudku rasa kentang dipiringmu… barusan aku baru menambahkan sedikit lada ke sana karena menurutku sedikit hambar," ungkap Emma.

Sambil mengambil sepotong kentang dan menyodorkannya kepada Athena. Wajahnya terlihat bodoh saat ini karena mengira yang tidak-tidak akan pertanyaan Emma.

"Kenapa? Kau memikirkan hal lain?" tanya Emma menyelidik.

"Tidak! Berhenti menggodaku, Em. Kau mulai menyebalkan," keluh Athena.

Percakapan tersebut tentu saja tak luput dari pendengaran Oliver dan beberapa penghuni meja tersebut. Membuat semuanya ikut terkekeh melihat Athena yang menjadi salah tingkah.

"Ah! jangan-jangan kau memikirkan …."

"Tidak! Aku tidak memikirkan apapun! Jangan menggodaku," elak Athena.

"Hei, jangan bilang yang tadi adalah yang pertama bagimu?! Mengingat kau begitu lugu dan— argh! Sakit Thena!" Emma meringis saat ucapannya dihentikan dengan pijakan keras dari kaki Athena.

"Kau berisik, Em!" desis Athena.

"Waw, kalau begitu selamat untukmu, Olie… kau baru saja mendapatkan jackpot!" sahut Calvin -manager Oliver- yang ikut bekerja sama dengan kekasihnya -Emma-.

Oliver hanya menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya, lalu mencoba terlihat biasa saja dengan ucapan sepasang kekasih yang memang terkenal menyebalkan itu.

"Oh, kalian menyebalkan. Aku ingin berjalan-jalan sebentar." Athena akhirnya menyerah.

Ia memilih menjauh daripada dirinya semakin malu karena ulah dua sejoli yang sialnya sama-sama manager darinya dan Oliver. Dengan jabatan tersebut, dapat diyakini semua orang akan percaya, karena manager seorang artis setidaknya harus mengenal siapa saja yang dekat dengan artisnya.

"Hei, susul dia, Brother," usul Calvin.

"Untuk apa?" tanya Oliver masih dengan tenang menyantap hidangan yang tersedia di meja.

"Tentu saja membujuknya, kau sudah mendapatkan first kiss-nya. Setidaknya lakukan sesuatu untuk menghiburnya," sahut Emma.

"Aku melakukannya karena tuntutan akting. Lagipula kalian yang membuatnya merajuk, kenapa harus aku yang membujuknya?" balas Oliver.

"Heh! dasar pria dingin ini memang tidak bisa sedikit peka!" sungut Emma.

Seketika Oliver meletakan pisau dan garpu yang sedang dipegangnya cukup keras, hingga membuat keadaan ricuh menjadi hening.

Ia memejamkan sejenak matanya dan berdiri dari duduknya.

"Baiklah… aku akan membujuknya. Namun, ini kulakukan karena aku sudah menganggapnya sama seperti Valerie," ujar Oliver. Terdengar dingin, lalu ia berjalan menjauh dari keramaian.

Melangkah mencari Athena yang begitu mudah untuk ditemukan, terbukti hanya dalam waktu lima menit Oliver sudah menemukan gadis itu sedang bersandar di pembatas tiang yang terbuat dari bambu. Athena berdiri di dekat penginapan sambil melamun melihat lautan luas dengan semilir angin yang menerpa kulit mulusnya dan menerbangkan helaian rambutnya ke belakang.

"Hei," sapa Oliver.

Athena tersenyum dan membalasnya. "Hai, kenapa kau ke sini?" tanya Athena.

"Melihat keadaanmu," jawab Oliver terdengar ringan.

Namun, bagi Athena jawaban itu terdengar seperti perhatian kecil yang mengkhawatirkan keadaannya.

"A-aku baik-baik saja, aku tak bermaksud pergi untuk kau cari atau mencari perhatianmu," ujar Athena jujur. Tak ingin terlalu percaya diri bahwa Oliver tengah memerhatikannya.

"Aku tahu. Emma yang memintaku, dia mengkhawatirkanmu." Dengan bodohnya Oliver menjawab jujur.

Membuat Athena tersenyum miris, karena mengetahui kenyataan pahit itu.

"Jangan dengarkan Emma. Dia hanya ingin menggodamu. Jadi jangan tersinggung karena sebuah ejekan. Hal itu biasa untuk seseorang yang baru mulai terjun ke dunia perfilman. Kau harus membiasakan diri." Oliver bertutur. Melakukan posisi yang sama dengan yang dilakukan Athena. Ia menatap lautan yang tampak tenang walau angin berembus cukup kuat.

Athena mencoba tersenyum walau tabu kenyataannya begitu miris. "Ya, aku akan membiasakan diri.. Kau tahu, aku begitu mudah terbiasa dengan hal-hal baru," ujar Athena.

Mengikuti arah tatapan Oliver. Yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Helaan napas terdengar dari bibir Oliver. "Apa kau juga akan bisa terbiasa jika aku menuruti usulmu? Mungkinkah kau akan merindukanku?" Oliver sedikit menyesali pertanyaan bodohnya.

Pria itu menoleh dan menatap Athena lekat-lekat. Membuat gadis itu ikut menoleh karena pertanyaan mengejutkan dari Oliver. Hingga tatapan keduanya kembali terkunci. Menyiratkan hal yang berbeda namun seakan sedang saling berbincang melalui tatapan tersebut.

Tatapan Oliver kembali turun ke bibir Athena yang sedikit terbuka karena tercengang dengan pertanyaannya. Hal tersebut membuat Oliver tak sanggup berdiam menatap bibir Athena terlalu lama.

Hah… persetan dengan jawabannya! rutuk Oliver.

Lalu menarik tengkuk gadis itu dan meraup bibir ranum Athena dengan lembut hingga memberikan pagutan indah yang terasa bergetar saat gadis itu membalas pagutannya. Ciuman yang tercipta hingga keduanya saling melumat dalam beberapa menit…, menciptakan geleyar aneh yang membuat hati mereka bergemuruh.

Sentuhan kenyal yang terasa manis dan lembut itu berlangsung begitu perlahan, membawa tangan Oliver untuk meraih pinggang mungil Athena, untuk merapat ke tubuhnya. Memberikan dekapan dan pagutan intens hingga kaki Athena terasa lemas karena merasakan degub jantungnya yang kuat. Hatinya semakin berdebar saat Oliver merapatkan tubuhnya ke dinding, memberikan sensasi aneh yang membuat bulu halus di lehernya meremang.

Ciuman manis yang berjalan lebih dari lima menit itu membuat Oliver tersadar, dengan sangat terpaksa ia harus melepaskan pagutan itu demi membuatnya tetap sadar, dengan siapa ia berciuman. Napas keduanya terengah, sapuan dari bibir Athena terasa melekat di bibir tipisnya yang kini membengkak. Begitu juga dengan milik Athena, gadis itu menunduk menahan malu saat Oliver menatapnya.

"Maaf," lirih Oliver. Melepaskan semua rengkuhannya ketika tersadar akan kebodohannya.

Ia berbalik dan melangkah hendak meninggalkan Athena, yang berusaha menahan degup jantungnya.

Sial! Ada apa denganmu Olie! Kau sungguh berengsek! Bagaimana bisa kau memulai dan menikmati ciuman itu! Oliver mengumpati dirinya sendiri di dalam hati.

Langkahnya terhenti, Oliver menoleh sedikit demi menjelaskan kegilaannya tadi.

"Anggaplah tadi sebuah ciuman perpisahan. Aku akan berusaha untuk tidak membandingkanmu dengan Sky," ujar Oliver. Terdengar yakin walau terselip keraguan dari caranya mengungkapkan ucapannya.

Lalu ia kembali melangkahkan kakinya, demi menjauh dari gadis yang membuatnya sadar akan kenyataan yang harus dilakukannya.

Namun, pria itu tetap sama. Oliver tetap egois dan tak memikirkan perasaan Athena saat gadis itu seolah berharap dari pagutan singkat yang diberikannya secara mendadak. Sayangnya, dengan mudahnya Oliver mengatakan semua itu sebagai ciuman perpisahannya. Seolah Oliver baru saja memutuskan harapannya dan membuatnya kembali merasakan sakit tanpa ada darah yang keluar dari dalam tubuhnya.

Hanya tetesan air bening yang lolos tanpa izin dari pemilik mata hazel itu. Dengan bayangan yang mulai buram, menatap punggung tegap pria yang dikaguminya, semakin menghilang dari pandangannya. Athena terduduk lemas di lantai kayu, sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Bibirnya bahkan menganga demi melakukan pertukaran oksigen agar ia tidak kehilangan napasnya.

Dadanya naik turun dan matanya terpejam kuat membuat belasan bahkan puluhan tetes air bening kembali lolos begitu saja tanpa suara, hanya luapan emosi yang memuncak dan keluar tanpa ia inginkan. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan, bahkan walau hanya di dalam hatinya. Karena saat ini, hatinya sungguh telah patah hingga tak sanggup menyuarakan suara hati yang teramat kecewa, dengan semua sikap Oliver.

Kenapa Olie?! Kau seolah membiarkanku melambung karena ciuman tadi. Lalu dalam sekejap... Kau kembali menghempaskanku! Apa harus sesakit ini, karena mencintaimu, Olie? benaknya bertanya.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status