Share

Bab 5

"Nayla, kamu baik-baik saja?" tanya Arif setelah dilihatnya Nayla hanya diam membatu. Nayla menoleh ke Arif dengan lemah. Arif tahu, sinar matanya tak seceria dulu. "Nayla baik-baik saja kok Mas." Nayla mencoba melempar sebuah senyuman, walaupun ia tahu itu hanya senyum palsu. Arif yang mengenakan kemeja berwarna merah hati tersebut menunduk kemudian mearaih tas kulit yang diletakkannya di kursi yang ada disebelahnya. Ketika itu, seorang pramusaji kembali datang mengantarkan minum yang dipesan oleh Nayla. "Mas Arif tahu masalah Nayla dari Fifi, kenapa Nayla gak cerita sih?" Nayla menatap Arif dalam-dalam. Alunan musik tak lagi ia perhatikan. Dia seolah ingin mencari jawaban dalam diri lelaki berkulit kuning langsat tersebut. 'Duh! situasi ini begitu sulit.' desisnya dalam hati. "Kenapa Nayla diam?" "Nayla nggak mau menyusahkan Mas Arif. Itu saja." Hatinya begitu sukar untuk menjelaskan semuanya. 'Kau suami orang, Arif' bisik hatinya. Arif melenguh, "Kamu tidak menyusahkan Mas Arif, Nayla. Justru sebaliknya, kamu membuat dirimu dalam kesulitan. Coba sekarang kamu lihat diri kamu, nampak sangat kurus. Padahal masalah ini seharusnya bisa teratasi." Kemudian dia menaruh sebuah amplop cokelat diatas meja. Nayla hanya menatapnya sekilas, dia lalu meraih cawan berisi minuman yang tadi ia pesan kemudian meminumnya dengan perlahan. Hujan belum juga reda, seperti hujan yang ada dihatinya.

"Kalau Nayla mau, Nayla boleh kerja di tempat Mas Arif, lagipula ada jabatan yang sedang kosong. Rasanya cocok dengan keahlian kamu." bujuk Arif.

"Nayla nggak minat Mas, maaf" luah Nayla pendek. Badannya terasa lebih hangat setelah meminum cokelat panas tersebut. "Emmm, kalau begitu," Arif menggapai amplop cokelat tadi lalu mengulurkannya kepada Nayla. Nayla sedikit terepaku karena bisa mengagak isi dari amplop cokelat tersebut. "Ambillah uang ini untuk kebutuhanmu, Nay. Tak banyak, tapi bisa sedikit berguna. Lagipula, Nayla sedang membutuhkan uang bukan?" Nayla masih ragu-ragu untuk menerima amplop tersebut,. Biarpun Arif tak pernah mengharapkan balasan apapun, tapi dia tahu betul kalau Arif menaruh hati padanya. Kembali ia menatap lelaki berlesung pipit tersebut. "Ambillah Nay, Mas Arif ikhlas membantu.." Arif meraih tangan kanan Nayla yang lembut, kemudian diletakkannya amplop warna cokelat tersebut ke dalam genggaman Nayla. "Tolong, jangan menolak bantuan dariku. Pakailah uang yang tak seberapa ini untuk meringankan bebanmu." Pelan tapi pasti, Nayla mengangguk lemah. Alunan musik yang merdu kembali mengisi telinga Nayla. 'Kenapa aku menerima pertolongan dari suami orang, bagaimana kalau perkara ini sampai ke telinga istrinya?' gumam Nayla dalam hati.

"Mas Arif sudah bertemu pengacara..." keterkejutan nampak dari wajah Nayla. Dia tersandar di kursi. Berbagai Pertanyaan menyelimuti otaknya. 'Apa, pengacara? Tapi kenapa, ada sesuatu yang salah kah? Apa aku ada keterkaitan dengan masalah Arif?' "Tak lama lagi semuanya akan selesai, dan aku akan segera bercerai." Dengan tenang Arif menjelaskan. Mendadak cokelat panas yang Nayla minum tak terasa melewati tenggorokannya. Kembali ia larut dalam keterkejutannya. 'Bercerai? setelah 10 tahun mendirikan rumah tangga?' "Mas Arif antar Nayla pulang ya?" Nayla tak mampu lagi berkata-kata. Dalam benaknya masih diselimuti sebuah pertanyaan besar. 'Kenapa rumah tangga yang sudah dibangun selama sepuluh tahun harus berakhir dengan perceraian, apakah ini semua karena aku?'

Hujan yang sedari tadi turun masih juga belum reda. Hawa dingin tentu masih terasa menjalar kedalam kulit yang terlewati udara dibawah langit Kota Semarang. Sementara itu, Nayla dan Arif masih melintasi jalur pantura yang menghubungkan antara Kota Semarang dengan Kabupaten Kendal. Nayla memperhatikan setiap butiran air yang menetes membasahi kaca jendela mobil yang ia naiki sebelum merendahkan sedikit tempat duduknya lalu memejamkan mata. Arif menghentikan kendaraannya di sebuah stasiun pengisian bahan bakar. Nayla hanya mendengar ucapan terima kasih yang bergantian. Penjelasan Arif tentang perceraian yang akan ia hadapi masih menghantui isi kepalanya. Cerai? sungguh ia merasa ngeri mendengar perkataan itu. Apa hukumnya jika ia adalah sumber dari perceraian antara Arif dengan istrinya? Lelaki memang makhluk yang sulit untuk dipercaya seratus persen. Apalgi Arif, sulit rasanya. Dia tampan, kaya dan terpelajar.

Dengan modal tersebut, sungguh dia tidak akan kesulitan untuk memikat gadis manapun yang ia inginkan. Namun, sejauh yang aku tahu, Fifi tak pernah menceritakan apa-apa tentang kehidupan sosialnya. Yang dia tahu, lelaki yang telah memeluk agama Islam 15 tahun yang lalu ini amat tenang dalam menghadapi keadaan apapun. Hanya saja, aku tidak boleh memaksa diri ini untuk menerimanya begitu saja. Dia tak lebih dari seorang teman, mungkin seorang kakak laki-laki. Toyota Supra tersebut terus meluncur membelah jalan Arteri dan terus melaju ke arah barat menuju Kota Kendal. Sementara Nayla masih terus berpikir tentang bagaimana pekerjaannya, juga tentang Arif yang selalu mengharap setetes cintanya dan tak lupa tentang Nando yang entah dimana keberadaannya kini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status