Share

Bab 3 : Ngidam

Hamil Anak Ular

Bab 3 : Ngidam

Anjani kembali ke rumah dengan kesal, hasil pemeriksaan yang kedua ini semakin membuat kepalanya berdenyut. Sudah dua dokter yang menyatakan dirinya hamil. Sang mama pasti akan mengamuk lagi kalau tahu hasil pemeriksaan keduanya sama dengan hasil yang pertama.

Dengan wajah ditekuk, Anjani duduk di teras atas sambil menatap aneka peliharaannya juga. Ada beberapa jenis ular Sanca, seperti sanca kembang, sanca bola dan sanca hijau. Semua ular yang ia perlihara mempunyai nama panggilan sendiri. Akan tetapi hanya ular pyton yang ia beri nama Chiko dan sanca bodo yang bernama Ceril yang ia bebaskan berkeliaran di rumah.

Tiba-tiba, Anjani merasakan perutnya mual seperti ingin muntah. Ia langsung berlari masuk ke kamar mandi dan mengeluarkan kembali apa yang sudah dimakannya di kampus tadi, cumi balado tanpa nasi.

“Wueekk!!!” Anjani menatap geli makanan sisa muntah yang berserakan di wastafel.

Dengan perut yang terasa diaduk-aduk, ia naik ke atas tempat tidur dan merebahkan diri. Penyakit asam lambungnya kembali kumat, begitulah pikir gadis tombiy itu karena ia sering terlambat makan.

*******

“Jani!!!” Terdengar bunyi ketukan dari depan pintu kamar.

Dengan malas, Anjani membuka pintu kamar dan mendapati dua temannya Rully dan Radji sedang bermain bersama ular-ularnya.

“Jan, kita dah nungguin kamu satu jam-an di taman, kok gak datang-datang juga sih?” Rully menghampiri Anjani.

“Iya nih, mana chat dan telepon diangguri. Kamu kenapa sih, sakit? Tampangnya kusut gitu?” Radji duduk di samping Anjani.

“Pulang dari kampus ketiduran. Aku mandi dulu, kalian tunggu di sini!” ujar Anjani sambil masuk kembali ke kamarnya.

Anjani meraih handuk lalu membuka pakaiannya, Chiko terlihat mengamati aktifitas majikannya itu. Ia jarang keluar dari kamar, lebih senang melengkor di kasur sepanjang hari.

Beberapa menit kemudian, Anjani sudah keluar dari kamar dengan menggendong Chiko di pundaknya, lalu mengopernya kepada Rully.

Ketiganya menuruni anak tangga dan menuju mobil Rully, mereka akan menuju taman dengan membawa hewan peliharaan masing-masing. Tapi, ular milik Anjanilah yang paling banyak dan beraneka jenis. Maka dengan itu, dia dijadikan ketua dari komunitas pecinta hewan melata itu. 

Sesampainya di taman kota, tujuh orang teman komunitas Anjani sudah menunggu. Diantara sepuluh orang itu, hanya terdapat dua orang cewek saja, delapan orangnya laki-laki.

“Hey, akhirnya datang juga. Kirain gak datang!” sapa teman-temannya sambil menyatukan tangan.

“Sorry aku telat, ketiduran.” Anjani langsung bergabung dengan teman-temannya sembari menurunkan Chiko dari pundaknya.

Begitulah rutinitas Anjani bersama teman-teman komunitasnya, setiap sore sabtu dan minggu, mereka akan berkumpul di taman kota dengan membawa hewan peliharaan masing-masing.

“Radji, beliin aku rujak di depan sana!” perintah Anjani kepada Radji sambil menyodorkan uang dua puluh ribu, ia jdi ingin makan yang asam-asam dan saat membayangkan rujak, air liur serasa masu menetes saja.

Radji, si cowok berwajah India itu menurut saja. Ia memang sering disuruh Anjani ke mana-mana dan tak pernah berani menolak.

Beberapa saat kemudian, Anjani sudah menikmati rujak buah itu dengan nikmatnya. Radji dan Rully hanya saling pandang, karena baru kali ini teman mereka yang tomboy itu makan yang asam-asam, biasanya dia paling anti dengan makanan masam.

“Hamil kamu, Jan! Makan rujak kok sampai segitunya!” ejek Rully sambil cengengesan.

“Hamil ama Chiko tuh!” timpal Radji.

Mendengar ocehan dua temannya itu, Anjani berhenti menyucupi jari-jarinya dan meletakkan bungkusan rujak dari tangannya. Keringat dingin membasahi dahi, ia tersinggung dan takut ocehan temannya itu menjadi kenyataan.

“Woy, Jan, marah kamu! Kita Cuma bercanda,” ujar Rully tak enak hati melihat raut wajah Anjani yang berubah masam.

“Iya, Jan, kami Cuma bercanda.” Radji mendekat ke arah Anjani.

“Udah ah, siapa juga yang marah? Nggaklah. Ji, belikan aku es tebu di depan sana!” Anjani meluruskan kakinya.

Anjani berusaha bersikap santai, tak ada yang boleh tahu tentang diagnos dua dokter yang telah menyatakan dirinya hamil. Besok ia mendatangi rumah sakit lainnya, sebab ia yakin sekali kalau dirinya tak mungkin hamil.

******

“Jani, dari mana lagi kamu udah malam begini baru pulang?” sambut Endah, mamanya Anjani saat putri tunggalnya itu memasuki rumah dengan Chiko melongkor di pundaknya.

“Biasalah, Ma, abis kumpul ama geng komunitas,” jawab Anjani sambil melewati sang mama yang kini berkacak pinggang melototinya.

“Sini dulu!” Endah menarik ujung jaket.

“Apaan sih, Ma?” Anjani melengos sambil menurunkan Chiko dari pundaknya dan mengarahkan hewan melata itu ke arah sang mama.

“Jani, jauhkan Chiko! Mama geli,” teriak Endah histeris melihat buntut Chiko mengenai wajahnya.

Anjani menahan tawa. Ia memang sengaja mendekatkan Chiko ke arah sang mama sebab ia tahu, kalau mamanya memang penakut dengan ular.

“Aghhh ... Jani, jauhkan Chiko!” jerit Endah lagi, saat Anjani sengaja mengalungkan Chiko ke leher sang mama.

Mendengar jeritan sang istri, Lucky langsung berlari ke ruang tamu dan menarik istrinya menjauh lalu menurunkan Chiko dari leher istrinya. Sedang Anjani, ia tertawa puas melihat sang mama ketakutan.

“Jani, mama sudah menemukan hasil pemeriksaan keduamu ya. Siap-siap saja, mama akan ngawinin kamu sama Chiko!” teriak Endah kesal melihat Anjani yang sudah berlari menaiki anak tangga dengan membawa hewan peliharannya itu.

 

Bersambung .....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status