Hamil Anak Ular
Bab 6 : Klinik Aborsi
Dengan tampang kesal, Anjani masuk ke kamar dan membaringkan dirinya di samping Chiko. Hatinya sangat kesal mengetahui keperawanan yang ia jaga selama 25 tahun ini telah hilang tanpa ia sadari.
“Ya Tuhan, tiga dokter mengatakan aku hamil dan keperawaanku juga sudah terbobol. Siapa pelakunya?” gumamnya kesal sambil mengelus ular pyton yang saat ini telah melingkarkan dirinya di tubuh Anjani.
“Chiko, benarkah kamu ayah anakku ini?” tanya Anjani sambil mengelus kepala hewan bersisik motif batik hitam itu.
Chiko mendekatkan wajahnya ke wajah Anjani dan menciumnya. Untuk sekilas, ia seperti melihat perubahan pada wajah hewan peliharaannya itu.
“Agghhh ... masa iya Chiko jelmaan pangeran ular? Itu hanya cerita legenda, tak masuk akal sama sekali,” gumam Anjani lagi sambil menciumi wajah juga tubuh Chiko.
Dipeluknya Chiko dan mulai memejamkan mata, dengan tangan memeluk hewan melata yang selalu memberikan kehangatan dengan cara membelit tubuhnya.
*******
"Kata mama, hari ini ia sudah membuat jadwal dengan Dokter Mia sang pemilik ‘Klinik Aborsi’ by deAndra yang novelnya best seller kategory thailer di platform menulis Joylada. Ternyata klinik itu nyata adanya, begitu kata mama." Anjani membatin.
“Jani, ayo!” panggil mama di dekat tangga, ia tak berani mendekat ke wilayah kekuasaanku yang penuh ular ini.
“Iya, Ma, lima menit lagi Jani turun. Ini masih ngasilh makanan pelihaan dulu,” jawab Anjani sambil mengeluarkan tikus dan memasukkannya ke setiap kandang ular.
Endah meringis ngeri dan langsung berlari turun ke bawah melihat adegan rantai makanan itu. Ia geli sendiri melihat tingkah Anjani yang tak pernah takut pada hewan apa pun.
“Ckckckkk ... perasaan dulu waktu hamil Anjani, aku gak ada ngidam yang aneh0aneh deh. Kok dia bisa jadi pawang ular gitu deh .... “ guman Endah sambil mempercepat langkahnya.
‘Brug’
Endah bertabrakan dengan Lucky di ujung tangga. Suaminya yang ganteng itu langsung memeluknya dan mendaratkan beberapa ciuman di pipi sang istri.
“Sayang, mau ke mana udah canti begini? bukannya katamu hari ini nggak ke kantor?” tanya Lucky sambil menggendong tubuh ramping Endah untuk duduk di ruang tamu bersamanya.
“Aku mau nemani Anjani ke klinik aborsi,” jawab Endah sambil membelai pipi sang suami, dengan posisi duduk di pangkuan suaminya itu.
“Hmm ... jadi mau digugurin?” Raut wajah Lucky berubah masam.
“Iya, Sayang. Anjani juga setuju.”
“Kenapa sih anak gak benar gitu masih aja diurusin, biarin ajalah!” Lucky merengut.
“Sayang, kalau bukan aku yang ngurusin dia, siapa lagi? Aku juga gak mau para tetangga tahu kalau Jani hamil tanpa suami, aku tak siap menahan malu,” jawab Endah sambil turun dari pangkuan suami mudanya itu.
“Itu ‘kan masalah yang dibikin ia sendiri, biarin ajalah. Biar dia tahu rasa, hoby kok main ular. Nah ... dihamili ular baru kelabakan,” ujar Lucky masih dengan tampang kesal.
“Sayang, jangan gitu ah! Anjani anakmu juga, jangan terus bermusuhan dengannya! Bersikap baiklah padanya, agar ia bersikap baik padamu. Jangan terus membuat masalah dengannya, aku capek liatin kalian ribut kayak kucing dan anjing gitu.” Endah menghembuskan napas letih.
“Ah, dia aja gak pernah bersikap baik denganku. Aku ayah tirinya, tapi sikapnya tak pernah hormat. Liat nih dahiku masih biru begini. Ya sudah, urusi saja anakmu itu, jangan perdulikan aku lagi!” Lucky merajuk sambil beranjak dari sopa lalu menuju pintu dan keluar.
Endah lagi-lagi menarik napas bimbang. Sepertinya anak dan suaminya itu memang tak bisa didamaikan lagi. Keduanya sama-sama keras kepala dan mengaku paling benar.
*******
Satu jam berlalu. Kini Endah dan Anjani sudah berada di klinik aborsi milik Dokter Mia. Keduanya langsung disambut baik dokter ahli aborsi itu.
“Selamat pagi, silakan duduk! Ada yang bisa saya bantu,” sambut Dokter Mia ramah.
Endah langsung menceritakan niatnya datang ke sini. Dokter Mia terssenyum dan langsung menyodorkan draf kelengkapan sebelum proses aborsi dilakukan.
“Masalah harga saya gak masalah, saya setuju. Saya percayakan semuannya pada dokter, pokoknya janin yang tak diinginkan itu harus dikeluarkan!” ujar Endah dengan senyum sinis.
Anjani yang duduk di samping sang mama, hanya mendengarkan saja. Ia oke-oke saja dan tak takut dengan proses mengerikan yang akan ia lalui sebentar lagi. Nyali dan mental gadis tomboy itu memang level tinggi, tak ada apa pun yang ia takuti di muka bumi ini.
“Oke, baiklah. Anjani, silakan berbaring di tempat tidur periksa! Saya akan menyiapkan segala perlengkap dan memanggil asisten saya dulu.” Dokter Mia bangkit dari kursinya.
Anjani melangkah menuju tempat tidur, lalu segera berbaring. Endah mengikuti putri tunggalnya itu. Ia sedikit bimbang, takut terjadi hal yang diinginkan kepada Anjani. Akan tetapi, aborsi ini tetap harus dilanjutkan, ia hanya bisa berdoa untuk kelancaran prosesnya.
Lima belas menit kemudian, Dokter Mia sudah masuk kembali ke ruangan Anjani dengan membawa rekannya, Dokter Laras, sang fatner kerja dalam bisnis ilegal ini.
“Bu Endah tunggu di ruang tunggu saja, ya!” ujar Dokter Mia.
“Baik, semua saya percayakan kepada dokter. Jangan sampai terjadi apa pun pada putri saya! Semoga prosesnya lancar!” Endah mengusap dahi Anjani lalu pamit keluar.
Anjani hanya menaikkan sebelah alis saat sang mama keluar dari ruangan itu. Ia sudah tak sabar mengeluarkan janin kembar lebih dari dua itu, yang menurut penuturan Dokter Gio.
“Siap Anjani?” tanya Dokter Mia.
Anjani mengacungkan jempolnya dan mengikuti arahan Dokter Laras untuk mengangkat kedua kaki dan menekuknya.
“Tahan sakitnya, ya!” ujar Dokter Mia sambil menyingkap baju Anjani dan mulai memijat perutnya sambil menekankan alat tranduser kehamilan untuk melihat posisi janin itu.
Rangkaian proses aborsi pun dimulai, Anjani hanya bisa meringis menahan sakit saat sebuah alat masuk ke rahimnya dan mengobok ke sana ke mari karena janin itu sungguh gesit dan sulit ditangkap oleh alat itu.
Melihat proses yang lumayan susah dari biasanya itu, kedua dokter aborsi mulai kebingungan. Pendarahan hebat dialami Anjani hingga ia tak sadarkan diri.
“Agghhh!!!” jerit Dokter Laras tiba-tiba jatuh ke lantai karena gigitan sesuatu di lengannya.
“Dokter Laras!” seru Dokter Mia kaget.
Dokter Laras kejang-kejang di lantai dengan mulut mengeluarkan busa. Dokter Mia panik, apalagi Anjani juga pingsan. Darah segar mengalir banyak sekali dari kemaluan gadis tomboy itu.
Bersambung .....
Hamil Anak UlarBab 7 : GagalDengan panik, Dokter Mia memanggil beberapa perawat untuk membantu menolong rekannya si Dokter Laras yang saat ini kejang-kejang di lantai. Lalu kembali menangani Anjani yang masih tak sadarkan diri. Proses aborsi ditangguhkan dulu, sepertinya ia tak sanggup. Ini kasus teraneh yang pernah ia temui.Endah menatap heran beberapa perawat yang malah mendorong fatner sang dokter keluar dari ruangan tempat Anjani ditanganin. Ia mendekat ke ruangan putri tunggalnya itu, ia cemas dan takut terjadi hal buruk yang menimpa anaknya.“Eh, Bu Endah!” seru Dokter Mia ketika keluar dari ruangan.“Itu ... fatner Dokter Mia kenapa? Terus Anjani gimana?” tanya Endah dengan menatap tajam snag dokter aborsi yang wajahnya terlihta tegang dan pucat.“Hmmm ... ada kecelakaan kecil yang menimpa rekan saya,” jawab Dokter Mia gugup.“Ohhh ... terus Anjani gimana?” Endah membuka pintu
#Hamil_Anak_UlarBab 8 : Gosip Tetangga“Halo, Dokter Mia, jadi gimana yang kemarin itu?” Endah, mamanya Anjani menghubungi via telepon Dokter di Klinik Aborsi Deandra.“Saya mohon maaf, Bu Endah, sepertinya saya tak bisa menyelesaikan kasus yang satu ini.” Suara Dokter Mia yang sepak terjangnya sudah melalang buana itu terdengar parau.“Memang kenapa, Dok? Bukannya saya sudah bayar lunas, jadi dokter harus menyelesaikan pekerjaan ini sampai tuntas dong.” Endah sedikit naik pitam.“Sekali lagi, saya minta maaf, Bu Endah. Kasus Anjani agak aneh, saya angkat tangan. Uang yang sudah Bu Endah kasih, akan saya kembalikan.”Endah menghela napas berat, ia bingung ke mana lagi akan membawa Anjani untuk aborsi sedang Dokter Mia yang tak pernah gagal dalam tugasnya itu saja sudah menyerah.“Dokter, maksudnya ... aneh bagaimana? Tolong kasih penjelasan kepada saya? Terus rekan kerja Dokter Mi
#Hamil_Anak_UlarBab 9 : Ngidam AnehDengan tampang kesal, Endah berlari masuk ke rumahnya. Suasana hati semakin tak baik saja, apa yang ia takutkan telah terjadi, para tetangga sudah mulai menggunjingkan kehamilan putrinya.“Sayang, kamu udah pulang?” Lucky menghampiri Endah yang berdiri dengan bersandar di balik pintu.Endah bergeming, ia tak menyadari kalau Lucky sudah ada di depannya. Pria bertubuh tinggi berisi itu memegang pundaknya.“Eh, kamu, Mas .... “ Endah terkejut.“Sayang, ngapain bengong di sini?” Lucky merangkul bahu sang istri lalu menuntunnya menuju kamar mereka.Endah meletakkan tasnya lalu membuka blezer, lalu duduk di pinggir ranjang. Pikirannya masih tak beres.“Sayang, kamu kenapa sih? Marah gara-gara aku pulangnya duluan, maaf ya ... tadi abis meeting di kafe, kepalaku pusing. Ya udah langsung pulang deh .... “ Lucky menciumi bahu istrinya yang kini ha
#Hamil_Anak_Ular Bab 10 : Niat Baik Radji “Mas, kamu gak apa-apa ‘kan?” tanya Endah sambil mengelap wajah suaminya setelah mencucinya di kamar mandi. “Ya ... kenapa-kenapalah, anakmu itu sakit jiwa! Awas saja kalau mataku sampai buta, akan kutuntut dia,” jawab Lucky kesal. Endah menghela napas panjang, ia tak bisa juga menyalahkan Anjani kalau Lucky tak bermulut tajam. Menurutnya sama-sama salah, baik anak maupun sang suami. Endah mengusap wajah merah sang suami sambil menyemprotkan obat, agar rasa pedas dan perihnya berkurang. Juga meneteskan obat mata ke mata Lucky. Dengan tampang kesal, Lucky menepis tangan Endah lalu berbaring di tempat tidur dengan posisi membelakangi istrinya itu, ia merajuk. Endah tersenyum kecut lalu melangkah menuju pintu, ia akan berbicara kepada Anjani. ****** Anjani duduk di ruang tengah sambil memainkan remot televisi dan tak hentinya mengubah chanel. Ponsel di saku celana pendeknya bergeta
#Hamil_Anak_UlarBab 11 : Janinnya Baik-baik sajaPagi pun tiba, janin-janin di perut Anjani kembali berdemo karena tak diberi makan sejak dari tadi malam. Dengan geram, digebukinya perut buncit itu. Chiko yang melengkor di sebelahnya langsung mendekat ke perutnya dan menggosok-gosokan kepalanya. Seketika itu pula, baku hantam di perut Anjani langsung mereda.Anjani mengerutkan dahi, ini sudah kedua kalinya Chiko berhasil menenangkan janin-janin setannya itu. Ia jadi curiga dan menyimpulkan hal yang tak masuk di akal.“Chiko, jangan bilang ... janin-janin ular di perutku ini benaran anakmu, ya!” Anjani menautkan alis menatap hewan bersisik itu.“Hey, kamu ini pangeran ular yang dikutuk atau genderuwo yang menyamar jadi ular?! Jawab pertanyaanku Chiko!” ujar Anjani sambil menggaruk rambut panjangnya yang terlihat acak-acakan.“Ahhh ... percuma ngomong sama kamu, dasar aku ... kayaknya udah mulai gila deh!”
#Hamil_Anak_UlarBab 12 : Rumah sakitHari ini, Dokter Gio kembali memeriksa Anjani, gadis hamil yang sering tak mau makan dengan dalih ingin alasan ingin menyiksa janin-janin ularnya agar mati kelaparan di dalam sana.“Mbak Anjani, gimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Gio sambil menatap pasiennya yang kini sedang fokus bermain game cacing rakus di ponsel.Anjani mengangkat wajah dan meletakkan ponselnya, walau tangan sebelah kanan masih digendong, sedang tangan kiri diinfus, ia tetap bisa memegang ponsel sebagai teman suntuknya. Maklum, mamanya hanya datang pas siang saja dan itu pun Cuma sebentar, hanya Bik Siti yang selalu setia menemaninya.“Udah mulai sakit pinggang dan sakit perut, Dok, kayaknya udah mau lahiran deh,” jawab Anjani dengan wajah datar dengan mode kebohongan.“Ah, masa?” tanya Dokter Gio sambil memegang perut Anjani.Sang dokter mengangkat alisnya, ia tahu pasiennya itu sedang
#Hamil_Anak_UlarBab 13 : Chiko Ke Mana?Dengan risi dan menahan ketakutan, Endah mendekati kamar Anjani dan memutar knop pintu. Matanya sambil menoleh ke kanan dan kiri, juga belakang karena ia merasa tak aman berada dalam kebun ular Anjani. Didorongnya perlahan pintu, lalu menutupnya kembali saat melihat ekor Chiko yang melengkor di lantai.“Ya ampun!” gumam Endah sambil memegangi dadanya.Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, Lucky keluar dan kini berdiri di hadapan Endah.“Mas, ngapain kamu di kamar Anjani?” tanya Endah.Lucky terlihat salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berkata, “Eh, aku main sama Chiko, Sayang. Kamu kapan datang?”“Kamu ngomong sama siapa tadi, Mas?” tanya Endah sambil kembali mencoba mengintip ke dalam kamar dan bersamaan dengan itu kepala Chiko malah muncul di hadapannya.“Agghhh!!!” jerit Endah histeris sambil berlari menuju
#Hamil_Anak_UlarBab 14 : MelahirkanAnjani mendekati tumpukan kulit ular, itu milik Chiko, hewan kesayangannya yang sudah dua minggu ini tak ia keloni. Diraihnya lalu mengamati, memastikan apakah itu kulit asli atau hanya akal-akalan ayah tirinya saja. Dugaannya, si ular pyton dijual Lucky.“Chiko, kamu di mana? Aku udah pulang!” teriak Anjani kembali mengedarkan padangan ke sekeliling kamar.Chiko itu ular yang besar, tak mungkin ia bisa bersembunyi di kamar, begitu pikir Anjani. Untuk memastikan, digeledahnya lemari juga kamar mandi tapi si ular kesayangan juga tidak ditemukan.Anjani keluar dari kamar lalu dengan terseok-seok menuruni anak tangga. Kakinya belum bisa dibawa jalan dengan sempurna, ditambah tangan kanan juga masih digendong. Beban di perutnya semakin hari semakin bertambah, membuat ia semakin kesusahan dalam melangkah.Saat Anjani tiba di bawah, langsung digedornya pintu kamar sang mama. Ia akan memberi pelajara