#Hamil_Anak_Ular
Bab 8 : Gosip Tetangga
“Halo, Dokter Mia, jadi gimana yang kemarin itu?” Endah, mamanya Anjani menghubungi via telepon Dokter di Klinik Aborsi Deandra.
“Saya mohon maaf, Bu Endah, sepertinya saya tak bisa menyelesaikan kasus yang satu ini.” Suara Dokter Mia yang sepak terjangnya sudah melalang buana itu terdengar parau.
“Memang kenapa, Dok? Bukannya saya sudah bayar lunas, jadi dokter harus menyelesaikan pekerjaan ini sampai tuntas dong.” Endah sedikit naik pitam.
“Sekali lagi, saya minta maaf, Bu Endah. Kasus Anjani agak aneh, saya angkat tangan. Uang yang sudah Bu Endah kasih, akan saya kembalikan.”
Endah menghela napas berat, ia bingung ke mana lagi akan membawa Anjani untuk aborsi sedang Dokter Mia yang tak pernah gagal dalam tugasnya itu saja sudah menyerah.
“Dokter, maksudnya ... aneh bagaimana? Tolong kasih penjelasan kepada saya? Terus rekan kerja Dokter Mia yang pingsan itu gimana kabarnya?” tanya Endah, ia penasaran dengan kehamilan Anjani yang sudah dikatakan aneh oleh beberapa dokter itu.
“Teman saya, Dokter Laras baik-baik saja. Kemarin dia hanya kecapekan saja sebab kami sudah bertugas sejak malam dan belum ada istirahat. Hmm ... begini Bu Endah, yang saya maksud kasus Anjani aneh itu ... hmmm ... bayinya ini amat kecil dan banyak ... bentuknya tidak jelas.” Dokter Mia menautkan alis mengingat kejadian seminggu yang lalu itu.
“Apa janin Anjani bukan manusia?” tanya Endah makin penasaran dan sedikit terpengaruh dengan asumsi sang suami yang mengatakan kalau putrinya hamil anak ular.
“Saya juga tidak tahu pasti, Bu Endah. Hmm ... saya mohon Bu Endah tidak menyebarkan kegagalan saya ini ke siapa pun, saya tak mau image saya jadi jelek. Uang Bu Endah akan saya transfer sekarang juga, sekali lagi saya mohon maaf karena tidak bisa membantu.”
Endah menghembuskan napas lalu menjawab, “Baik, Dokter Mia, saya tak akan bilang ke siapa-siapa.”
“Terima kasih, Bu Endah.” Dokter Mia mengakhir panggilan telepon. Ia menghembuskan napas lega karena sudah berhasil mencancel pasien aneh yang sudah menyebabnya rekannya pingsan tanpa sebab, setelah mengaku digigit sesuatu, tapi tak ditemukan bekas gigit atau apa pun di sekujur tubuh Bidan yang menjadi rekannya dalam menjalankan bisnis ilegalnya itu.
******
Hari terus berlalu, aborsi kedua dengan dukun beranak yang bernama Mak Romlah pun juga gagal dilakukan. Kasusnya hampir sama dengan kejadian di klinik aborsi Dokter Mia, si dukun pingsan tiba-tiba dengan tubuh kejang-kejang dan mulut berbusa.
Akan tetapi, saat dilarikan ke rumah sakit, si dukun beranak tak mengalami sakit apa pun dan langsung sadar. Anjani lagi-lagi ditolak untuk aborsi.
Gadis tomboy itu makin resah, apalagi perutnya kian membesar. Dengan memakai sweter tebal, ia melangkah keluar dengan membawa si Cheril saja, sebab si Chiko sudah dibawa temannya yang bernama Radji. Hari ini jadwal kumpul dengan teman-teman komunitasnya dan mereka sudah menunggu di taman kota.
Seperti biasa, pertemuan di taman dengan membawa hewan peliharaan masing-masing pun dilangsungkan. Beberapa jenis reptil ada di sini. Anjani yang memang dijuluki ratu ular menghampiri teman-temannya itu. Saling berjabat tangan dan mulai meletakkan hewan bawaan masing-masing.
Melihat kedatangan Anjani, Chiko yang saat itu sedang merayap di rumput langsung menghampiri sang majikan. Anjani tersenyum lalu mengelus hewan bersisik hitam itu.
******
“Jani, kamu dari mana saja? Perut udah gede gini masih aja kelayapan ke mana-mana?” sambut Endah dari ruang tamu saat Anjani baru saja memasuki rumah.
“Bosan, Ma, di rumah,” jawab Anjani sambil melepas Cheril dari bahunya, lalu memanggil Radji dan Rully untuk membawa Chiko naik ke atas.
Endah meringis dan naik ke atas sopa melihat hewan melata itu merayap di lantai rumah. Ia phobia dengan ular, tapi putrinya malah mengoleksi hewan yang membuat takut dan merinding itu.
“Jani, jauhkan ular-ularmu itu!” jerit Endah histreris.
Anjani hanya menahan senyum melihat kelakuan sang mama, lalu menyuruh Cheril untuk mengikuti dua temannya yang menggendong Chiko untul naik ke lantai atas.
“Ada apa, Ma?” tanya Anjani duduk di samping sang mama yang masih terlihat ketakutan.
Endah turun dari sopa dan membenarkan pakaiannya yang tersibak karena habis lompat-lompatan tadi.
“Jani, mama harap kamu jangan keluar rumah dulu!” ujar Endah sambil membenarkan rambut panjang bergelombangnya.
“Kenapa emangnya?” Anjani mengangkat sebelah alis.
“Jani, mama gak sanggup harus mendengar gunjingan para tetangga. Mama mohon kamu di rumah saja hingga kita bisa menggugurkan janin anehmu itu.” Endah memegangi kepalanya, ia stres berat memikirkan kehamilan aneh putrinya itu.
Anjani hanya mengangkat bahu. Taklama berselang kedua temannya, Rully dan Radji sudah melenggang di ruang tamu dan pamit pulang.
Anjani melambaikan tangan pada dua temannya itu, lalu beranjak dari sopa. Endah langsung menarik Anjani untuk kembali duduk.
“Apaan lagi sih, Ma?” tanya Anjani jengkel.
“Turuti perintah Mama, ini terakhir kalinya kamu keluar dari rumah!” Endah menatap tajam putri tunggalnya itu.
“Hmmm ... iya, iya .... “ Anjani bangkit dari sopa dan meninggalkan sang mama yang masih terlihat kesal.
Anjani melangkah menuju anak tangga dan berpapasan dengan sang ayah tiri di ruang tengah. Si Lucky tersenyum mengejek dengan mata tertuju ke perut putri tirinya itu.
“Apa lihat-lihat?!” tanya Anjani ketus sembari melirik tampang menyebalkan pria yang telah merebut mamanya.
“Makin gede aja tuh perut, aku kayaknya gak sanggup kalau harus dipanggil kakek oleh anak-anak ularmu itu.” Lucky mengusap wajahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bacot!” umpat Anjani sambil berlalu, ia malas meladen ayah tirinya yang terlihat selalu ingin mengajak ribut saja itu.
******
Beberapa hari berlalu. Endah baru saja keluar dari mobilnya saat ada beberapa tetangga yang lewat di depan rumahnya.
“Sore, Bu Endah, baru pulang kerja?” sapa si tetangga yang berdaster motif kupu-kupu.
“Iya, Bu Yani, baru pulang saya. Itu pada mau ke mana ramai-ramai gitu?” jawab Endah sambil melangkah ke pagar rumah karena tiga tetangganya itu berdiri di depan sana.
“Kita mau nyantai di warung Cik Ni. Mau ikut gak? Ayo! Ngobrol sambil makan gorengan,” ujar tetangga yang bergamis cokelat.
“Oh ... lain kali aja deh,” jawab Endah sambil tersenyum ramah.
“Eh, Bu Endah ... Anjani kok jarang kelihatan sih? Ke mana dia?” Tetangga yang berdaster motif batik mulai mengorek informasi atas desas-desus yang beredar beberapa minggu ini.
“Eh ... Jani, ada kok .... “ Endah menggaruk kepalanya, ia seperti mencium aroma tak sedap dari ekspresi tiga tetangganya itu.
“Oh ... ada ... eh ... hemm ... udah nikah dia? Kok nggak ngundang-ngundang sih?” Tetangga yang berdaster kupu-kupu mengedipkan sebelah mata pada tetangga yang bergamis.
Endah terdiam sejenak, ia bingung mau menjawab apa.
“Jani belum nikah kok .... “ Endah tersenyum masam.
“Ohhh ... belum nikah, kirain udah nikah diam-diam soalnya ... dia lagi hamil ‘kan?” Mulut lentis si tetangga daster batik mulai kepo.
“Hmm ... ya sudah, saya mau masuk dulu .... “ Endah membalikkan tubuh, ia takut kelepasan menghadapi para tetangga julidnya itu.
“Eh, Bu Endah ... kok buru-buru sekali. Benar gak sih kalau Anjani hamil anak ular peliharaannya?!”
Jantung Endah semakin berpacu cepat mendengar ocehan dari tiga tetangganya itu. Ia bingung, dari mana tetangganya itu tahu kalau Anjani hamil anak ular karena hal itu belum pasti kebenarannya.
Bersambung .....
#Hamil_Anak_UlarBab 9 : Ngidam AnehDengan tampang kesal, Endah berlari masuk ke rumahnya. Suasana hati semakin tak baik saja, apa yang ia takutkan telah terjadi, para tetangga sudah mulai menggunjingkan kehamilan putrinya.“Sayang, kamu udah pulang?” Lucky menghampiri Endah yang berdiri dengan bersandar di balik pintu.Endah bergeming, ia tak menyadari kalau Lucky sudah ada di depannya. Pria bertubuh tinggi berisi itu memegang pundaknya.“Eh, kamu, Mas .... “ Endah terkejut.“Sayang, ngapain bengong di sini?” Lucky merangkul bahu sang istri lalu menuntunnya menuju kamar mereka.Endah meletakkan tasnya lalu membuka blezer, lalu duduk di pinggir ranjang. Pikirannya masih tak beres.“Sayang, kamu kenapa sih? Marah gara-gara aku pulangnya duluan, maaf ya ... tadi abis meeting di kafe, kepalaku pusing. Ya udah langsung pulang deh .... “ Lucky menciumi bahu istrinya yang kini ha
#Hamil_Anak_Ular Bab 10 : Niat Baik Radji “Mas, kamu gak apa-apa ‘kan?” tanya Endah sambil mengelap wajah suaminya setelah mencucinya di kamar mandi. “Ya ... kenapa-kenapalah, anakmu itu sakit jiwa! Awas saja kalau mataku sampai buta, akan kutuntut dia,” jawab Lucky kesal. Endah menghela napas panjang, ia tak bisa juga menyalahkan Anjani kalau Lucky tak bermulut tajam. Menurutnya sama-sama salah, baik anak maupun sang suami. Endah mengusap wajah merah sang suami sambil menyemprotkan obat, agar rasa pedas dan perihnya berkurang. Juga meneteskan obat mata ke mata Lucky. Dengan tampang kesal, Lucky menepis tangan Endah lalu berbaring di tempat tidur dengan posisi membelakangi istrinya itu, ia merajuk. Endah tersenyum kecut lalu melangkah menuju pintu, ia akan berbicara kepada Anjani. ****** Anjani duduk di ruang tengah sambil memainkan remot televisi dan tak hentinya mengubah chanel. Ponsel di saku celana pendeknya bergeta
#Hamil_Anak_UlarBab 11 : Janinnya Baik-baik sajaPagi pun tiba, janin-janin di perut Anjani kembali berdemo karena tak diberi makan sejak dari tadi malam. Dengan geram, digebukinya perut buncit itu. Chiko yang melengkor di sebelahnya langsung mendekat ke perutnya dan menggosok-gosokan kepalanya. Seketika itu pula, baku hantam di perut Anjani langsung mereda.Anjani mengerutkan dahi, ini sudah kedua kalinya Chiko berhasil menenangkan janin-janin setannya itu. Ia jadi curiga dan menyimpulkan hal yang tak masuk di akal.“Chiko, jangan bilang ... janin-janin ular di perutku ini benaran anakmu, ya!” Anjani menautkan alis menatap hewan bersisik itu.“Hey, kamu ini pangeran ular yang dikutuk atau genderuwo yang menyamar jadi ular?! Jawab pertanyaanku Chiko!” ujar Anjani sambil menggaruk rambut panjangnya yang terlihat acak-acakan.“Ahhh ... percuma ngomong sama kamu, dasar aku ... kayaknya udah mulai gila deh!”
#Hamil_Anak_UlarBab 12 : Rumah sakitHari ini, Dokter Gio kembali memeriksa Anjani, gadis hamil yang sering tak mau makan dengan dalih ingin alasan ingin menyiksa janin-janin ularnya agar mati kelaparan di dalam sana.“Mbak Anjani, gimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Gio sambil menatap pasiennya yang kini sedang fokus bermain game cacing rakus di ponsel.Anjani mengangkat wajah dan meletakkan ponselnya, walau tangan sebelah kanan masih digendong, sedang tangan kiri diinfus, ia tetap bisa memegang ponsel sebagai teman suntuknya. Maklum, mamanya hanya datang pas siang saja dan itu pun Cuma sebentar, hanya Bik Siti yang selalu setia menemaninya.“Udah mulai sakit pinggang dan sakit perut, Dok, kayaknya udah mau lahiran deh,” jawab Anjani dengan wajah datar dengan mode kebohongan.“Ah, masa?” tanya Dokter Gio sambil memegang perut Anjani.Sang dokter mengangkat alisnya, ia tahu pasiennya itu sedang
#Hamil_Anak_UlarBab 13 : Chiko Ke Mana?Dengan risi dan menahan ketakutan, Endah mendekati kamar Anjani dan memutar knop pintu. Matanya sambil menoleh ke kanan dan kiri, juga belakang karena ia merasa tak aman berada dalam kebun ular Anjani. Didorongnya perlahan pintu, lalu menutupnya kembali saat melihat ekor Chiko yang melengkor di lantai.“Ya ampun!” gumam Endah sambil memegangi dadanya.Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, Lucky keluar dan kini berdiri di hadapan Endah.“Mas, ngapain kamu di kamar Anjani?” tanya Endah.Lucky terlihat salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berkata, “Eh, aku main sama Chiko, Sayang. Kamu kapan datang?”“Kamu ngomong sama siapa tadi, Mas?” tanya Endah sambil kembali mencoba mengintip ke dalam kamar dan bersamaan dengan itu kepala Chiko malah muncul di hadapannya.“Agghhh!!!” jerit Endah histeris sambil berlari menuju
#Hamil_Anak_UlarBab 14 : MelahirkanAnjani mendekati tumpukan kulit ular, itu milik Chiko, hewan kesayangannya yang sudah dua minggu ini tak ia keloni. Diraihnya lalu mengamati, memastikan apakah itu kulit asli atau hanya akal-akalan ayah tirinya saja. Dugaannya, si ular pyton dijual Lucky.“Chiko, kamu di mana? Aku udah pulang!” teriak Anjani kembali mengedarkan padangan ke sekeliling kamar.Chiko itu ular yang besar, tak mungkin ia bisa bersembunyi di kamar, begitu pikir Anjani. Untuk memastikan, digeledahnya lemari juga kamar mandi tapi si ular kesayangan juga tidak ditemukan.Anjani keluar dari kamar lalu dengan terseok-seok menuruni anak tangga. Kakinya belum bisa dibawa jalan dengan sempurna, ditambah tangan kanan juga masih digendong. Beban di perutnya semakin hari semakin bertambah, membuat ia semakin kesusahan dalam melangkah.Saat Anjani tiba di bawah, langsung digedornya pintu kamar sang mama. Ia akan memberi pelajara
#Hamil_Anak_UlarBab 15 : Bayi UlarSesuatu telah melucur dari rahim Anjani, tiga ekor bayi ular dengan versi setengah ular dan setengah manusia, tapi ada satu yang berwujud ular utuh yang bentuknya paling kecil. Satu di antaranya, ada yang berkepala ular dan berbadan manusia, dan satunya lagi berkepala manusia dan berbadan ular.Chiko menghampiri tiga bayi kembar lalu melilitnya dengan ekor. Taklama berselang, dua orang wanita berpakaian serba hitam dengan bermahkotakan kepala ular, muncul di kamar itu sambil menyimpuhkan kedua tangan di kepala sebagai salam hormat kepada sesama bangsa ular.Dengan sekejab mata, dua dayang-dayang itu langsung menghilang dengan membawa tiga bayi kembar. Chiko tak tega melihat majikannya itu terus tersiksa dengan kehamilan aneh ulah dari rajanya, kini ia lega Anjani telah terbebas dari janin-janin ular yang selalu mengaduk perut dan berharap sang raja tak berbuat yang macam-macam lagi setelah keinginannya tercapai.
#Hamil_Anak_UlarBab 16 : Ancaman TetanggaAnjani membuka mata, lalu mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Kemudian melirik ke samping kanan, Chiko terlihat masih melengkor. Ia tertegun, tangan kiri mengusap perutnya.“Astaga!” Anjani langsung bangun dan terkejut melihat perutnya yang sudah kembali rata.Ia mencoba mengingat-ingat, tadi malam itu ia mimpi atau benaran sudah melahirkan. Akan tetapi, tak ada apa-apa di tempat tidur. Ke mana janin aneh yang sudah ia kandung berbulan-bulan itu? Apakah cerita dia hamil hanya sekedar mimpi saja? Masa iya ada mimpi yang durasinya amat panjang begitu.Anjani bangkit dari tempat tidur lalu melangkah menuju meja rias, menatap dirinya di depan cermin. Perut buncitnya memang benar sudah mengempes. Seharusnya ia senang, tapi ia merasa seperti ada yang hilang dari dirinya. Entah apakah itu, ia juga tak tahu.Kalau ia bermimpi, tapi luka di dahi juga tangannya yang patah ini nyata da