Share

Episode 9.

Matahari pagi menampakan sinarnya lewat celah jendela,mata Ivan masih sedikit mengantuk. Ia masih malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Namun suara ketukan pintu memaksanya untuk bangkit.

"tok...tok...tok," seorang mengetuk pintu kamarnya. 

"pak,pak Ivan," suara itu terdengar tidak asing ditelinga Ivan. Suara yang sangat dikenalnya,yaitu suara Nadira.

Matanya langsung terbuka "Nadira..." ucapnya.

"pak,ini sudah siang!!!" teriak Nadira masih mengetuk pintu kamarnya.

Ivan lalu bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu,lalu membukanya.

"Dira,ngapain kamu pagi-pagi sekali sudah kesini??" tanya Ivan yang masih mengenakan celana kolor pendek dan kaos oblong putih.

"saya cuma mau ngingetin bapak,kalau hari ini jadwal bapak bermain golf bersama Pak Riki." jawab Dira. 

Ivan tidak memperhatikan ucapan Dira,yang ia perhatikan ialah pakaian Dira. Pagi itu Dira mengenakan bluos dengan kerah  berbentuk V, yang sedikit memperlihatkan bagian dada Nadira. Membuat Ivan sedikit gelisah.

Malu jika nanti celananya terlihat sesak dibagian sekitar pahanya,Ivan lalu menyuruh Dira untuk menunggunya diruang tamu. Dengan gesitnya ia pergi ke kamar mandi,ia tidak bisa membayangkan jika Nadira tahu apa yang dilakukan sebagian pria dipagi hari,yaitu berlama-lama dikamar mandi.

Selesai mandi pagi dan mengenakan pakaian,Ivan lalu turun menemui Nadira. Dengan sedikit rasa gemetar,ia mulai mendekatinya. 

"jadwal saya bermain golf jam berapa???" tegasnya.  Sontak membuat Dira kaget,ia lalu melirik ke arah bosnya. 

"pukul 07.30 pak,dan sekarang baru jam 07.00" jelasnya.

"kamu sudah sarapan??" tanya Ivan sebagai bentuk penyesalannya karena berbicara keras kepada Nadira.

"belum pak,kalau bapak mau sarapan silahkan sarapan terlebih dahulu." balas Dira. Masih dengan nada yang santun meski hatinya geram.

"saya mau kamu juga ikutan sarapan bersama saya!" tegas Ivan . Dira masih bingung dengan sifat Ivan yang suka memaksa .

"ayo kita berangkat sekarang,nanti kita mampir ke kedai makanan untuk membeli sarapan." ucapnya lalu berjalan menuju parkiran rumahnya. 

Melihat bosnya bertingkah seperti itu,Dira hanya terdiam membuntuti Ivan dari belakang. "orang aneh," decakya dalam hati.

Kali ini,mereka diantar oleh supir pribadi Ivan,yakni Mang Saswi. Mereka duduk bersama dikursi belakang,dengan wajah Ivan yang serius dan menakutkan,dira merasa sedikit canggung, duduk berdekatan dengan bosnya yang terkenal galak.

"mang nanti kita berhenti di tukang bubur dipertigaan ya," perintah Ivan.

Pria paru baya itupun menyanggupi permintaan Ivan, "baik pak," ucap mang Saswi.

Bola mata Dira melirik kearah Ivan sambil tersenyum,ia berfikir bahwa bosnya yang galak juga masih suka makan dipingir jalan. 

Tidak lama mereka sampai ditukang bubur dipertigaan jalan,yang jaraknya cukup dekat dengan kediaman Ivan. Dengan rasa percaya diri,Ivan turun dan memesan dua bubur ayam kesukaannya. Ia memesan untuk dirinya,Nadira. Sementara mang Saswi menunggu mereka didalam mobil.

Nadira ikut menyusul Ivan mengahampiri tukang bubur itu.   Ia menunggu didekat trotoar,ditempat itu juga disediakan tikar untuk duduk. Memang tidak begitu lebar,namun cukup untuk mereka berdua.

Ivan menunjukan jari telunjuknya ke arah tikar, memberi kode kepada Dira untuk duduk disitu. Untung saja ia memakai celana panjang,sehingga ia tidak kesusahaan duduk ditikar. Ivan lalu duduk persis didepan Nadira,lagi-lagi ia harus berhadapan dengan bagian dada Nadira. Ia merasa geli,ia lalu bergeser kesamping,sehingga tidak begitu terlihat.

"Bapak suka makan disini?" tanya Nadira mengawali obrolan mereka. 

"iya,dulu waktu kecil saya sering di ajak Opa saya makan disini." ucap Ivan sambil menoleh kesekitar tempat itu.

"jadi tempat ini begitu berkesan bagi bapak dong???" lanjut Dira.

"ya begitulah,apa kamu juga suka makan ditempat seperti ini???" tanya Ivan.

"iya dulu,waktu saya masih kecil. Ketika ayah saya cuti kerja,ia sering mengajak saya untuk makan dipinggir jalan seperti ini,"

"Awalnya kurang suka,tapi ayah bilang kalau makanan  dipinggir jalan tidak kalah dengan yang ada di restaurant."

"hanya tampilannya saja yang berbeda," ucapnya.

"ayahmu benar,selain itu secara tidak langsung kita membantu meningkatkan penjualan mereka dengan menjadi konsumen mereka." sambung Ivan.

Tidak lama tukang bubur ayam menghampiri mereka,dan meletakan pesanan mereka tepat didepan Ivan dan Dira.

Mereka menyantap bubur secara bersamaan,dan ini momen pertama kalinya untuk Nadira. Makan bersama bosnya yang super ngeselin.

Sambil menikmati sarapannya,Ivan berkali-kali melirik ke arah Nadira. Setelah sekian lama dirinya tidak pernah makan bersama dengan seorang perempuan,kecuali ibunya. Itupun dulu saat mereka masih tinggal bersama. Kini beda cerita,ia kini sudah hidup mandiri. Di usianya yang matang,seharusnya ia sudah mempunyai pendamping hidup. Tapi sampai sekarang dirinya masih betah hidup menjomblo,tanpa pasangan.

Dira masih melahap bubur ayam yang ada didepannya,ia teringat dengan ucapan Inez tentang kuliahnya. Dengan hati yang penuh dengan rasa was-was,Dira lalu memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya.

"Pak Ivan,saya boleh bertanya sesuatu??" tanya Dira begitu serius.

"ya mau tanya apa??" balas Ivan.

"ini soal kuliah saya Pak," 

"selama satu minggu ini saya bolos kuliah Pak" tuturnya.

Dengan santainya Ivan menjawab perkataan Dira, "lalu apa yang harus saya lakukan??" .

"apa perjanjian kerja full satu minggu tidak bisa diubah pak??"

"supaya saya tetap bisa kuliah," Dira menatap bosnya dengan tatapan penuh harapan.

"bapak sudah taukan kalau saya seorang mahasiswa??" 

" tolong pak,saya mohon.."

"saya juga punya masa depan pak," regek Nadira sembari memanyukan bibirnya yang seksi.

Merasa tidak sanggup melihat tatapan Nadira yang membuatnya meleleh seperti coklat batangan yang dipanaskan,akhirnya Ivan menyanggupi permintaan Nadira.

"baiklah,mulai  minggu besok jam kerja kamu cuma sampai hari jum'at." 

"dan untuk masalah waktu kuliah,kamu atur sendiri," 

"tapi ingat,kerjaan kamu dikantor harus tetap terkendali." tegas Ivan.

Mendengar semua jawaban Ivan tentang  permintaannya,Dira begitu senang. Ia tersenyum kegirangan. 

Saking senangnya ia lalu memeluk Ivan dengan erat,ia lupa bahwa seharusnya dia tidak bertingkah seperti itu.

"yeeeee,"

"makasih ya pak,saya senang sekali." Dira memeluk Ivan dengan eratnya. Ivan sungguh tidak percaya,kalau Dira segembira itu,sampai-sampai tidak menyadari dengan pelukannya.

Namun Ivan hanya terdiam,malahan ia menikmati pelukan Dira. Ini benar-benar hal yang diluar dugaannya,mendapat hadiah pelukan dipagi hari.

Disela-sela pelukannya,Dira baru menyadari apa yang telah ia lakukan. Ia lalu melepaskan pelukannya dan kembali keposisi duduknya. Wajahnya memerah,semerah buah topat. Ia juga merasa malu dengan tingkahnya yang kurang sopan.

"maaf pak,saya tidak bermaksud seperti itu," tegas Nadira.

Sebenarnya Ivan menyukai momen-momen seperti ini,tapi ia berdalih,ia lalu menatap Nadira dengan tatapan sinis dengan alis yang saling menyatu. Ia lalu pergi menghampiri tukang bubur,dan membayar semua pesanannya,ia lalu masuk kedalam mobil.

Disisi lain,Dira masih tercengang dengan tingkah bosnya. Ia lalu bangkit menyusul bos anehnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status