DI LANTAI dasar Tower A terdapat mall yang cukup besar sehingga penghuni kompleks apartemen Kalimaya tidak perlu jauh-jauh jika ingin berbelanja. Mall itu bahkan cukup terkenal sehingga pengunjung dari luar pun berbelanja di situ.
Heru jika tidak ada kegiatan sering main ke mall. Kadang hanya nongkrong di salah satu café yang ada di situ, atau melihat-lihat barang atau pakaian yang lagi trend sekaligus cuci mata melihat SPG atau penjaga toko yang lumayan cantik-cantik dan seksi.
“Hallo bang, lagi nyantai, nih,” sapa seorang satpam yang sudah dikenal Heru.
“Hehe, biasalah pak,” jawab Heru.
Satpam itu, bernama Sriyono, sudah sering melihat Heru sehingga mereka pun berkenalan. Heru bahkan sudah tidak perlu malu lagi ketahuan sering cuci mata di situ, dan pernah juga kong-kali-kong dengan pak satpam untuk berkenalan dengan seorang penjaga toko yang ‘aduhai cantik manis dan seksinya’.
“Gak ada yang baru, bang,” celetuk Sriyono menggoda Heru.
“Hush! Emang apaan yang baru, pak?”
“Amoy… hehe…” satpam itu menyeringai. Dia juga sebenarnya masih muda, cuman tampak lebih dewasa karena mengenakan seragam security.
Heru tersenyum. Dia berlagak seperti sedang menunggu seseorang sehingga bisa ngobrol dengan pak satpam. Saat itulah dia melihat seorang gadis yang sangat cantik sedang berjalan menuju sebuah toko. Heru seperti mengenalnya, tapi siapa?
‘Oh, itu si BCL yang kemarin,’ Heru teringat dengan gadis yang mirip artis Bunga Citra Lestari, yang tempo hari menceburkannya ke kolam.
Heru melangkah ke arah toko yang dimasuki BCL, pura-pura melihat-lihat barang di toko itu, lalu seperti tidak sengaja bertabrakan dengan gadis itu.
“Eh, maaf…” kata Heru pura-pura kaget.
Si BCL memandang Heru, tampaknya dia juga mengingatnya.
“Kamu… Heru, kan?” tanyanya memastikan.
“Oh, kamu BCL, ya?” timpal Heru juga pura-pura baru ingat.
“Huh… BCL… BCL!” omel gadis itu cemberut.
Heru tersenyum lebar, dadanya mulai terasa sesak oleh gelombang pasang yang entah dari mana datangnya. Gadis ini walaupun cemberut malah semakin menggemaskan!
“Sorry, kamu mirip banget dengan BCL, dan manggilnya juga enak, kan, pakai singkatan…”
Si gadis mendekatkan mulutnya ke telinga Heru dan berkata lirih, “bodo!”
Heru hampir saja tergelak karena kelucuan si BCL. Sikap BCL yang demikian itu malah menjadi isyarat buat Heru bahwa si gadis sudah membuang benteng penghalang di antara mereka.
“Kamu sendirian?” Heru mengalihkan pembicaraan.
Tetapi si gadis ternyata masih cemberut. “Nggak lihat?” jawabnya menantang.
‘Aduh, binal juga nih cewek,’ bathin Heru.
“Okay, aku temenin yak?”
“Nggak usah!”
Heru mati langkah! Tetapi karena itu dia malah tertantang. Dia harus bisa menundukkan kuda binal ini.
“Kamu pilih saja mana yang kamu suka, aku yang bayar. Gimana?”
Jumawa sekali Heru mengeluarkan tantangan itu, membuat si gadis hampir tertawa karena konyolnya.
Sambil menoleh tidak percaya kepada Heru, dia bertanya, “Serius?”
Tidak mungkin Heru mundur dari tantangannya, sudah terlanjur.
“Iya, pasti!”
Si gadis menjadi cerah dan riang. “Okay, aku akan borong semua barang yang ada di toko ini…”
Mendengar itu, Heru kaget juga. Wajahnya menjadi pucat. Namun itu hanya sesaat, sebentar kemudian wajahnya menjadi biasa lagi.
Ditariknya bahu gadis itu sehingga badan mereka menempel, membuat si gadis menjadi kaget tidak mengerti. Semerbak harum dari badan dan pakaian si gadis secara spontan membuat Heru mabok… atau lebih tepatnya kehilangan kesadaran.
Setelah kesadarannya kembali, Heru berbisik, “satu saja…”
Mendengar bisikan Heru itu, si gadis muncul nakalnya. Dia tadi hanya bercanda ingin memborong toko itu, namun kini dia malah ingin menggoda Heru.
“Ih, gimana sih? Tadi katanya yang mana saja!”
“Maksudnya, yang mana saja, asal… satu,” Heru menyeringai sambil mengacungkan jari telunjuknya.
BCL diam sesaat, memasang aksi berpikir. Lalu katanya, “Oke… aku akan cari yang paling mahal!”
‘Waduh… anak ini nakal juga…’ bathin Heru. Namun kali ini dia memilih diam saja, melihat dulu apa yang akan dilakukan si gadis. ‘Apa yang akan kamu ambil, itu yang akan kamu bayar, non!’ janji Heru dalam hati.
Tiba-tiba si gadis berkata serius. “Tidak jadi, deh!”
Heru menjadi bingung. “Kenapa?” tanyanya.
Setelah berlagak diam sambil mengulum senyum, gadis itu lalu menarik tangan Heru dan berkata lirih, “Abang Heru sayang… tidak usah sok mau traktir aku beli baju. Kamu tidak terlihat seperti bos tajir… hahaha…”
Mau tidak mau Heru pun ikut tertawa, walaupun mukanya merah karena malu.
“Kalau gitu, ayo aku traktir minum saja,” ajak Heru merasa tengsin. Dia tidak menunggu jawaban gadis itu, tetapi langsung menarik tangannya dan menggandengnya menuju kafe langganannya.
BUNGA Lestari, nama gadis itu, bukan Bunga Citra Lestari atau BCL yang menjadi artis. Tetapi, wajahnya memang mirip sekali dengan BCL. Wajahnya lonjong, hidungnya panjang, dan rambutnya lurus dengan ujung bergelombang. Tetapi yang membuatnya mirip banget dengan BCL adalah tatapan mata dan bentuk bibirnya yang sangat sensual. Mirip banget dengan BCL, apalagi jika bibir itu sedikit terbuka. Heru yang memandangnya tidak bisa menahan untuk tidak menelan ludah. Bibir itu seksi banget, seakan mengandung madu yang manis dan segar sehingga kalau dikecup bisa melepaskan dahaga seorang perindu! Tatap matanya agak-agak sayu, membuat orang yang memandangnya akan merasa iba, merasa sayang, dan tidak ingin membiarkannya menderita. Mata itu dihiasi oleh bulu mata yang lentik, dan alis tipis yang melengkung indah. “Bunga, kamu cantik sekali…” desis Heru sambil memandang gadis itu tanpa berkedip. Bunga mengangkat matanya menatap Heru, namun tetap diam dan kemb
BUNGA dan Heru berjalan tergesa-gesa keluar dari mall dan Tower A, menghindari pandangan orang-orang yang melihat keributan yang terjadi di kafe tadi. Langkah keduanya seakan tidak ragu mengarah ke Tower C, tempat apartemen Heru berada. “Sialan si Hendra itu,” sungut Bunga. Bagaimana pun, dia dibuat malu di tempat umum, dan merasa tidak enak dengan Heru yang baru dikenalnya. ‘Tukang selingkuh? Hendra bilang aku tukang selingkuh? Sialan bener!’ Menyadari langkahnya yang menuju ke Tower C, Bunga tiba-tiba berhenti. “Ngapain kita ke sini?” tanyanya bingung. “Tidak apa-apa,” sahut Heru. “Kita ke tempatku saja.” “Tempatmu? Kamu tinggal di sini?” “Iya, ayo kita naik.” “Ah!” Bunga tampak ragu-ragu. Melihat itu, Heru segera menarik tangannya dan menggandengnya menuju ke lift. Teteapi Bunga tetap ragu. “Aku tidak mau, aku mau pulang saja!” Heru tidak ingin memaksanya, nanti malah menimbulkan salah pengertian. “Oke, apaka
RUDI langsung datang ke apartemen Heru setelah mendapat khabar dari temannya itu bahwa dia dikeroyok orang dekat mall. Heru menceritakan kronologi kejadian itu. “Kamu punya nomor telepon Bunga?” tanya Rudi. Heru memberikan nomor telepon Bunga. “Tetapi jangan kasih tahu Bunga kalau aku dikeroyok!” pinta Heru. “Hmm, gimana aku bisa cari tahu siapa si Hendra kalau nggak tanya sama Bunga?” tanya Rudi bingung. Tetapi dia kemudian mendapat akal. “Aku akan minta bantuan Astrid, kebetulan aku punya nomor teleponnya.” Heru ingat, Astrid adalah teman Bunga yang mirip artis Luna Maya. ‘Wah, rupanya Rudi sudah menjalin kontak dengan si Luna Maya itu…’ pikir Heru. Heru mengubungi Astrid. “Hallo sayang…” ‘Gila, udah sayang-sayangan saja!’ bathin Heru hampir tidak dapat menahan ketawanya. Dia kenal sifat Rudi, orangnya memang tidak panjang sungkan, mudah akrab dengan orang, dan tidak banyak tedeng aling-aling. Cukup lama juga
MEMANG sih Rudi anak orang kaya, bos perusahaan properti yang memiliki perumahan dan apartemen di mana-mana. Tetapi mana bisa dia menyerahkan mobil seperti itu begitu saja? Kawan sih kawan, tetapi apa keuntungan bagi Rudi sehingga begitu baiknya kepada Heru? Tiba-tiba ponsel Rudi berdering. “Ya, hallo?” Sejenak Rudi mendengarkan berita via telepon itu, lalu katanya, “Catcha!!” “Dapat?” tanya Heru. “Yoi! Dia lagi pesta di daerah Tebet, sama kawan-kawannya.” Mobil mereka pun meluncur ke daerah Tebet, masih di area Jakarta Selatan. Oleh karena sudah malam, sudah jam sebelas malam, jalanan sudah mulai sepi sehingga tidak lama mereka sudah sampai di TKP. Seorang lelaki tinggi besar dan beberapa orang lainnya menghampiri mobil mereka. Lelaki tinggi besar itu layaknya si BA di dalam film jadul “The A Team”. Pantas saja namanya Samson! Tetapi ketika berbicara, si Samson ini berlogat seperti orang Batak (sebuah suku di Sumatera Utara, I
RUDI mengantar Heru kembali ke apartemen. Di dalam mobil, Heru hanya diam, tidak tahu harus ngomong apa. Peristiwa tadi benar-benar mencekam bathinnya. Walaupun dia yang menjadi korban pengeroyokan dan mengalami sakitnya, namun dia tidak akan memberikan hukuman sekeras itu. “Sudahlah, Her. Nanti kamu akan terbiasa juga,” kata Rudi memecahkan kekakuan di antara mereka. “Aku tidak tahu kamu bisa sekejam itu,” sahut Heru dengan suara yang tercekat. Rudi menyeringai. “Aku terlalu kejam, ya?” Heru tidak menjawab, jadi Rudi melanjutkan ucapannya, “bukan aku yang melakukannya, kan?” “Tapi atas perintahmu,” tukas Heru. “Her, dunia ini lebih kejam lagi. Samson dan anak buahnya itu hanya mencari makan dengan cara itu, mereka tidak bisa yang lain. Mereka mau kerja kantoran tidak bisa. Lalu siapa yang memberi makan mereka? Aku hanya memanfaatkan jasa mereka, memberi mereka pekerjaan. Aku juga mendidik anak-anak kurang ajar macam Hendra itu agar ti
“MAS, ada apa?” tanya Mila melihat Heru yang berubah jadi murung.Heru menghela nafas, lalu mencoba tersenyum kepada Mila. Kasihan gadis itu, dia pasti sudah jatuh cinta kepadanya.Bagi Heru, Mila cukup manis, dan mempunyai daya tarik atau sex appeal yang sangat tinggi terhadap Heru. Melihatnya saja sudah membuat Heru birahi, apalagi berdekatan, mencium bau harum di rambut dan badannya, menyentuhnya!Heru merasakan kelezatan yang tiada tara ketika mengecup bibir Mila, mengejar-ngejar lidahnya yang menari-nari di rongga mulutnya! Heru merasakan kasih sayang yang luar biasa ketika memeluk Mila, mendekapnya seerat-eratnya, menindihnya. Walaupun sampai saat ini mereka belum sampai bersenggama, hampir-hampir saja karena mereka sudah mabok birahi, namun ada saja yang menghalangi hal itu terjadi.Tetapi, dibandingkan dengan Bunga, Heru lebih memilih Bunga!Bunga termasuk gadis impiannya. Gadis itu tampak lebih putih dan ranum, lebih sumringah.
KETIKA keluar dari kamar mandi, Heru tidak melihat Mila lagi. Gadis itu sudah pergi meninggalkan apartemennya. Heru buru-buru menelepon Mila, tetapi teleponnya di-reject! Beberapa kali Heru mencoba, kuatir ada masalah sambungan telepon, tetapi tetap saja, teleponnya memang di-reject oleh Mila. Heru akhirnya mengirim pesan WA saja. “Mil, kok pergi?” Muncul jawaban dari Mila. “Sudahlah, mas. Jika sudah ada orang lain, lupakan aku!” Astaga! Heru terkulai, duduk di tempat tidurnya walaupun masih bersarung handuk. Dia melempar ponselnya ke atas tempat tidur. … Mila tentu saja mendengar Heru berbicara di telepon dalam kamar mandi. Apartemen Heru hanya sebuah studio kecil, mirip kamar hotel saja. Walaupun dia tidak bisa mendengarkan pembicaraan itu dengan jelas, namun hati kecilnya sudah merasakan bahwa ada seorang wanita lain yang sedang menghubungi Heru. Pantas saja Heru mematikan telepon itu tadi. Pantas saj
SETELAH sampai di mobil, Heru menelepon Bunga. Tidak lama, telepon itu diangkat. “Ya?” terdengar suara Bunga namun ketus.Heru mengatur nada suaranya. “Hallo sayang…”Diam. Bunga tidak menyahutnya.“Bunga sayang, aku sudah di mobil. Siap meluncur ke tempat kamu.”Sesaat Bunga diam saja, tetapi kemudian menyahut, “emang tahu rumahku di mana?”Heru tersenyum. Sebuah lampu sudah menyala, tinggal menyalakan lampu-lampu yang lainnya.“Justru karena itu aku telepon, sayang…”“Sayang… sayang… gombal!”Heru tertawa geli, tetapi menutup mic di ponselnya agar tidak terdengar Bunga.“Bunga sayang, kasih tahu alamatmu biar aku segera jalan nih,” rayu Heru. Tetapi, Bunga malah menutup telepon!Heru kaget lalu melihat ponselnya. Apakah terputus?Tiba-tiba sebuah pesan WhatsApp masuk, dari Bunga. Isinya adalah s