Ku lajukan kendaraan dengan hati yang penuh dengan kemarahan. Aku tak bisa terima perlakuan mas Yoga. Dia sudah berani mengambil tabunganku sendiri demi memenuhi keinginan perempuan itu.
Padahal aku sudah lama mengumpulkan uang itu, setiap bulan aku selalu menyisihkan nafkah yang mas Yoga berikan padaku. Berharap suatu saat uang itu bisa aku gunakan untuk hal-hal yang mendesak. Tapi sekarang apa? Dengan mudahnya dia membeli mobil untuk perempuan jalang itu.
Aku mengusap kedua pipiku yang basah oleh airmata. Aku tidak ingin perempuan itu tau aku menangis. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin membuat perhitungan dengan perempuan itu.Saat aku sampai di rumah perempuan itu, pagarnya terkunci. Ku bunyikan klakson berulang kali agar dia keluar. Ku intip ke dalam, benar saja. Ada mobil baru yang terparkir di garasinya. Darahku seketika mendidih melihatnya. Kamu kejam mas Yoga!
Kulihat perempuan itu dengan sombongnya keluar, membukakan pagar rumahnya. Belum sempat aku memasukkan mobil ke bagasinya, terlihat mobil mas Yoga datang. Dia datang untuk menyelamatkan perempuan itu dari amukan ku. Aku benci melihatnya.
Ku parkirkan mobil di pinggir jalan, lalu keluar dari mobil. Menuju perempuan jalang itu. Belum sempat tanganku menarik lengan perempuan itu, mas Yoga sudah duluan menarik perempuan itu ke belakangnya.
Aku benci melihatnya, ingin sekali menghajarnya. Perempuan itu tersenyum licik dari balik punggung suamiku. Jelas sekali mukanya yang penuh kebanggaan karena di bela suamiku.
"Ma, cukup. Jangan ribut di sini. Ayo bicara di dalam baik-baik. Tidak baik di lihat tetangga di sini"
"Biar saja mas, biar orang tau wanita seperti apa tetangga mereka. Seorang pelakor yang sekarang mencoba menguasai harta suamiku!" Aku berteriak dengan keras. Rasanya sakit sekali. Diperlakukan tidak adil seperti ini.
"Mbak Riana, kerjaannya selalu marah-marah. Nggak bosan apa?" Perempuan itu malah menyalahkan ku. Dia bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Rindu, masuk ke dalam rumah. Riana, ikut mas, ayo kita ke dalam!" Mas Yoga berusaha menarik lenganku. Para tetangga juga sudah banyak di luar. Karena mendengar teriakan ku. Mereka mulai berbisik.
Akhirnya aku mengikuti langkah suamiku masuk ke dalam rumah.
"Duduk, ma! Dan kamu Rindu menjauh sedikit. Jangan sampai Kamu kena amukan Riana lagi!"
Perempuan itu lalu mengambil kursi lain, dan duduk di belakang suamiku. Dasar pengecut. Aku membenci mas Yoga karena begitu melindungi perempuan itu.
"Kenapa mas bisa perlakukan aku seperti ini? Aku sudah menerima mas punya istri lagi. Tapi sekarang kenapa mas sampai tega membelikan dia mobil dengan uang tabunganku?" Netra memanas, airmata pun tak mampu ku bendung. Akhirnya pertahanan ku goyah. Aku menangis tersedu.
Ku kibaskan tangan mas Yoga yang berusaha menenangkan ku.
"Ma, uang tabungan mas tidak cukup untuk membelikan Rindu mobil. Mas kasihan melihat dia susah payah keluar karena tak punya mobil!"
"Aku tak masalah kamu belikan dia mobil mas, tapi gunakan uang mu sendiri. Jika kamu tak punya uang seharusnya kamu suruh dia menabung dulu, bukannya mencuri tabungan ku!"
"Tapi kan uang tabunganmu juga berasal dari mas!"
"Mas, uang itu aku peroleh sebelum kamu menikahi perempuan itu. Itu adalah hakku, seharusnya kamu adil mas. Aku menemanimu dari yang tidak punya apa-apa sampai sekarang berkecukupan. Sedangkan dia langsung mendapatkan mu di saat kamu sudah sukses. Dia harus merasakan juga bagaimana rasanya hidup susah!"
"Mas minta maaf Rania, nanti akan mas ganti uang itu kembali!"
"Tidak mas, aku tidak sudi. Kalau perempuan itu mau punya mobil, suruh dia menabung dari nafkah yang kamu berikan!"
"Tapi ma, mas sudah membeli mobil itu, nggak mungkin kan mas balikin lagi?"
"Baik, akan aku bawa mobil itu sekarang juga ke rumah ku!"
"Nggak bisa gitu dong mbak! Itu mobil ku, hadiah dari suamiku. Bahkan aku belum mengendarainya. Mbak tidak bisa mengambilnya!" Perempuan itu bicara, sontak mataku menatapnya dengan penuh kemarahan.
"Apa kau bilang? Itu adalah mobilku, karena uangku yang mas Yoga pakai untuk membelinya!"
"Walaupun begitu, itu tetap jadi mobilku. Aku tidak sudi memberikan itu pada mbak!"
"Apa kau ingin aku berlaku kasar lagi padamu? Aku tidak takut sedikitpun kepada mu!"
"Sudah ma, mas mohon jangan di perpanjang lagi. Biarkan mobil itu untuk Rindu, mas akan ganti kembali uang mu itu!"
"Kalau mas tidak mau memberikan mobil itu padaku, maka ceraikan aku!" Aku sudah muak dengan semua perlakuan tidak adil suamiku. Lebih baik bercerai daripada hidup seperti ini.
"Ma, jangan bicara seperti itu. Aku tidak mungkin menceraikan kamu Riana! Mas sangat mencintai kamu, dan juga calon anak kita!" Mas Yoga terlihat takut berpisah dariku. Tapi aku sudah tidak tahan lagi.
"Kalau mbak Riana minta cerai, ceraikan saja mas. Kan masih ada aku dan calon anak kita, mas! Hidup kita akan bahagia tanpa kehadiran dia!" Perempuan itu menghasut suamiku untuk menceraikanku.
"Diam kamu, Rindu. Kamu tidak berhak memaksa mas menceraikan Riana!"
"Turuti kemauan gundik mu itu mas, aku sudah muak hidup seperti ini, pengorbanan ku selama ini tidak kau hargai sedikitpun. Lebih baik kita bercerai!"
"Tidak,ma! Mas tidak mau bercerai darimu. Baiklah, mas akan antarkan mobil itu ke rumah mu. Mas tidak akan pernah lagi memakai apa yang menjadi milikmu selama ini, sebelum kehadiran Rindu. Mas akan berlaku adil Riana! Maafkan mas!"
"Baik, aku akan pulang. Kalau dalam satu jam mobil itu tidak sampai di rumahku, kamu tidak akan pernah lagi bertemu denganku selamanya!"
"Baiklah sayang, sekarang pulang lah. Mas minta maaf!"
"Mas, lalu aku bagaimana? Mobil untuk ku mana? Mas sudah janji kasih aku mobil?"Perempuan itu marah pada suamiku.
"Nanti, setelah uang mas terkumpul, baru mas akan belikan kamu mobil!"
Aku berjalan keluar dengan gontai, aku berharap mas Yoga menjatuhkan talak untukku tadi. Tapi nyatanya dia malah menuruti keinginanku. Baiklah, akan aku beri dia kesempatan sekali ini. Jika nanti dia tidak berlaku adil lagi, aku sendiri yang akan mengurus perceraian kami.
Di dalam perjalanan pulang, pikiranku kalut. Apa yang seharusnya aku lakukan? Tak mungkin aku sanggup hidup seperti ini. Airmata ku menetes sepanjang jalan. Hatiku sakit, tapi aku tak punya keluarga tempatku mengadu.
Menghubungi paman, aku takut dia malah marah dan memaksaku bercerai dari mas Yoga. Dia yang mencarikan mas Yoga pekerjaan. Di perusahaan milik temannya. Sampai akhirnya mas Yoga menjadi orang kepercayaan dan mendapatkan jabatan yang tinggi.
Curhat pada teman, aku takut. Mereka akan mengolok ku karena bersedia di madu. Sungguh, aku butuh teman untuk bicara. Tapi siapa? Siapa yang bisa aku ajak bicara? Kenapa jalan hidupku jadi serumit ini.
Aku hanya mampu menangis, mengusap dadaku yang terasa nyeri dan sesak. Begitu berat rasanya ujian ini Tuhan. Aku tak punya kekuatan untuk bertahan.
Sampai di rumah, aku segera ke kamar. Duduk menangis di tepi ranjang. Aku benar-benar sakit hati, melihat perlakuan baik yang mas Yoga berikan pada perempuan itu. Aku benci.
Aku tak menyadari saat mas Yoga masuk ke rumah, aku masih menangis.
"Ma, sudahlah. Jangan menangis lagi. Maafkan mas. Mas yang salah. Itu mobilnya sudah mas bawa kesini, tolong jangan menangis lagi!"
Dia mengusap airmata yang mengalir dipipiku.
"Mas, aku tidak sanggup lagi di madu! Tolong ceraikan aku!" Aku tergugu menangis. Rasanya sakit sekali.
Mas Yoga merangkulku ke dalam pelukannya. Mencium keningku berulang kali.
"Maafkan mas, mas tidak akan melakukan ini lagi. Mas akan berusaha adil ma! Jangan minta berpisah dari mas! Mas ingin sama-sama membesarkan anak kita!"
"Kalau begitu, jangan manjakan dia mas, aku dulu susah payah hidup denganmu, baru di tahun ketiga pernikahan kita. Kamu membelikan aku mobil"
"Iya, ma. Untuk seterusnya mas akan adil dalam segi apapun. Mas tidak akan mengganggu gugat milikmu sebelum kehadiran Rindu"
"Mas janji?"
"Iya sayang" Mas Yoga, mengeratkan pelukannya. Hatiku sedikit damai. Entah kenapa, aku tak bisa menghilangkan rasa cintaku untuknya. Padahal dia sudah mengkhianatiku seperti ini.
"Mas balek ke kantor ya, ma? Mas masih harus ke rumah Rindu untuk mengambil mobil mas!"
"Baiklah"
"Sekarang, karena masih hari selasa mas nggak akan pulang kesini nanti. Segera makan, jaga kesehatan ma! Mas tidak ingin terjadi apa-apa pada calon anak kit!"
"Iya, aku akan menjaga diriku sendiri, mas!"
Mas Yoga pergi, aku turun dari ranjang. Membuka pintu. Dan melihat mobil itu ada di bagasi. Hatiku nelangsa melihat mobil itu. Mobil keluaran terbaru, yang harganya mungkin dua kali lipat dari harga mobil ku. Kamu keterlaluan mas!
Aku menutup pagar dan pintu rumah, lalu beranjak ke dapur. Melihat apa yang bisa aku makan. Ternyata dalam kulkas tidak ada bahan masakan lagi, hanya ada buah apel.
Aku terduduk lunglai di depan kulkas, mengunyah buah apel yang ada di tanganku. Perut rasanya melilit menahan lapar. Tuhan, inikah takdirku? Hidup menderita di saat aku hamil? Di saat aku membutuhkan kehadiran suamiku, tapi malah derita ini yang ku peroleh.
Aku berkemas hendak ke swalayan, kulkas sudah kosong. Aku mau belanja. Terpaksa pergi sendiri. Karena suamiku sekarang pasti di rumah perempuan itu. Sudahlah, aku tidak ingin mengingat apapun tentang mereka.Aku keluar menuju bagasi. Hendak menaiki mobil ku, tapi melihat mobil baru itu seketika aku berbalik. Dan mengambil kunci mobil itu. Hari ini aku akan memakai mobil baru itu. Aku belum kepikiran tentang apa yang harus aku lakukan dengan mobil ini. Haruskah aku jual? Ataukah aku pake? Atau mobil yang lama saja aku jual.Aku suka saat mengendarai mobil baru ini, lagipula perempuan itu belum pernah mengendarainya. Aku merasa nyaman menggunakannya.Aku sedang memilih barang-barang yang aku inginkan, saat seseorang menepuk pundak ku."Rania?" Aku berbalik dan melihat sumber suara. Ternyata Amira, teman semasa kuliah ku dulu."Hai, apa kabar? Lama nggak ketemu ya?" Aku memeluknya dengan hang
Sampai di rumah, aku terduduk lesu di ujung ranjang. Berpikir keras. Apa yang harus aku lakukan. Masih terngiang jelas ucapan ibu pada mas Yoga. Untuk segera menceraikan aku. Walau mereka akan menunggu ku sampai lahiran. Tapi aku yakin, mas Yoga akan terhasut perkataan mereka. Mas Yoga tidak bisa lagi ku percaya. Aku harus mengambil keputusan. Aku tidak mungkin sanggup hidup seperti ini, jelas-jelas mereka tidak menginginkanku. Mas Yoga bertahan padaku hanya demi anak ini, bagaimana nanti? Kalau setelah melahirkan dia menceraikan ku dan merebut hak asuh anakku. Aku tidak mau itu terjadi. Aku harus minta cerai dari mas Yoga. Tidak mungkin lagi aku bertahan dalam rumah tangga seperti ini. Tapi aku harus mencari seseorang yang paham akan masalah ini. Bagaimana caranya untuk bercerai dari mas Yoga? Aku juga tidak ingin kehilangan harta benda yang aku miliki sekarang. Jika aku pergi tanpa membawa harta sedi
"Tidak, mas. Aku tidak ingin memperkarakan dia yang menikah diam-diam. Aku hanya ingin bercerai dan mendapatkan harta benda yang aku punya sekarang""Baiklah, kalau itu keputusan mu. Sebenarnya, jika kamu mau memperkarakan tindakan suamimu itu, dia bisa masuk penjara, Riana""Tidak, mas. Aku tak ingin memenjarakan dia""Kamu kenapa Riana? Apa kamu sangat mencintai dia? Dia bisa di hukum lho karena menduakan mu tanpa meminta izin dari mu?" Amira mempertanyakan keputusanku, tapi entahlah. Hanya saja hati ku tak tega jika mas Yoga harus masuk penjara. Padahal dia sudah begitu jahat padaku."Entahlah, Amira. Hanya saja hatiku tidak menginginkan itu""Ya, sudah. Jadi kapan kamu berencana menggugat cerai suamimu? Aku akan mengurus semuanya. Aku hanya perlu beberapa dokumen darimu, kamu tinggal beres. Aku hanya perlu tanda tanganmu saja nanti" Mas Candra sepertinya serius sekali ingin membantuku."Bai
Aku sedang di dapur, saat mas Yoga datang. Aku tak mengacuhkan kehadirannya. Dia membalikkan badan ku agar menghadap padanya."Kenapa tadi kamu keluar tanpa memberi kabar pada mas?""Apa peduli, mas? Sedangkan mas saja sehari ini tidak sekalipun mengabari ku!""Kemaren mas sudah bilang kan? Lalu siapa laki-laki tadi? Dia bukan suami Amira. Untuk apa kalian bertemu?" Dia penasaran siapa mas Candra."Bukan urusan mu!" Aku berlalu darinya. Menuju ruang tamu."Jawab mas, Riana! Siapa dia dan untuk apa kalian bertemu?""Sudah ku jawab mas! Bukan urusanmu! Urus saja gundik mu itu! Belikan apa saja yang dia mau, kamu tidak perlu mencampuri urusanku!""Ma, kamu ini kenapa semakin lama semakin membangkang?""Kalau kamu tidak suka lagi padaku, ceraikan aku sekarang juga!" Bibirku bergetar mengucapkan kata itu."Kenap selalu mengatakan perceraian Riana? Apa kamu sudah terg
Aku yakin, aku bisa hidup tanpanya. Dari pada seperti ini. Makan hati setiap hari. Sungguh aku tak sanggup.Terdengar deru kendaraan mas Yoga keluar dari bagasi. Aku segera berdiri. Membuka pintu, lalu keluar untuk mengunci pagar. Pergilah kamu kepada perempuan itu mas, bathin ku berucap pilu.Aku terduduk sendiri di ruang tamu, memikirkan apa yang harus aku lakukan. Sepertinya sulit mendapatkan apa yang aku inginkan. Bercerai dari mas Yoga dan mendapatkan harta bagianku rasanya akan sulit sekali. Bercerai mungkin bisa aku dapatkan, tapi harta benda ini bagaimana? Kemana aku harus pergi? Tanpa ada uang yang bisa aku bawa.Mengadu pada paman, aku tak sanggup. Aku tak ingin membuatnya marah dan melakukan hal bodoh pada mas Yoga. Apa yang harus aku lakukan?Aku hanya ingin bercerai, dan mendapatkan bagianku yang seharusnya. Setelah itu aku tak peduli. Apapun yang dia lakukan dengan perempuan itu tak akan aku campuri lagi.*****
Dia berdiri hendak menuju kamar, sepertinya dia ingin istirahat."Mas, sabtu ini paman meminta datang ke rumahnya"Langkah kaki mas Yoga terhenti, dia menatapku heran."Paman? Untuk apa paman meminta kita datang? Apa kamu cerita tentang Rindu padanya?" Terlihat sekali dia takut paman tau dia mengkhianatiku."Tidak, aku tidak berminat membicarakan perempuan itu pada paman!""Lalu untuk apa paman meminta kita datang?""Aku tidak tau alasannya. Dia bilang harus datang dengan mu. Hanya itu""Baiklah, nanti kita kesana berdua"Mas Yoga lega, karena aku belum menceritakan semuanya pada paman. Kalau paman tau entah apa yang terjadi. Paman adalah orang yang sangat tegas. Dulu, saat melamar ku. Paman kurang setuju. Dia ingin menjodohkan aku dengan anak temannya.Tapi mas Yoga berupaya keras mendapatkan restu dari paman. Akhirnya paman luluh, bahkan ikut mencarikan pekerj
Ya sudahlah, sekali ini aku mengalah untuknya. Demi anak yang dia kandung.Aku segera turun dari mobil mas Yoga, setelah sampai di rumah. Aku segera membuka pagar rumah."Ma, nanti kasih kabar kalau sudah sampai di rumah paman ya?""Ya, mas"Mas Yoga lalu pergi meninggalkanku. Aku segera menaiki mobil ku. Lalu berangkat sendiri ke rumah paman. Rumah paman tidak terlalu jauh. Aku yakin bisa mengendarai mobil sendiri.*******Hari sudah siang, saat aku sampai di rumah paman. Segera aku memarkirkan mobil di bagasi rumah paman.Pintu rumah paman terbuka. Aku langsung mengucapkan salam."Assalamualaikum..."Waalaikumsalam..." Terdengar sahutan dari arah dalam. Itu suara bibiku."Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga, masuk Riana" Bibi langsung menggandengku masuk rumah.Aku duduk di
Di sepanjang perjalanan menuju rumah, aku sibuk berpikir. Bagaimana caranya untuk bercerai secepatnya dari mas Yoga.Sekarang tidak ada lagi penghalang untukku segera menggugat cerai mas Yoga. Dulu, yang paling aku takutkan adalah masa depan dari anakku kelak, tapi sekarang dengan warisan peninggalan ayah aku tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk hidup kami nantinya.Dari tadi mas Yoga selalu menghubungi ku, aku tak memberi kabar apapun padanya. Bahkan ketika sampai di rumah paman aku tak mengubris panggilan telponnya.Gara-gara dia, aku berbohong pada paman. Pake alasan mertua sakit segala. Paman sebenarnya memaksa untuk menginap di rumahnya, tapi aku rasa kini bukan saat yang tepat. Aku takut paman melihat rona kesedihan di wajahku. Jika terus-terusan dekat dengan paman dan bibi, aku takut rahasia ku bisa bocor.Aku tak mau mereka ikutan sedih dengan apa yang sedang menimpaku. Handphone ku kembali berdering, mas