Pria itu terus menatap lekat padanya, membuat Juan merasa risih.
" Kenapa? tuan menatapku seperti itu? "
Pria itu diam sesaat, " ulurkan tangan mu," pinta pria itu.
Juan mengerutkan dahinya seraya bertanya curiga, menyembuyikan tangannya, " untuk apa? "
'ck' pria itu berdecak, " ulurkan saja, kamu tenang saja aku tak akan melukaimu, aku berjanji atas nama ibuku. "
" Siapa nama ibu anda? " tanya nya polos.
Pria itu menjadi kesal, mendengar pertanyaan dari Juan. " Berikan, atau aku akan menariknya secara paksa. " pria itu berkata.
Walau sedikit ragu, akhirnya Juan mengulurkan tangan nya pada pria itu dengan enggan, kesal. Pria itu menarik tangannya secara kasar, jari jemarinya yang lentik, dia letakkan di atas urat nadi tangan Juan. Matanya terpejam, mencoba mencari sesuatu pada tubuh Juan, detik berikutnya matanya terbuka.
" Kenapa? " tanya Juan penasaran.
" sepertinya kau telah diracuni, " kata pria itu dengan wajah yang serius.
Juan terlonjak kaget, "Benarkah? tapi bagaimana bisa?, Tak mungkin ibuku meracuniku,"
" Bukan kamu melainkan ibumu yang telah diracuni, sepertinya orang itu sengaja memberikan racun itu pada ibumu saat tengah mengandung ibumu, pantas saja kamu tak memiliki inti spiritual, "
Juan tercengang, " ibunda? " gumamnya, kedua tangannya mengepal, sedangkan pria itu terus memainkan dagunya seraya berpikir.
" Bagian yang tak aku mengerti adalah bagaimana bisa racun yang sudah lama hilang ratusan tahun yang lalu bisa muncul kembali pada masa ini,?" ungkapnya. Pria itu beralih memainkan rambutnya seraya berjalan mondar-mandir.
" Apa tuan bisa menyembuhkan ku? "
Pria itu berhenti, menoleh kearah Juan seraya menyunggingkan senyumnya, " ekhemm, " pria itu berdeham. " Entah lah, " jedanya, curi-curi pandang ke arah Juan. " Namun aku memiliki satu metode yang bisa mengeluarkan bahkan membersihkan seluruh racun yang ada dalam tubuhmu, tapi. . ."
" Tapi apa? "
Pria itu melambaikan tangannya seraya memainkan kipas yang berada ditanganya, " sudah lah lupakan saja, "
Juan berlutut seraya memohon, menangkupkan kedua tangan. " saya mohon tuan, tolong sembuhkan saya. "
Pria itu mendesah. " Bocah kecil, aku bukan nya tak mau menyembuhkanmu, hanya saja metode ini sangat menyiksa bahkan bisa membunuhmu, apa kau mau mati? "
" Tentu saja aku tidak mau mati, tapi jika ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa sembuh, saya siap menahan rasa sakitnya
, meskipun rasa sakitnya seperti dihujani ribuan pisau tajam sekalipun saya siap, "
Pria itu tertegun mendengar penuturan Juan yang dipenuhi tekad yang kuat.
" Bagaimana jika tubuhmu tak kuat untuk menahannya? "
" Saya yakin saya bisa melewatinya, " ujarnya, matanya menatap tajam pada pria itu, menandakan bahwa dia bersungguh-sungguh ingin menjalani pengobatan itu.
Pria itu mendesah pasrah. " Baiklah, jika itu mau mu tapi jangan salahkan aku jika kamu mati, "
" Tentu, " kata Juan mantap.
Pria itu menyerah dan menuruti permintaan Juan, mereka duduk sila saling berhadapan.
" kosongkan pikiran mu dan fokuslah pada inti spiritual mu, aku ingatkan lagi padamu, kamu harus menahannya sampai akhir, jika tidak seluruh tubuhmu akan hancur dan mati. "
Juan mengangguk mantap, perlahan menutup matanya, mengosongkan pikirannya seperti yang dikatakan oleh pria itu.
Perlahan tubuhnya mulai merasakan nyeri yang mulai menjalar pada tangannya lalu kepundaknya, beegitu seterusnya hingga ke seluruh tubuhnya, keringat membasahi seluruh tubuhnya. 'tring' seutas benang mas melintas di hadapannya. Benang mas itu perlahan mulai bermunculan hingga membentuk sebuah bola inti spiritual.
' uhuk, ' Juan memuntahkan darah hitam pekat dari dalam mulutnya membuatnya tercengang melihat darah yang begitu hitam pekat yang baru saja keluar dari dalam tubuhnya, kini Juan merasa tubuhnya lebih ringan dari sebelumnya, bahkan menjadi lebih bertenaga.
'Plok plok plok,' pria itu bertepuk tangan dengan senyuman yang tercetak jelas di wajahnya, "Selamat, kamu berhasil melaluinya. Aku tak menyangka kamu bisa melewatinya. Bagus sangat bagus, "
Juan tersenyum bahagia, tubuhnya membungkuk memberi hormat. " Terima kasih atas ucapan dan bantuan dari tuan, saya sungguh berterima kasih, tapi aku belum mengetahui siapa gerangan nama tuan, bolehkah saya mengetahuinya? "
Pria itu tergelak, " Haruskah aku mengenalkan diri? " ucapnya sombong. Bangun seraya memainkan kipasnya, Juan hanya terdiam memperhatikan dan menunggu pria itu berbicara.
" hmm baiklah akan keberitahu namaku, tapi kau tak boleh kaget atau pun pingsan lagi "
Juan mengangguk.
" Aku adalah Gentala Taksaka."
" Bwahahahahaha, "tanpa sadar Juan tertawa dengan keras begitu Pria itu memberi tahu namanya, tangannya mengusap air matanya yang keluar. " Tuan tolong jangan bercanda, Gentala Taksaka!, bukan kah dia makhluk mitologi yang hilang ribuan tahun yang lalu? bagaimana bisa tuan mengakui bahwa tuan adalah dia? tuan bercanda mu sung-guh...anda serius!!!" pekiknya.
Gentala menatap Juan dingin. "Apa aku terlihat bercanda?,"
Mulut Juan ternganga, "Ja-jadi a-anda adalah so-sosok na-naga tadi," ucapnya gugup.
Gentala menganggukan kepala.
" Maafkan atas kelancangan saya Tuan," sesalnya,berlutut didepannya, " hanya saja saya tak percaya, bagaimana bisa anda bisa berada di zaman ini? dari yang saya baca bukan kah anda menghilang bersama tuan anda Nayaka Gantari ratusan tahun yang lalu? lalu dimanakah tuan Nayaka Gantari berada? "
Gentala terdiam, mencoba mengingat wajah tuannya. Namun sayangnya dia lupa bagaimana rupa dan sosok dari tuannya itu. Seakan-akan ingatannya sengaja di hapus oleh seseorang, tapi anehnya merasa akrab dengan sosok Juan, membuatnya berpikir, mungkinkah dia adalah reinkarnasi dari Nayaka Gantari? tak mungkin bocah lemah ini adalah reinkarnasinya, meski lupa dengan rupa dan sosoknya, namun Gentala ingat, tuannya begitu kuat tak bisa di bandingkan dengan siapa pun.
" Sejujurnya aku pun tak tahu bagaimana bisa aku tersegel dalam buku itu? yang aku ingat hanyalah segel itu sudah di buka oleh darahmu, jadi aku tak ingat dimana Nayaka Gantari berada." terangnya.
Juan tertegun sesaat, " darahku? kapan itu terjadi? " katanya bingung.
" Itu terjadi saat bocah gendut itu melukai tangan mu lalu darah mu tak sengaja menetes yang secara otomatis membuka segel itu, " terangnya, " sepertinya pertemuan kita adalah sebuah takdir ... Hey bocah sebagai balasbudi mu padaku, bantulah aku untuk mencari tahu kebenarannya. "
" Tentu saja, "
" Tapi sebelum itu ada beberapa syarat yang harus kau penuhi, "
" Apa itu? "
" Pertama beri tahu aku dulu tentangmu,"
Juan menangkupkan kedua tangannya seraya berlututb di depan Gentala. " Maafkan saya yang tidak sopan ini hingga lupa untuk memperkenalkan diri. Nama saya adalah Juan Purwadi dan ibu saya adalah Dewi Ayu, saya tinggal di desa Rinjing, umur saya 14 tahun dan saya seorang piatu, "
Gentala tersenyum," Bagus, bagus, aku menyukai sikapmu ini, " katanya, memainkan kipas.
" Lalu apa untuk syarat yang kedua? "
Gentala diam, berjalan mondar mandir ,tangan nya memainkan kipas ditangannya, ekspresi wajahnya menggambarkan seakan memikirkan sesuatu, Juan hanya bisa memandanginya seraya menunggu jawaban.
Langkah nya terhenti seraya menatap Juan lekat.
"Syarat yang kedua adalah.....
" Anda yakin guru? "tanyanya. " Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus terjebak dalam buku itu,"ungkap Gentala. Juan terdiam sesaat " Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? "tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya?" sambungnya. Gentala yang berada didalam dimensi lain mendengus frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? " jedanya, apa ibumu tak pernah mengajari mu cara berbohong?! " bentaknya. Beberapa jam sebelumnya. " Maafkan saya yang tidak sopan ini hingga diri ini lupa untuk memperkenalkan. Nama saya adalah Juan Purwadi dan ibu saya adalah Dewi Ayu, umur saya empat belas tahun, dan saya seorang piatu, " " Bagus, bagus sangat bagus, aku menyuka
Juan menatap penuh benci kearah mereka, kedua tanganya mengepal kuat, kedua matanya melotot. " Mengapa kau begitu jahat pada kami? apa salah kami? bukankah urusan kita sudah selesai, mengapa kamu masih melecehkan kami? jangan kira aku tak berani hanya karena paman Ranu tak ada disini! " " Kau ...tidak sopan, apa ibumu tak mengajari sopan santun! " Pekiknya. Juan terkekeh " Sopan santun? " menatapnya remeh, " siapa disini yang sebenarnya yang tak memiliki sopan santun? Aku atau kau yang sedang melecehkan seorang janda? pantas saja suamimu tak menginginkan dirimu yang memiliki tempramental yang begitu buruk. " Gigi Bratawati bergemertak mendengar penghinaan yang di lontarkan dari mulut Juan, kedua tangan nya mengepal kuat, lupakan tentang Ranu, hari ini dirinya akan menggali kuburan untuk mereka berdua dan mengubur keduanya sekaligus. "Kau dasar bocah b
" Kalian tak apa-apa? "tanya Ranu Dewi Ayu menggelengkan kepalanya kedua tangannya memeluk putranya erat. Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati. "Bukan kah aku pernah memperingatkan mu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " menatapnya dingin. " Ta-tapi tuan. . ' sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka padda wajah cantik Bratawati. " Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka berdua, ada atau tidak ada aku , akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI!" Tubuh Bratawati bergetar setelah mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi men
Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu. Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala. Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri. Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa
Langkah nya terhenti, kedua bola matanya terbeliak ketika melihat murid nya. Juan yang tadinya tak sadarkan diri akibat serangan yang di terima oleh rubah itu tiba-tiba terbangun dengan kedua bola mata yang sudah memutih. Gentala bahkan bisa merasakan aura yang kuat dari tubuh muridnya. Di depan matanya, Juan, muridnya mulai menyerang rubah berekor sembilan itu dengan bringas tanpa menggunakan senjata apa pun. Gentala hanya bisa berdiam berdiri seraya menatap muridnya dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tibanya kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa, kemudian muncul beberapa kenangan yang melintas dalam benaknya. Seketika tubuhnya ambruk ke atas tanah, seluruh tubuhnya gemetar, kedua bola matanya mengeluarkan air mata tanpa sebab, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia lihat dan di rasakannya. Meski hanya sepintas, namun ia bisa melihat de
Beberapa hari setelah luka Juan dan Rengganis sembuh,mereka bertiga memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk menuju kota yang akan mereka tuju yaitu kota Gedugan. Selama masa penyembuhan, Juan dan Rengganis semakin akrab setiap harinya, namun berbeda dengan Gentala yang semakin tak akur dengan Rengganis. Meski awalnya Juan, merasa takut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, membuat Juan mulai menerima keberadaanya, dan menamainya dengan nama Widura, yang sesuai dengan bulunya yang seindah batu permata. Widura yang senang telah di akui oleh tuannya membuatnya semakin manja dan menempeli kemana pun tuannya pergi, terkadang ia akan melingkarkan tubuhnya pada leher tuannya Rengganis yang melihat rubah itu semakin manja pada Juan, membuatnya merasa kesal, terkadang dirinya selalu berpikir untuk mengubahnya menjadi sup rubah, namun itu hanyalah angan-a
Juan masih membawa gadis itu berlari. Namun langkahnya terhenti oleh dua pria, mereka memakai pakaian pengawal dan mereka adalah salah satu orang yang Juan tendang tadi" Mau kemana kalian?," Ucap salah satu pria.Juan meneguk salivanya, tangannya mencengkram kuat tangan gadis itu. ia berbalik namun mereka sudah memblokir jalan keluar." Tuan muda, sepertinya kamu baru menginjakkan kaki di kota ini,"" . . . "" Akan ku beri saran, kita tak saling kenal jadi aku sarankan untuk tidak ikut campur urusan orang lain . . . lebih baik kamu berikan gadis itu pada ku ,"Tangan gadis itu berbalik mencengkram kuat tangan Juan." Tidak akan!"" Tuan muda kamu tahu sedang berurusan dengan siapa? "" . . . ,"" Aku adalah Bismo ,putra dari seorang gubernur daerah ini "Juan menyunggingkan senyumnya" Lantas kenapa? "" Hahaha , apa kamu berani MELAWAN KU?!!"" . . . "" Ku beri kamu
' Hoek ' Juan memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Monster itu terus menyerangnya dengan membabi buta, bahkan Juan tak memiliki kesempatan untuk membalas serangannya.Setiap kali tubuhnya terpental jauh dari arena membuat penonton heboh dan ricuh. Semua orang bahagia melihatnya yang sudah babak belur." Bunuh ! Bunuh ! Bunuh ! "" Suasana semakin memanas saudara-saudara, apakah bocah itu bisa selamat dari sini? Atau arena ini akan menjadi kuburannya sendiri. Kita tidak tahu, takdir apa yang menunggunya di depan? Jadi jangan beranjak dari kursi anda ," seru pembawa Acara.Juan mengabaikan sorak sorai penonton, ia harus cepat berfikir bagaimana caranya melawan kecepatan dan kekuatan monster itu. Jika dia kalah maka Widura dan Gurunya akan jatuh ke tangan Bismo, dan ia tak menginginkan hal itu terjadi. Maka semua usaha yang ia lakukan akan terbuang percuma padahal ia hanya ingin bisa