Share

03

" Anda yakin guru? "tanyanya.

" Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus  terjebak dalam buku itu,"ungkap Gentala.

Juan terdiam sesaat " Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? "tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya? " sambungnya.

Gentala yang berada didalam dimensi lain  mendengus frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? " jedanya, apa ibumu  tak pernah mengajari mu cara berbohong?! " bentaknya.

 Beberapa jam sebelumnya.

" Maafkan saya yang tidak sopan ini hingga diri ini lupa untuk memperkenalkan. Nama saya adalah Juan Purwadi dan ibu saya adalah Dewi Ayu, umur saya empat belas tahun, dan saya seorang piatu, "

" Bagus, bagus sangat bagus, aku menyukai sikapmu ini. " 

" Lalu apa syarat yang  kedua? " 

Gentala bangun, tangan kanannya memaikan  kipas, berjalan mondar mandir seraya berpikir sejenak." Syarat yang kedua adalah bersujud lah tiga kali dihadapan ku dan panggil aku Guru, "

Tanpa pikir panjang Juan langsung bersujud tiga kali dihadapannya, " murid ini memberi hormat pada guru," ucapnya dengan suara lantang.

 Gentala terkekeh merasa  bahagia sekaligus takjub melihat sikapnya yang tegas, sigap, namun apa adanya.

" Bagus, sangat bagus aku sangat menyukai sikap mu bocah, " pujinya, " selanjutnya aku perlu menyembunyikan jati diriku " katanya, kembali berjalan mondar mandir.

" Mengapa Guru harus  menyembunyikan diri? "

Langkanya terhenti, lalu menatapnya kesal, " sepertinya hal pertama yang harus aku ajari padamu adalah cara menghilangkan kebodohanmu. " berjalan menghampiri Juan, " apa kau tak memperhatikan wajah Gurumu  ini? "ucapnya seraya mendekatkan wajahnya pada Juan.

 Juan pun memperhatikan wajah gurunya, tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, " memangnya ada apa dengan wajah guru? "

Gentala berdecak kesal, " coba kamu perhatikan dengan benar. " Juan kembali mendekatkan wajahnya, " kamu lihat, pahatan wajah yang  sempurna yang dibuatkan Dewa untuk ku ini, bagaimana  bisa aku keluar dengan wajah yang sesempurna ini? aku tak ingin menjadi rebutan para gadis dan membuat semua pria iri denganku,"

 Juan mengangguk kan kepala. menyadari bahwa memang gurunya memiliki paras yang tampan di atas rata-rata, " ah guru benar, dengan wajah seperti ini pasti akan menjadi  keributan, lantas apa yang harus kita lakukan? "

Gentala  menjauhkan tubuhnya seraya kembali berpikir dan memainkan kipasnya. " Apa kau menyukai perhiasan? "

Juan memegang dagunya berpikir. " Aku tak terlalu menyukainya tapi aku juga tidak membencinya juga, kenapa guru tiba-tiba menanyakan hal ini? "

" Artinya kamu  tak keberatan, " katanya, Juan mengerutkan dahi, tak mengerti. " Tutup matamu sekarang, " pinta  Gentala.

Meski  tak mengerti apa yang gurunya inginkan, Juan pun  menutup kedua matanya mengikuti permintaan gurunya.

" Buka mata mu sekarang! " pintanya lagi.

Juan perlahan membuka matanya dan tak mendapati siapapun dihadapannya, membuatnya  bingung sekaligus panik.

" Guru! guru dimana? "serunya. Berjalan mengitari sekitar hutan ,namun tak menemukan sosok Gurunya, kembali memanggil Gurunya. "Guru!! kamu dimana? " Teriaknya

" Berhenti lah berteriak, apa kamu ingin membuat telinga Gurumu ini  sakit,"

Juan tertegun mendengar suara Gurunya namun  tak menemukan sosoknya,

 " Apa kamu ingin telinga  Gurumu  ini menjadi tuli ?!

Juan kembali  mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan sosoknya, namun sia-sia.

" Berhenti mencari seperti orang bodoh, dasar murid bodoh, "celanya. " Guru mu ini berada di lehermu, dasar murid bodoh".

Setelah mendengar ucapan dari Gurunya, Juan pun melihat kebawah, matanya terbeliak mendapati sebuah kalung giok berwarna abu-abu menggantung dilehernya. " O,bagaimana guru bisa berada disini? " tanyanya penasaran, sorot matanya bersinar, tangannya terus memainkkan kalung itu, menatapnya takjub.

" Guru bagaimana kamu melakukannya? apa aku juga bisa melakukannya? tolong ajari aku. "

" Berhentilah mengoceh, suara mu  membuat telinga Gurumu semakin sakit "

Juan menghela nafas " baiklah, tapi Guru, apa anda yakin? "tanyanya

" Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus  terjebak dalam buku itu,"

" Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? " tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya? " sambungnya.

Gentala yang berada dalam kalung menghela nafas frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? apa ibumu tak pernah mengajarimu cara untuk berbohong?! "

" Tentu saja tidak, ibunda adalah orang yang sangat baik, tak mungkin baginya untuk mengajari anaknya untuk berbohong, bahkan ibunda bilang kalau berbohong itu adalah sebuah dosa yang tak akan di maafkan oleh Dewa. " Timpalnya

Gentala terdiam sesaat. " Sudahlah lupakan saja tak ada gunanya aku  berdebat dengan murid bodoh sepertimu. "

"Maaf kan mu-ridmu...."

"Aaaaahhhhhh" terdengar suara jeritan dari seorang wanita. Juan tercengang menyadari bahwa itu adalah suara milik ibunya, Dewi Ayu. Jantungnya berdegup kencang, hatinya menjadi resah dan gelisah, matanya terbeliak, mengingat bahwa paman nya Ranu tengah melakukan perjalan bisnis, Juan pun bergegas pergi menghampiri ibunya, takut terjadi sesuatu yang tak di inginkannya.

Juan tertegun sesaat, ketika merasakan bahwa tubuhnya lebih ringan dan menjadi lebih bertenaga dari sebelumnya, bahkan dia bisa sampai kekediamannya hanya dalam hitungan detik saja.

Sesampainya disana, mata Juan terbeliak melihat  tubuh sang ibu yang  sudah terbaring di atas tanah, rambutnya kusut, pakaian yang dikenakan nya kotor, serta ada luka di siku tangannya, berlari menghampiri Dewi Ayu. " Ibunda! " teriaknya.

" Juan? "

" Ibunda, tanganmu berdarah."

Dewi Ayu melirik sikunya yang mengeluarkan banyak darah. 

" Apa yang kamu lakukan pada ibuku?! " teriaknya, kedua tangannya mengepal kuat, kedua matanya melotot seraya menatap tajam ke arah Bratawati beserta ke empat pengawalnya yang berada di balik punggungnya. "

Bratawati mendengus. " Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan pada anak ku yang manis?  kamu tahu? sekarang tubuhnya terbaling lemas. Aku sebagai ibunya tentu datang untuk membalas dendam kepadamu ? "

" Dasar tak tahu malu. "

 Dewi Ayu memeluk tubuhnya seraya  berusaha menenangkannya." Juan, tolong berhentilah. " pinta Dewi Ayu, " kamu lihat, tangan ibunda hanya sedikit tergores, jadi ibunda mohon tolong berhentilah. "

" APA KAMU BILANG?! "

" AKU BILANG, DASAR TAK TAHU MALU. "

" KAU,BERANINYA KAU !! "

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jaskris Matunggu
awal penulisan berulang ulang,tumpukn perhatian ketika menulis,dari 01 amoi 03 terus itu2 juga apa masalah nya??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status