" Anda yakin guru? "tanyanya.
" Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus terjebak dalam buku itu,"ungkap Gentala.
Juan terdiam sesaat " Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? "tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya? " sambungnya.
Gentala yang berada didalam dimensi lain mendengus frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? " jedanya, apa ibumu tak pernah mengajari mu cara berbohong?! " bentaknya.
Beberapa jam sebelumnya.
" Maafkan saya yang tidak sopan ini hingga diri ini lupa untuk memperkenalkan. Nama saya adalah Juan Purwadi dan ibu saya adalah Dewi Ayu, umur saya empat belas tahun, dan saya seorang piatu, "
" Bagus, bagus sangat bagus, aku menyukai sikapmu ini. "
" Lalu apa syarat yang kedua? "
Gentala bangun, tangan kanannya memaikan kipas, berjalan mondar mandir seraya berpikir sejenak." Syarat yang kedua adalah bersujud lah tiga kali dihadapan ku dan panggil aku Guru, "
Tanpa pikir panjang Juan langsung bersujud tiga kali dihadapannya, " murid ini memberi hormat pada guru," ucapnya dengan suara lantang.
Gentala terkekeh merasa bahagia sekaligus takjub melihat sikapnya yang tegas, sigap, namun apa adanya.
" Bagus, sangat bagus aku sangat menyukai sikap mu bocah, " pujinya, " selanjutnya aku perlu menyembunyikan jati diriku " katanya, kembali berjalan mondar mandir.
" Mengapa Guru harus menyembunyikan diri? "
Langkanya terhenti, lalu menatapnya kesal, " sepertinya hal pertama yang harus aku ajari padamu adalah cara menghilangkan kebodohanmu. " berjalan menghampiri Juan, " apa kau tak memperhatikan wajah Gurumu ini? "ucapnya seraya mendekatkan wajahnya pada Juan.
Juan pun memperhatikan wajah gurunya, tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, " memangnya ada apa dengan wajah guru? "
Gentala berdecak kesal, " coba kamu perhatikan dengan benar. " Juan kembali mendekatkan wajahnya, " kamu lihat, pahatan wajah yang sempurna yang dibuatkan Dewa untuk ku ini, bagaimana bisa aku keluar dengan wajah yang sesempurna ini? aku tak ingin menjadi rebutan para gadis dan membuat semua pria iri denganku,"
Juan mengangguk kan kepala. menyadari bahwa memang gurunya memiliki paras yang tampan di atas rata-rata, " ah guru benar, dengan wajah seperti ini pasti akan menjadi keributan, lantas apa yang harus kita lakukan? "
Gentala menjauhkan tubuhnya seraya kembali berpikir dan memainkan kipasnya. " Apa kau menyukai perhiasan? "
Juan memegang dagunya berpikir. " Aku tak terlalu menyukainya tapi aku juga tidak membencinya juga, kenapa guru tiba-tiba menanyakan hal ini? "
" Artinya kamu tak keberatan, " katanya, Juan mengerutkan dahi, tak mengerti. " Tutup matamu sekarang, " pinta Gentala.
Meski tak mengerti apa yang gurunya inginkan, Juan pun menutup kedua matanya mengikuti permintaan gurunya.
" Buka mata mu sekarang! " pintanya lagi.
Juan perlahan membuka matanya dan tak mendapati siapapun dihadapannya, membuatnya bingung sekaligus panik.
" Guru! guru dimana? "serunya. Berjalan mengitari sekitar hutan ,namun tak menemukan sosok Gurunya, kembali memanggil Gurunya. "Guru!! kamu dimana? " Teriaknya
" Berhenti lah berteriak, apa kamu ingin membuat telinga Gurumu ini sakit,"
Juan tertegun mendengar suara Gurunya namun tak menemukan sosoknya,
" Apa kamu ingin telinga Gurumu ini menjadi tuli ?!
Juan kembali mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan sosoknya, namun sia-sia.
" Berhenti mencari seperti orang bodoh, dasar murid bodoh, "celanya. " Guru mu ini berada di lehermu, dasar murid bodoh".
Setelah mendengar ucapan dari Gurunya, Juan pun melihat kebawah, matanya terbeliak mendapati sebuah kalung giok berwarna abu-abu menggantung dilehernya. " O,bagaimana guru bisa berada disini? " tanyanya penasaran, sorot matanya bersinar, tangannya terus memainkkan kalung itu, menatapnya takjub.
" Guru bagaimana kamu melakukannya? apa aku juga bisa melakukannya? tolong ajari aku. "
" Berhentilah mengoceh, suara mu membuat telinga Gurumu semakin sakit "
Juan menghela nafas " baiklah, tapi Guru, apa anda yakin? "tanyanya
" Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus terjebak dalam buku itu,"
" Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? " tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya? " sambungnya.
Gentala yang berada dalam kalung menghela nafas frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? apa ibumu tak pernah mengajarimu cara untuk berbohong?! "
" Tentu saja tidak, ibunda adalah orang yang sangat baik, tak mungkin baginya untuk mengajari anaknya untuk berbohong, bahkan ibunda bilang kalau berbohong itu adalah sebuah dosa yang tak akan di maafkan oleh Dewa. " Timpalnya
Gentala terdiam sesaat. " Sudahlah lupakan saja tak ada gunanya aku berdebat dengan murid bodoh sepertimu. "
"Maaf kan mu-ridmu...."
"Aaaaahhhhhh" terdengar suara jeritan dari seorang wanita. Juan tercengang menyadari bahwa itu adalah suara milik ibunya, Dewi Ayu. Jantungnya berdegup kencang, hatinya menjadi resah dan gelisah, matanya terbeliak, mengingat bahwa paman nya Ranu tengah melakukan perjalan bisnis, Juan pun bergegas pergi menghampiri ibunya, takut terjadi sesuatu yang tak di inginkannya.
Juan tertegun sesaat, ketika merasakan bahwa tubuhnya lebih ringan dan menjadi lebih bertenaga dari sebelumnya, bahkan dia bisa sampai kekediamannya hanya dalam hitungan detik saja.
Sesampainya disana, mata Juan terbeliak melihat tubuh sang ibu yang sudah terbaring di atas tanah, rambutnya kusut, pakaian yang dikenakan nya kotor, serta ada luka di siku tangannya, berlari menghampiri Dewi Ayu. " Ibunda! " teriaknya.
" Juan? "
" Ibunda, tanganmu berdarah."
Dewi Ayu melirik sikunya yang mengeluarkan banyak darah.
" Apa yang kamu lakukan pada ibuku?! " teriaknya, kedua tangannya mengepal kuat, kedua matanya melotot seraya menatap tajam ke arah Bratawati beserta ke empat pengawalnya yang berada di balik punggungnya. "
Bratawati mendengus. " Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan pada anak ku yang manis? kamu tahu? sekarang tubuhnya terbaling lemas. Aku sebagai ibunya tentu datang untuk membalas dendam kepadamu ? "
" Dasar tak tahu malu. "
Dewi Ayu memeluk tubuhnya seraya berusaha menenangkannya." Juan, tolong berhentilah. " pinta Dewi Ayu, " kamu lihat, tangan ibunda hanya sedikit tergores, jadi ibunda mohon tolong berhentilah. "
" APA KAMU BILANG?! "
" AKU BILANG, DASAR TAK TAHU MALU. "
" KAU,BERANINYA KAU !! "
Juan menatap penuh benci kearah mereka, kedua tanganya mengepal kuat, kedua matanya melotot. " Mengapa kau begitu jahat pada kami? apa salah kami? bukankah urusan kita sudah selesai, mengapa kamu masih melecehkan kami? jangan kira aku tak berani hanya karena paman Ranu tak ada disini! " " Kau ...tidak sopan, apa ibumu tak mengajari sopan santun! " Pekiknya. Juan terkekeh " Sopan santun? " menatapnya remeh, " siapa disini yang sebenarnya yang tak memiliki sopan santun? Aku atau kau yang sedang melecehkan seorang janda? pantas saja suamimu tak menginginkan dirimu yang memiliki tempramental yang begitu buruk. " Gigi Bratawati bergemertak mendengar penghinaan yang di lontarkan dari mulut Juan, kedua tangan nya mengepal kuat, lupakan tentang Ranu, hari ini dirinya akan menggali kuburan untuk mereka berdua dan mengubur keduanya sekaligus. "Kau dasar bocah b
" Kalian tak apa-apa? "tanya Ranu Dewi Ayu menggelengkan kepalanya kedua tangannya memeluk putranya erat. Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati. "Bukan kah aku pernah memperingatkan mu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " menatapnya dingin. " Ta-tapi tuan. . ' sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka padda wajah cantik Bratawati. " Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka berdua, ada atau tidak ada aku , akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI!" Tubuh Bratawati bergetar setelah mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi men
Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu. Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala. Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri. Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa
Langkah nya terhenti, kedua bola matanya terbeliak ketika melihat murid nya. Juan yang tadinya tak sadarkan diri akibat serangan yang di terima oleh rubah itu tiba-tiba terbangun dengan kedua bola mata yang sudah memutih. Gentala bahkan bisa merasakan aura yang kuat dari tubuh muridnya. Di depan matanya, Juan, muridnya mulai menyerang rubah berekor sembilan itu dengan bringas tanpa menggunakan senjata apa pun. Gentala hanya bisa berdiam berdiri seraya menatap muridnya dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tibanya kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa, kemudian muncul beberapa kenangan yang melintas dalam benaknya. Seketika tubuhnya ambruk ke atas tanah, seluruh tubuhnya gemetar, kedua bola matanya mengeluarkan air mata tanpa sebab, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia lihat dan di rasakannya. Meski hanya sepintas, namun ia bisa melihat de
Beberapa hari setelah luka Juan dan Rengganis sembuh,mereka bertiga memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk menuju kota yang akan mereka tuju yaitu kota Gedugan. Selama masa penyembuhan, Juan dan Rengganis semakin akrab setiap harinya, namun berbeda dengan Gentala yang semakin tak akur dengan Rengganis. Meski awalnya Juan, merasa takut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, membuat Juan mulai menerima keberadaanya, dan menamainya dengan nama Widura, yang sesuai dengan bulunya yang seindah batu permata. Widura yang senang telah di akui oleh tuannya membuatnya semakin manja dan menempeli kemana pun tuannya pergi, terkadang ia akan melingkarkan tubuhnya pada leher tuannya Rengganis yang melihat rubah itu semakin manja pada Juan, membuatnya merasa kesal, terkadang dirinya selalu berpikir untuk mengubahnya menjadi sup rubah, namun itu hanyalah angan-a
Juan masih membawa gadis itu berlari. Namun langkahnya terhenti oleh dua pria, mereka memakai pakaian pengawal dan mereka adalah salah satu orang yang Juan tendang tadi" Mau kemana kalian?," Ucap salah satu pria.Juan meneguk salivanya, tangannya mencengkram kuat tangan gadis itu. ia berbalik namun mereka sudah memblokir jalan keluar." Tuan muda, sepertinya kamu baru menginjakkan kaki di kota ini,"" . . . "" Akan ku beri saran, kita tak saling kenal jadi aku sarankan untuk tidak ikut campur urusan orang lain . . . lebih baik kamu berikan gadis itu pada ku ,"Tangan gadis itu berbalik mencengkram kuat tangan Juan." Tidak akan!"" Tuan muda kamu tahu sedang berurusan dengan siapa? "" . . . ,"" Aku adalah Bismo ,putra dari seorang gubernur daerah ini "Juan menyunggingkan senyumnya" Lantas kenapa? "" Hahaha , apa kamu berani MELAWAN KU?!!"" . . . "" Ku beri kamu
' Hoek ' Juan memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Monster itu terus menyerangnya dengan membabi buta, bahkan Juan tak memiliki kesempatan untuk membalas serangannya.Setiap kali tubuhnya terpental jauh dari arena membuat penonton heboh dan ricuh. Semua orang bahagia melihatnya yang sudah babak belur." Bunuh ! Bunuh ! Bunuh ! "" Suasana semakin memanas saudara-saudara, apakah bocah itu bisa selamat dari sini? Atau arena ini akan menjadi kuburannya sendiri. Kita tidak tahu, takdir apa yang menunggunya di depan? Jadi jangan beranjak dari kursi anda ," seru pembawa Acara.Juan mengabaikan sorak sorai penonton, ia harus cepat berfikir bagaimana caranya melawan kecepatan dan kekuatan monster itu. Jika dia kalah maka Widura dan Gurunya akan jatuh ke tangan Bismo, dan ia tak menginginkan hal itu terjadi. Maka semua usaha yang ia lakukan akan terbuang percuma padahal ia hanya ingin bisa
Sudah seluruh kota Rengganis telusuri namun ia masih belum bisa menemukan keberadaan Juan dan gurunya. Ia berdecak kesal karena sudah seharian mencari namun tak mendapatkan hasil. Secara kebetulan ia berhenti di depan sebuah restoran." Pelayan ! " Seru Rengganis.Seorang pria bertubuh kecil menghampirinya." Iya, mau pesan apa Nona?,"" Aku pesan semua makanan yang terbaik yang ada di restoran ini ,"Senyum Pria itu sumringah mendapat pesanan dengan jumlah yang banyak apalagi dari seorang gadis yang cantik. Pria itu bergegas ke dapur mengambil pesanan Rengganis.Rengganis hanya terdiam sembari menunggu pesanan nya, namun, tiba-tiba pria yang berada tak jauh dari mejanya sedang menyebarkan sebuah gosip, meski tak tertarik dengan gosip, namun ia terpaksa mendengarkan nya karena jaraknya yang dekat serta