Juan menatap penuh benci kearah mereka, kedua tanganya mengepal kuat, kedua matanya melotot. " Mengapa kau begitu jahat pada kami? apa salah kami? bukankah urusan kita sudah selesai, mengapa kamu masih melecehkan kami? jangan kira aku tak berani hanya karena paman Ranu tak ada disini! "
" Kau ...tidak sopan, apa ibumu tak mengajari sopan santun! " Pekiknya.
Juan terkekeh " Sopan santun? " menatapnya remeh, " siapa disini yang sebenarnya yang tak memiliki sopan santun? Aku atau kau yang sedang melecehkan seorang janda? pantas saja suamimu tak menginginkan dirimu yang memiliki tempramental yang begitu buruk. "
Gigi Bratawati bergemertak mendengar penghinaan yang di lontarkan dari mulut Juan, kedua tangan nya mengepal kuat, lupakan tentang Ranu, hari ini dirinya akan menggali kuburan untuk mereka berdua dan mengubur keduanya sekaligus.
"Kau dasar bocah busuk, " gumamnya, " KALIAN BEREMPAT, PUKUL DIA DAN PATAH KAN KEDUA KAKINYA!," titah Bratawati pada pengawalnya,ke empat pengawalnya mengangguk menuruti perintahnya, mereka berjalan menghampiri Juan dan Dewi Ayu, mereka berempat pun mengeluarkan senjatanya masing-masing.
Tubuh Dewi Ayu gemetar, namun masih sanggup berdiri di depan tubuh putranya seraya merentangkan kedua tangannya, " tak akan kubiarkan kalian menyakiti anakku, bahkan sehelai benang pun tak akan kubiarkan. "
Ke empat pengawal itu menyungingkan senyumnya, mengabaikan perkataan yang keluar dari mulut Dewi ayu, langkahnya mundur satu langkah, Juan tersenyum merasa tersentuh dengan sikap ibunya, menepuk pelan pundak ibunya, " ibunda tenanglah, jangan takut, biar aku yang menghadapi mereka,"
Dewi Ayu menoleh, " tapi Juan. .
Juan melangkah maju dengan penuh rasa percaya diri, menatap remeh ke empat pengawal itu yang ingin menyerangnya, " Ayo maju, jangan kira aku tak berani, melawan kalian berempat. " tantangnya.
Ke empat pengawal itu mengepalkan kedua tanganya, " Kita lihat, sampai mana kamu bisa menyombongkan diri seperti ini, Ayo kita serang dia, dan jangan pernah beri dia ampun. " kata salah satu pengawal.
" Pasang kuda-kuda mu bocah, kita akan buat mereka menyesal karena telah berurusan dengan kita, " ucap Gentala yang berada di dalam kalung Juan.
Juan menggangguk seraya memasang kuda-kuda seperti yang di perintahkan gurunya, jarak antara ke empat pengawal Brawati dengannya hanya tinggal beberapa langkah lagi, membuat Dewi Ayu cemas. " Tidak!!! " Teriaknya, mencoba memblokir serangan yang dilayangkan oleh ke empat pengawal Bratawati, Namun dia begitu kaget, begitu melihat ke empat pengawal yang di kirim Bratawati terhempas jauh lalu tersungkur di atas tanah,yang bahkan ke empatnya belum menyentuh anaknya sedikit pun
Dewi Ayu begitu kaget, dia bahkan merasa kalau apa yang di lihatnya adalah sebuah mimpi belaka, namun rasa perih dari luka yang di dapat membuatnya tersadar, bahwa itu bukanlah mimpi belaka. ' Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan? bukankah Juan tak memilki inti spiritual? "kekuatan? ' batinnya, air matanya tanpa sadar membasahi kedua pipinya.
Kedua mata Bratawati melotot marah, melihat ke empat pengawalnya di kalahkan begitu mudah oleh Juan, kedua tangan nya mengepal kuat, apa yang di katakan sebelumnya oleh putranya ternyata sebuah kebenaran, awalnya dirinya tak mempercayai apa yang di katakan oleh putra nya, namun setelah melihat dengan kepalanya sendiri, membuatnya tersadar bahwa semua itu benar adanya.
" Kemampuan mu tak buruk juga bocah, Gurumu ini sangat kagum padamu, " pujinya
" Terima kasih atas pujian guru, lagi pula semua ini juga berkat bimbingan guru. "
" Kau terlalu memuji ku berlebihan bocah. "
" APA YANG KALIAN LAKUKAN? AKU MEMBAYAR KALIAN MAHAL BUKAN UNTUK TIDUR BERMALAS-MALASAN SEPERTI INI. " berang Bratawati, kakinya menendang ke empat pengawalnya dengan kakinya satu persatu. " CEPAT, BANGUN, ATAU AKAN KU BUNUH KALIAN DENGAN TANGAN KU SENDIRI, " ancamnya, ke empat pengawal itu memaksakan diri untuk bangkit.
Mereka berempat kembali menyerbu Juan, namun kali ini mereka mengenai tubuh Juan akan tetapi mereka merasa aneh sebab serangan yang mereka layangkan tak memberi efek apa pun pada Juan, padahal mereka yakin sudah melukainya, bahkan melukainya sampai mati , namun begitu mengedip, mereka melihat Juan yang masih berdiri kokoh, membuat mereka kebingungan, tak lama kemudian kepala mereka di dera rasa sakit yang luar biasa, badan mereka terasa makin lelah dari sebelumnya, perlahan pandangan mereka mulai buram, mereka berempat lalu jatuh pingsan secara bersamaan.
Bratawati tertegun, begitu pula dengan Juan dan Dewi Ayu, " apa yang terjadi? Mengapa mereka pingsan? "
" Bocah sepertinya kamu belum menyadari kemampuanmu sendiri, "
" Memang nya aku memiliki kemampuan apa? " tanyanya penasaran.
" Sudahlah lupakan saja, suatu hari nanti kamu pasti akan mengerti, "
Juan terdiam, menatap bingung ke empat pengawal yang di kirim Bratawati yang tergeletak begitu saja, sebelumnya mereka hanya menyerang udara, dan bukan dirinya.
Berbeda dengan Bratawati matanya kembali melotot tak terima dengan apa yang dilihatnya, bocah bau itu berhasil mengalahkan pengawal terkuatnya dengan mudah ,tangannya mengepal erat. Diam-diam mengirimkan serangan pada Juan yang tengah lengah. Namun serangan itu berbalik pada tubuhnya dan membuat tubuhnya terpental jauh, wajahnya yang mulut mencium permukaan tanah, hingga meninggalkan jejak di sana.
Belum sembuh dari keterkejutan yang sebelumnya, kini Juan kembali terlonjak kaget, melihat tubuh Bratawati yang sudah tersungkur di atas tanah, tangannya memegang dada dan wajahnya, dahinya mengerut, serta menatap marah ke arah Juan.
" Bukan kah kau tak memiliki inti spiritual? bagai mana bisa kamu mengalahkanku seperti? " runtuk nya, " dasar bocah penipu beraninya kau!! " Ucapnya kesal, tak terima di permalukan seperti ini oleh Juan , dia pun kembali bangkit dan mencoba menghadang Juan, namun angin besar tiba-tiba menerpa tubuhnya, menerbangkannya, hingga tubuhnya mengenai sebuah kandang ayam hingga hancur, para ayam pun berhamburan, ' uhuk ' Bratawati pun memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya.
" Siapa yang berani melecehkan kakak ku dan anaknya? " Selang beberapa waktu terdengar suara bariton dari seorang pria dewasa, dari atas langit muncul seorang pria dewasa berbadan tegap ditangan kanannya membawa sebuah kipas raksasa, sorot matanya menatap dingin kearah Bratawati yang sudah tergeletak tak berdaya di atas tanah, kedua alisnya mengerut, menatap aneh pada ke empat pria dewasa yang sama-sama tergeletak tak sadarkan diri.
" Apa yang sedang terjadi? " tanyanya.
Bratawati gelagapan, tak menyangka akan kehadiran Ranu yang datang secara tiba-tiba.
Ranu mendengus kemudian mengalihkan perhatiannya pada Dewi Ayu dan Juan, seketika tatapannya melembut. " Kalian tak apa-apa? "
Dewi Ayu menganggukkan kepala. Tangannya memeluk putranya erat.
Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati.
" Bukan kah aku pernah memperingatkanmu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " Menatap nya dingin.
" Ta-tapi tuan ..."
'sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka pada wajah cantik Bratawati.
" Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka, ada atau tidak ada aku, akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI! "
Tubuh Bratawati bergetar mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi meninggalkan kediaman Dewi Ayu
" Kalian tak apa-apa? "tanya Ranu Dewi Ayu menggelengkan kepalanya kedua tangannya memeluk putranya erat. Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati. "Bukan kah aku pernah memperingatkan mu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " menatapnya dingin. " Ta-tapi tuan. . ' sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka padda wajah cantik Bratawati. " Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka berdua, ada atau tidak ada aku , akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI!" Tubuh Bratawati bergetar setelah mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi men
Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu. Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala. Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri. Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa
Langkah nya terhenti, kedua bola matanya terbeliak ketika melihat murid nya. Juan yang tadinya tak sadarkan diri akibat serangan yang di terima oleh rubah itu tiba-tiba terbangun dengan kedua bola mata yang sudah memutih. Gentala bahkan bisa merasakan aura yang kuat dari tubuh muridnya. Di depan matanya, Juan, muridnya mulai menyerang rubah berekor sembilan itu dengan bringas tanpa menggunakan senjata apa pun. Gentala hanya bisa berdiam berdiri seraya menatap muridnya dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tibanya kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa, kemudian muncul beberapa kenangan yang melintas dalam benaknya. Seketika tubuhnya ambruk ke atas tanah, seluruh tubuhnya gemetar, kedua bola matanya mengeluarkan air mata tanpa sebab, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia lihat dan di rasakannya. Meski hanya sepintas, namun ia bisa melihat de
Beberapa hari setelah luka Juan dan Rengganis sembuh,mereka bertiga memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk menuju kota yang akan mereka tuju yaitu kota Gedugan. Selama masa penyembuhan, Juan dan Rengganis semakin akrab setiap harinya, namun berbeda dengan Gentala yang semakin tak akur dengan Rengganis. Meski awalnya Juan, merasa takut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, membuat Juan mulai menerima keberadaanya, dan menamainya dengan nama Widura, yang sesuai dengan bulunya yang seindah batu permata. Widura yang senang telah di akui oleh tuannya membuatnya semakin manja dan menempeli kemana pun tuannya pergi, terkadang ia akan melingkarkan tubuhnya pada leher tuannya Rengganis yang melihat rubah itu semakin manja pada Juan, membuatnya merasa kesal, terkadang dirinya selalu berpikir untuk mengubahnya menjadi sup rubah, namun itu hanyalah angan-a
Juan masih membawa gadis itu berlari. Namun langkahnya terhenti oleh dua pria, mereka memakai pakaian pengawal dan mereka adalah salah satu orang yang Juan tendang tadi" Mau kemana kalian?," Ucap salah satu pria.Juan meneguk salivanya, tangannya mencengkram kuat tangan gadis itu. ia berbalik namun mereka sudah memblokir jalan keluar." Tuan muda, sepertinya kamu baru menginjakkan kaki di kota ini,"" . . . "" Akan ku beri saran, kita tak saling kenal jadi aku sarankan untuk tidak ikut campur urusan orang lain . . . lebih baik kamu berikan gadis itu pada ku ,"Tangan gadis itu berbalik mencengkram kuat tangan Juan." Tidak akan!"" Tuan muda kamu tahu sedang berurusan dengan siapa? "" . . . ,"" Aku adalah Bismo ,putra dari seorang gubernur daerah ini "Juan menyunggingkan senyumnya" Lantas kenapa? "" Hahaha , apa kamu berani MELAWAN KU?!!"" . . . "" Ku beri kamu
' Hoek ' Juan memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Monster itu terus menyerangnya dengan membabi buta, bahkan Juan tak memiliki kesempatan untuk membalas serangannya.Setiap kali tubuhnya terpental jauh dari arena membuat penonton heboh dan ricuh. Semua orang bahagia melihatnya yang sudah babak belur." Bunuh ! Bunuh ! Bunuh ! "" Suasana semakin memanas saudara-saudara, apakah bocah itu bisa selamat dari sini? Atau arena ini akan menjadi kuburannya sendiri. Kita tidak tahu, takdir apa yang menunggunya di depan? Jadi jangan beranjak dari kursi anda ," seru pembawa Acara.Juan mengabaikan sorak sorai penonton, ia harus cepat berfikir bagaimana caranya melawan kecepatan dan kekuatan monster itu. Jika dia kalah maka Widura dan Gurunya akan jatuh ke tangan Bismo, dan ia tak menginginkan hal itu terjadi. Maka semua usaha yang ia lakukan akan terbuang percuma padahal ia hanya ingin bisa
Sudah seluruh kota Rengganis telusuri namun ia masih belum bisa menemukan keberadaan Juan dan gurunya. Ia berdecak kesal karena sudah seharian mencari namun tak mendapatkan hasil. Secara kebetulan ia berhenti di depan sebuah restoran." Pelayan ! " Seru Rengganis.Seorang pria bertubuh kecil menghampirinya." Iya, mau pesan apa Nona?,"" Aku pesan semua makanan yang terbaik yang ada di restoran ini ,"Senyum Pria itu sumringah mendapat pesanan dengan jumlah yang banyak apalagi dari seorang gadis yang cantik. Pria itu bergegas ke dapur mengambil pesanan Rengganis.Rengganis hanya terdiam sembari menunggu pesanan nya, namun, tiba-tiba pria yang berada tak jauh dari mejanya sedang menyebarkan sebuah gosip, meski tak tertarik dengan gosip, namun ia terpaksa mendengarkan nya karena jaraknya yang dekat serta
Pria itu memimpin jalan yang akan mereka tuju, mereka kini sudah sampai kesebuah area hutan terlarang, Mengapa hutan itu terlarang?, sejak dulu sudah tersebar sebuah berita bahwa konon hutan itu sudah memakan korban dengan jumlah yang banyak,namun tak ada saksi atau bukti yang kuat tentang kebenaran tersebut, anehnya orang-orang langsung mempercayai rumor tersebut tanpa menyelidiki tentang kebenarannya. " Berapa lagi kita akan sampai?" tanya Rengganis. Pria itu menghentikan langkahnya. " Nona bisakah kita berhenti sejenak?, kita sudah berjalan seharian, kakiku sudah tak kuat untuk berjalan. " " Tak ada waktu untuk kita beristirahat." Pria itu merengek, " Nona aku hanyalah manusia biasa, berbeda dengan mu, " " Baiklah, aku beri waktu satu dupa. " Pria itu mengangguk , tangan kanannya merogo