Share

Part 2. Diusir Mertua

Desma membalikkan badan dan melangkah kedalam rumah. Dari balik daun pintu kamar Astuti terdengar suara memanggil. "Desma..! Sini kamu..!"

"Iya Ma..!" Jawab Desma mendekati daun pintu kamar ibu mertuanya yang sedikit terbuka. "Masuk..!" Terdengar suara perintah dari Astuti.

Desma mendorong pelan daun pintu agar terbuka lebih lebar lalu ia perlahan mendekati Astuti yang nampak sedang asyik menyuruh Bik Sumi menurunkan beberapa pakaian yang dipajang didalam lemari kaca.

Sebuah gaun berwarna krem dengan belah dada rendah sudah berada ditangannya. Dan diatas sebuah meja berwana hitam telah tertumpuk pula beberapa kotak perhiasan. 

"Coba kamu pakai gaun ini..! Ini Mama beli dua minggu yang lalu di Paris. Belum pernah dipakai sama sekali. Sepertinya cocok dengan ukuran badanmu..!" Ujar Astuti sambil menyodorkan gaun itu pada Desma. Sikapnya nampak manis dan tidak seperti biasa.

Desma menerima agak sedikit ragu. Melihat modelnya saja sudah membuat bulu kuduk Desma tegak berdiri. Gaun dengan belahan dada rendah jelas-jelas memamerkan kedua payudaranya. Bagian rok yang juga berbelah sampai ke pangkal paha pasti akan membuat syur mata lelaki yang memandang. Ditambah lagi gaun itu tanpa lengan dan sangat ketat tentu saja seperti memakai busana namun telanjang.

Tapi karena tidak ingin membuat Ibu mertuanya marah, Desma tetap menerima gaun itu dan mencobanya. 

"Nah seperti itu kamu nampak berkelas..!" Seru Astuti nampak senang.ia mengelilingi dan mematut penampilan baru Desma menantunya.

Astuti lalu menyuruh Desma memakai perhiasan mulai dari kalung, gelang dan beberapa cincin yang semuanya terbuat dari logam mulia bermata berlian yang harganya mungkin melebihi harga 10 unit bus kota.

Satu persatu perhiasan itu dipakaikan Bik Sumi ke tubuh Desma. Mulai dari kalung, kemudian gelang dan jam tangan, lalu terakhir sebuah cincin bermata berlian besar yang dipakai dijari telunjuk. Astuti memandang dengan puas. Senyumnya mengembang menghiasi bibirnya yang dilapisi lipstik buatan negara Paris.

Astuti menyuruh Desma bercermin disebuah kaca besar yang ada disudut ruangan itu. Desma menutup matanya lalu beberapa saat kemudian ia membukanya perlahan dan mencoba menyaksikan penampilan barunya dalam pantulan cermin besar itu.

"Ya Allah..!!!" Desma nampak terkejut melihat dirinya didalam cermin. Sepasang buah dadanya yang putih ranum menyembul diantara belahan gaun yang rendah. Pahanya sebelah kanan juga menyembul ketika kakinya melangkah karena bagian bawah kanan gaun itu memang berbelah sampai ke pangkal paha. Sebuah kancing berkilau disematkan disitu untuk mempermanis penampilan si pemakai busana itu.

Desma meraba perhiasan yang bergantungan ditubuhnya. Ia merasa risih memakai itu semua. "Disaat banyak orang menahan lapar, aku tidak pantas memamerkan kemewahan seperti ini." Protes bathin Desma.

"Bagaimana..? Kamu suka..?" Tanya Astuti mendekati Desma yang nampak bengong dihadapan cermin.

"Maa..! Maafkan Desma. Sepertinya Desma tidak cocok dengan busana seperti ini. Busana ini terlalu mengumbar aurat Ma. Apalagi perhiasan ini. Sungguh tidak baik rasanya dipakai sementara masih banyak orang yang menahan lapar diluar sana Ma." Ucap Desma pelan dan berhati-hati agar Ibu mertuanya tidak tersinggung.

Wajah Astuti langsung berubah menjadi merah padam. Sikapnya yang tadi manis kini berubah bengis. Kemarahan jelas terpancar dari pandangan matanya yang menyorot tajam.

"Hei Desma..! Kamu tahu tidak hah...?! Kemana saja kamu melangkah banyak kamera yang menyorot penampilanmu. Wajah dan penampilanmu akan dilihat banyak orang di seluruh Indonesia bahkan dunia. Kamu itu istri pengusaha kaya yang memiliki banyak perusahaan bahkan stasiun televisi. Kamu mau mempermalukan keluarga kami hah..?! Hardik Astuti dengan sangat marah sambil menunjuk wajah menantunya.

"Oke kalau kamu tidak mau memakau gaun ini, siniii... cepat buka..!!" Astuti berteriak marah dan menarik gaun yang dipakai Desma. Desma kemudian menanggalkan gaun itu dan menggantinya dengan pakaian yang ia kenakan semula. Semua perhiasan kini juga sudah teronggok diatas meja hitam.

Bik Sumi bergegas pergi meninggalkan  kamar itu karena ketakutan melihat kemarahan Nyonya besarnya. Suasana semakin tidak kondusif.

Desma menatap lembut wajah Ibu mertuanya yang terbungkus emosi. Perlahan Desma berkata " Ma, sebenarnya manusia itu dihargai bukan karena hartanya Ma. Tapi tergantung bagaimana kita menghargai orang lain. Justru karena keluarga kita selalu tampil diberbagai berita dan acara di televisi, semua mata memandang kita. Orang kaya tentu akan senang melihatnya Ma. Tapi bagaimana dengan orang miskin yang mungkin saja sedang menahan lapar. Mereka akan sedih Ma. Jika memang kita banyak rejeki, apakah tidak lebih baik kita membantu mereka. Atau sekurang-kurangnya kita membatasi diri untuk tidak tampil bermegahan dihadapan orang-orang yang sedang meratapi nasibnya yang kurang beruntung."

Kata-kata Desma bukannya membuat dingin hati Astuti. Wejangan menantunya itu seakan menguliti dirinya.

"Hei...!! Pintar sekali kamu menceramahi aku. Kamu pikir kami tidak pernah bersedekah hah..?? Semua masyarakat tahu berapa triliun uang yang keluarga kami hamburkan untuk membantu orang-orang miskin. Kalau toh mereka masih kelaparan itu berarti mereka yang malas berusaha dan selalu mengharap bantuan." Bantah Astuti sengit. Ia tidak terima dengan apa yang diucapkan Desma.

Desma kehilangan akal memberikan pengertian kepada Ibu mertuanya itu. Astuti memang terkenal sombong dan kalau toh dia memberi kepada orang lain, maka itu harus disiarkan di televisi dan media sosial. Ia tidak suka orang lain membantahnya. Astuti ingin semua orang menyanjung dan memujanya.

"Baik .! Kalau kamu merasa keberatan dengan aturan dirumah ini maka detik ini juga kamu harus keluar dari rumah ini..!" Suara bentakan Astuti menggelegar bagaikan sebuah bom molotov meledak.

"Maa..! Mama bicara apa..?" Desma terperanjat mendengar ultimatum yang dikumandangkan Ibu mertuanya itu. Namun Astuti sudah seperti kesetanan. Ia meraih lalu mendorong tubuh Desma keluar kamarnya. Dan bukan sampai disitu saja, Astuti kemudian menyeret Desma sampai ke pintu pagar, lalu dengan kasar ia kembali mendorong tubuh Desma keluar.

"Maaaa..!!!" Desma menangis dan memanggil Astuti berkali-kali.

Dua orang petugas satpam yang bertugas dipintu gerbang nampak terkejut. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

"Tutup dan kunci pintu pagar..!!" Perintah Astuti tegas kepada mereka. Kedua satpam itu dengan berat hati melaksanakan perintah Astuti.

"Jangan coba-coba menceritakan kejadian ini kepada siapapun...!" Tambah Astuti mengancam kedua satpam itu lalu pergi meninggalkan Desma yang berulang kali memanggilnya.

Setelah berulang kali memanggil Ibu mertuanya tapi tetap tidak diindahkan Astuti, Desma kemudian perlahan bangkit dan mulai berjalan tanpa alas kaki. Ia memutuskan untuk pergi dari keluarga itu. Desma juga tidak berkeinginan untuk menemui Arjuna suaminya atau Tuan Besar Sudarta ayah mertuanya. Desma tidak mau kehadirannya dirumah itu hanya membuat ketidaknyamanan terhadap Ibu mertuanya.

Dengan menggunakan sehelai selendang tipis Desma menutup wajahnya dan meninggalkan tempat itu. Ia tidak mau dilihat orang atau wartawan apalagi sampai masuk berita yang tentu akan mencoreng nama baik keluarga suaminya. Desma memandang cincin dijarinya. Satu-satunya harta berharga yang ia punya hanya cincin itu.

Lalu dengan menumpang ojek Desma kemudian mencari toko yang bisa membeli cincin itu. Walaupun terpaksa Desma harus menjualnya. Ia pun memahami bahwa cincin itu hanya bisa dijual dengan harga jauh dibawah standar. Tapi setidaknya itu bisa menyelamatkan hidupnya saat ini.

*********

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sudarto Ac
darto AC bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Sapar Khan
bagus sih ceritax
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status