Share

Part 3. Hidup Mandiri Dan Kehamilan.

Dengan bermodalkan hasil penjualan cincin pernikahannya dengan Arjuna, Desma memulai hidup baru yang lebih mandiri. Ia menyewa sebuah warung kecil dipinggiran kota Jakarta dan mulai membuka usaha sarapan pagi.

Berbagai menu makanan ia sediakan disana. Mulai dari lontong, lotek, nasi goreng, mi rebus serta mi goreng.

Seminggu membuka usaha barunya sudah mulai banyak pelanggan yang datang. Desma mulai disibukkan aktifitas barunya sehingga sedikit demi sedikit ia bisa melupakan kesedihan hatinya karena berpisah dengan Arjuna suaminya.

Menurutnya, ia memang tidak pantas berada disamping Arjuna yang hanya akan memberi dampak buruk kepada keluarga suaminya itu. Dengan berdiri sendiri Desma bebas mengatur kehidupannya sendiri. Kebiasaannya yang suka menolong orang-orang yang membutuhkan tidak sesuai dengan prinsip ibu mertuanya. Tapi sekarang ia bebas melakukan aksi sosial tanpa ada lagi yang melarang.

Setiap pagi Desma selalu menyisihkan beberapa porsi makanan yang diberikan kepada gelandangan. Semakin hari semakin banyak pelanggan yang sarapan di warung Desma. Semakin banyak yang laku maka semakin banyak porsi pula makanan  yang ia sisihkan untuk para kaum papa. Makanan itu diletakkan Desma disebuah meja khusus. Tak menunggu lama makanan yang sudah dibungkus dengan kertas itu segera habis diambil gelandangan dan anak-anak terlantar. Selain meletakkan makanan gratis di warungnya, tak jarang pula Desma mengantarkan langsung kepada orang miskin yang banyak mengemis diperempatan jalan.

Tidak terasa dua minggu sudah Desma membuka usahanya. Suatu hari ia teringat kalau sudah berapa minggu ia tidak didatangi tamu bulanan yaitu menstruasi.

Setelah jualannya habis Desma menutup warungnya, ia kemudian bergegas menuju rumah bidan yang tidak begitu jauh dari warung yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya.

"Selamat Ibu Desma, Ibu hamil telah hampir tiga minggu !" Ujar bidan yang memeriksa kehamilan Desma. Desma terperanjat dan matanya membesar. Hatinya risau sekali gus bahagia mendengar kabar yang disampai bidan itu kepadanya. Setelah menerima beberapa jenis obat yang dibungkus dengan plastik mungil dan membayar biayanya, Desma kemudian meninggalkan rumah bidan itu lalu menuju pulang ke warungnya.

Sambil berjalan kaki Desma mengusap lembut perutnya yang masih datar. Semoga nanti aku dikarunia seorang putra yang luar biasa doa Desma dalam hati.

"Ibu Desma kenapa senyum-senyum sendiri ?"  Sebuah suara menyapa Desma yang tengah asyik dalam lamunannya. Desma sedikit kaget dan menoleh kearah sumber suara. Disana ia melihat seorang wanita tua berpakaian kumal dengan sebuah kaleng ditangannya.

Wanita tua itu sangat mengenali Desma karena setiap hari Desma selalu memberikan makanan kepadanya.

"Oh Ibu, saya hamil Bu..!" Ujar Desma dengan nada riang.

"Apa..???" Wanita tua yang dipanggil ibu itu mendekat karena ia kurang yakin dengan pendengarannya. Walaupun sebenarnya umurnya belum begitu tua, tapi karena hidup terlunta-lunta dijalan membuat dirinya jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Suara riuh kendaraan telah menghalangi suara Desma dan ditambah lagi pendengaran ibu tua itu sudah banyak berkurang.

"Ibu Desma bilang apa tadi..?" Si ibu tua mengulangi pertanyaannya setelah ia berada disamping Desma.

"Saya hamil Bu !" Seru Desma mengulangi jawabannya.

"Haa hamil..?" Ibu tua itu kembali bertanya sambil memandang perut Desma. Desma mengangguk meyakinkan ibu itu. Si ibu tua nampak ikut senang. "Ya Allah, semoga Engkau karuniakan Ibu Desma seorang putra yang luar biasa." Doanya sambil menadahkan tangan dan memandang kearah langit tinggi dimana cahaya matahari tengah berada dipuncak kepala.

"Aamiin..!" Desma mangaminkan doa ibu tua itu dengan perasaan terharu.

"Bu Desma..!

"Iya Bu.." Desma menjawab lembut panggilan ibu tua itu.

"Kalau boleh izinkanlah saya membantu Bu Desma di warung. Saya bisa cuci piring dan bersih-bersih. Saya tidak minta bayaran Bu. Saya cuma kasihan kepada Bu Desma yang sedang hamil muda. Saya tidak ingin calon cucu saya ini kenapa-kenapa." Ucap si ibu tua sambil menatap wajah Desma.

Desma tercenung sesaat. Ia membenarkan perkataan ibu tua ini. Tapi yang jadi pikiran Desma adalah warungnya yang sangat kecil tentu tidak cukup untuk menampung ibu ini tinggal bersama dengannya.

"Iya Bu, tapi yang saya pikirkan warung itu terlalu kecil. Bagaimana bisa kita tinggal berdua disana." Jawab Desma sambil terus berfikir mencari jalan keluar.

"Saya biar tetap tidur dikolong jembatan Bu. Saya datang ketika membantu Bu Desma saja." Tukas si ibu tua.

"Tidak bisa begitu Bu. Ibu harus tinggal bersama dengan saya agar bisa lebih bersih. Ibu kan tahu kalau saya berjualan makanan. Tentu semua harus bersih dan rapi." Jawab Desma. Si ibu tua nampak sedikit kecewa.

Desma memutar pandangan. Tiba-tiba ia melihat sebuah warung yang lumayan besar. Di jendela warung yang tertutup tertulis 'disewakan'. Desma tersenyum.

"Bu, bagaimana kalau kita pindah ke warung itu saja. Itu nampaknya cukup luas untuk kita tinggali bersama dan berjualan !" Seru Desma sambil menunjuk warung yang tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri saa  itu. Si ibu tua kembali nampak bersemangat. Matanya juga tertuju ke warung yang ditunjuk Desma dengan jari telunjuknya.

"Ayo kita lihat kesana Bu..!" Ajak Desma kepada ibu tua itu. Dengan semangat ibu itu mengikuti langkah Desma. Kakinya yang pincang sebelah membuat bahunya naik turun ketika berjalan. Sekali-kali nampak Desma membantu dengan membimbing tangan si ibu. Desma tidak sedikitpun merasa risih dengan pakaian dan tubuh kumal ibu itu.

Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di warung itu. Desma dan si ibu tua mematut bangunan yang tidak megah itu namun lumayan kuat dan agak besar.

Kepada seorang tetangga warung tersebut Desma menanyakan siapa pemilik warung yang disewakan itu. Pemilik warung sembako itupun berkenan untuk membantu. Nampaknya ia sangat mengenal si pemilik warung.

Lelaki itu menghubungi si empunya warung dengan telepon genggamnya  dan memintanya untuk segera datang kesana.

Lima belas menit menunggu akhirnya  pemilik warung itu datang. Desma dipersilahkan melihat bagian dalam warung itu. Ada dua kamar tidur yang berukuran tidak terlalu besar didalamnya. Sebuah kamar mandi dan dapur yang cukup luas. Desma merasa cocok dengan warung itu. Apalagi tempatnya lebih ramai dari warung yang ia tempati  sekarang ini.

Setelah puas melihat bagian dalam bangunan itu, Desma lalu menanyakan besar sewa yang harus ia bayar. Si empunya warung menyebutkan sebuah harga dan pembayaran harus untuk satu tahun kedepan.

Desma terdiam mendengar angka harga satu tahun sewa warung itu. Ia hanya memiliki uang untuk membayar tiga bulan saja.

Si ibu tua memandang cemas kepada Desma. Nalurinya mengatakan Desma kesulitan uang buat membayar harga sewa warung itu.

Si ibu tua merogoh sebuah buntalan kain lusuh dari dalam kantong roknya yang juga lusuh.

" Ini Bu Desma. Mudah-mudahan cukup." Kata si Ibu tua sambil menyodorkan buntalan lusuh berisi uang kepada Desma. Tapi Desma mendorong buntalan yang disodorkan si ibu kembali kearah badannya.

Jangan Bu, simpan uang ibu. Ibu harus punya simpanan. Mana tauan nanti sakit dan butuh biaya pengobatan." Sanggah Desma halus.

Sementara itu si pemilik warung memperhatikan dengan matanya yang sipit. Jelas sekali kalau lelaki itu adalah keturunan Tionghoa.

"Bagaimana..?? Uang Ibu tidak cukup.? Dengan logat Tionghoa yang kental lelaki setengah baya bermata sipit itu bertanya.

Desma menganggukkan kepalanya. Ia nampak pasrah.

Lelaki Tionghoa itu iba melihat kedua perempuan dihadapannya. Hatinya menjadi tersentuh.  Nampakya dua perempuan itu sangat membutuhkan warung miliknya.

"Sudahlah, sekarang berapa uang yang Ibu punya saja dulu. Nanti kalau sudah berjualan bisa Ibu cicil." Ujarnya memberi solusi.

"Benar Ko..?" Desma nampak berteriak senang. Si ibu tua tak kalah girang. Matanya berbinar seketika.

Lelaki yang dipanggil Koko itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Hatinya semakin  trenyuh melihat Desma dan si ibu tua.

"Memulai usaha harus sabar, jangan patah semangat. Untung tidak perlu besar tapi yang penting pelanggan harus banyak." Ujar si Koko Cina memberikan sedikit wejangan.

"Terima kasih Ko.. makasih banyak..!! Saya akan ingat selalu kebaikan dan nasehat Koko.." Jawab Desma terharu.

"Hari ini saya akan langsung pindah dan besok Koko bisa ambil uang sewanya." Sambung Desma yang dijawab dengan anggukkan kepala si lelaki Cina.

Desma tersenyum haru. Ia bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik yang suka hidup tolong menolong. Perlahan air matanya berlinang. Dijalanan ternyata lebih mudah bertemu orang baik dari pada dirumah gedung yang mewah. Kebaikan tidak memandang suku bangsa, ras dan agama serta kasta. Semua kembali kehati manusianya kata Desma dalam hati.

"Sudah, jangan menangis..!" Ujar si Koko sambil berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.

********

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Senja Rhizma
kok suami ya ga nyariin?
goodnovel comment avatar
Sudarto Ac
darto AC menarik
goodnovel comment avatar
irwin rogate
sedih benar sendiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status