Share

Part 5. Mohzan Raza Tabrani

Ibu Aisyah kini punya kegiatan baru. Setiap pagi siang dan malam ia sibuk merawat cucunya dan juga Desma. Untuk dua minggu ke depan mereka memutuskan untuk menutup warung tempat usaha mereka agar Ibu Aisyah lebih fokus mengurus bayi mungil yang baru dilahirkan Desma dan juga merawat ibunya.

Sudah seminggu lebih usia si bayi namun Desma belum juga menemukan nama yang cocok untuk putranya itu. Beberapa orang kenalan yang datang menyumbangkan nama tapi belum satupun yang dirasa berkenan dihati Desma dan Ibu Aisyah. Sedangkan waktu terus saja berlalu. Bayi yang sementara dipanggil si Buyung itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat cepat.

Pada hari ke empat puluh Desma bermimpi bertemu dengan seorang orang tua berjenggot putih. Ketika terbangun ia menceritakan mimpinya itu kepada Ibu Aisyah.

"Lalu apa yang dilakukan orang tua berjenggot putih itu kepada cucuku..? Tanya Bu Aisyah ingin tahu.

"Beliau memanggilkan sebuah nama pada si buyung Bu." Jawab Desma sambil menoleh kepada bayinya yang masih tertidur pulas dipangkuan Ibu Aisyah.

"Haah..?? Siapa..? Siapa nama yang disebutkan oleh orang tua itu..? Cepat katakan Desma...! Bu Aisyah makin penasaran dan nampak tidak sabar.

"Mohzan Raza Tabrani." Ucap Desma lirih mengeja sebuah nama.

"Mohzan Raza Tabrani..?" Ibu Aisyah mengulang nama yang dibaca Desma.

"Haa.. itu nama yang bagus. Alhamdulillah, mungkin saja malaikat telah berkenan memberikan nama kepada cucuku." Ucap Ibu Aisyah senang dan terharu.

" Mohzan.. ya Mohzan.. itu panggilan cucuku..! Serunya nampak bahagia sambil menimang-nimang bayi yang kini masih lelap didalam pangkuannya.

"Mohzan..Mohzan..!" Panggil Ibu Aisyah berulang kali. Bayi yang dipanggil Mohzan itu membuka matanya sedikit. Sisa kantuk masih nampak bergayut dimatanya. Ia kemudian menggeliatkan tubuhnya dan menguap beberapa kali.

Ibu Aisyah tertawa gemes melihat tingkah laku Mohzan kecil  lalu ia mengumandangkan sholawat dengan suara pelan sampai Mohzan kecil tertidur kembali. Sejak saat itu bayi kecil tidak lagi dipanggil si buyung. Ia sudah memiliki nama yang diberikan malaikat penjaga melalui mimpi  Desma ibunya. Mohzan Raza Tabrani, itulah nama yang disematkan kepadanya.

Hari berganti minggu. Dan minggu berganti bulan serta tahun bersambut tahun. Waktu terus merangkak dan Mohzan tumbuh dengan sehat dan lucu.

Sejak kecil Mohzan sudah memperlihatkan banyak kelebihan. Ia tumbuh menjadi anak yang sangat pintar. Apapun yang ia dengar dan ia baca akan langsung melekat dalam ingatannya. Dan bukan itu saja, bahkan ia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang ia terima baik itu dari buku, guru dan internet.

Ketika ia masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, ia sudah mampu menguasai pelajaran tingkat sekolah menengah atas. Karena kemampuannya yang luar biasa itu membuat Mohzan sering mendapat rekomendasi lompat kelas. Pada usia 10 tahun ia sudah menerima ijazah atau tanda tamat belajar dari Sekolah Dasar.  Bahkan diusianya yang belum genap 15 tahun, Mohzan sudah menyandang gelar sarjana.

Kepintaran Mohzan jadi buah bibir disekitar lingkungannya tua maupun muda. Banyak pelajar yang datang belajar kepadanya. Bahkan para pelajar yang datang itu, banyak pula yang berada jauh diatas tingkat pendidikannya sendiri. Sebagai imbalan dari pelajaran yang diberikan Mohzan kepada pelajar yang datang berguru kepadanya,  para orang tua pelajar-pelajar itu memberikan banyak sumbangan.

Desma memang tidak pernah mematok harga. Ia hanya menyediakan sebuah kotak yang akan diisi uang bagi mereka yang berkenan menyumbang. Tapi bagi orang tua yang kurang mampu tetap dilayani sama tanpa harus membayar sepeserpun. Warungnya yang kecil hari kehari semakin ramai dipadati oleh para siswa siswi berbagai tingkat pendidikan yang mau belajar kepada Mohzan.

Untuk menampung semakin derasnya arus pelajar yang datang, Desma akhirnya menyewa sebuah rumah cukup besar yang tidak begitu jauh dari warung tempat mereka berjualan. Rumah itu akhirnya menjelma menjadi tempat bimbingan belajar, dan Mohzan menjadi guru tunggal disana.

Selain pintar dalam pelajaran umum, Mohzan juga sangat pasif membaca Al qur'an. Suaranya terdengar merdu mendayu melantunkan ayat suci Al qur'an setiap selesai sholat magrib.

Banyak orang yang bertanya-tanya, dari mana Mohzan mengetahui sedemikian banyak ilmu pengetahuan itu. Rasanya mustahil otak manusia biasa bisa berfungsi seperti  layaknya sebuah komputer. Hanya Mohzan dan Desma serta Ibu Aisyah yang mengetahui kalau hampir setiap malam Jum'at Mohzan selalu mendapatkan curahan ilmu dari seorang malaikat yang menjelma menjadi orang tua berjenggot putih melalui mimpinya.

Tanpa terasa waktu telah berlalu begitu cepat. Mohzan kecil kini telah tumbuh menjadi seorang remaja yang banyak disukai lawan jenisnya. Kini Mohzan sudah menginjak usia 22 tahun. Dalam usia yang masih terbilang sangat muda itu tapi Mohzan sudah memiliki kematangan jiwa. Ia selalu memegang teguh sopan santun dalam kehidupan sehari-harinya. Sifat sosialnya sangat tinggi. Ia sangat menyayangi anak-anak terlantar yang ia sebut adalah adik-adiknya. Kini Mohzan memiliki puluhan adik-adik angkat yang ia pungut dari anak-anak terlantar dijalanan.

Tapi untuk urusan percintaan Mohzan tidak sama dengan teman-teman sebayanya pada umumnya. Mohzan selalu menjaga jarak dengan remaja putri. Alasannya cukup sederhana, bahwa ia hanya mau mengenal satu wanita apabila ia sudah memiliki kemampuan lahir bathin untuk menikah. Dan masa itu masih sangat lama dalam angan Mohzan.

Mohzan juga mengaku belum mau membagi cintanya pada Ibu dan neneknya dengan orang lain. Baginya Desma dan Ibu Aisyah adalah dua orang wanita yang ia ibaratkan seperti malaikat tak bersayap. Cintanya yang begitu besar kepada dua wanita itu membuat Mohzan mengabaikan perhatian dari banyak remaja putri yang mengejar cintanya. Mohzan selalu menampilkan sikap dingin dan acuh tak acuh.

Selain mencintai ibu dan neneknya, adik-adik angkatnya juga menjadi alasan kedua. Ia lebih fokus untuk membesarkan anak-anak terlantar itu.

Kasih sayangnya yang besar kepada anak jalan bermula dari rutinitasnya mengantar makanan setiap hari kepada para gelandangan itu atas perintah ibu dan neneknya. Setiap hari bertemu membuat Mohzan terpaut cinta kasih yang dalam kepada mereka.

Kehidupan Mohzan memang lebih banyak dikelilingi anak-anak jalanan dan orang tua yang menjadi gelandangan dan pengemis.

Seperti kata pepatah bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitu juga dengan Mohzan, cinta kasihnya terhadap sesama menurun dari darah Desma dan terbentuk oleh didikan Ibu Aisyah.

Sore itu Mohzan nampak sedang mengenakan sepatu sepak bola.

"Mau kemana Nak..?" Sapa Desma sambil menghampiri Mohzan yang baru saja selesai memakai sepatu.

"Main bola sama adik-adik geng Ma." Jawab Mohzan berdiri disamping ibunya. Mohzan memang menyebut anak-anak jalanan dengan adik-adik geng.

"Ooh, tapi rapikan dulu rambutnya. Biar nampak tambah ganteng." Ujar Desma sambil merapikan rambut putranya yang agak terlihat acak-acakan. Untuk menyentuh rambut putranya Desma harus mengulurkan tangannya sedikit panjang.

"Tinggi sekali anak Mama." Ucap Desma terus merapikan rambut Mohzan dengan jarinya.

"Makanya Ma, tumbuh itu keatas, bukan ketengah kayak Mama." Canda Mohzan sambil tertawa cekikikan menggoda ibunya.

"Uuh, siapa bilang Mama pendek. 160 cm itu sudah tinggi menurut ukuran perempuan." Timpal Desma berkacak pinggang balik menggoda anaknya. Untuk ukuran perempuan memang Desma memiliki postur tubuh yang ideal. Namun tubuh Mohzan jauh lebih tinggi dari tubuhnya.

Mohzan yang memiliki tinggi badan 175 cm kembali balas menggoda Desma.

"Lihat Ma, tinggi badan Mama cuma  sebahu Mohzan." Ujarnya sambil menempelkan bahunya dengan bahu Desma.

"Udahlah Ma, ngaku kalah aja." Mohzan tertawa cekikikan. Desma hanya tersenyum melihat tingkah laku putranya yang setiap saat selalu bercanda dengannya. Dipeluknya tubuh Mohzan dan seperti biasa Mohzan selalu mencium puncak kepala Desma.

"Udah bujang tapi masih seperti anak kecil. Bagaimana mau punya pacar Nak." Ejek Desma sambil tertawa.

"Tenang saja Ma, Mama pasti kebagian menantu juga kalau saatnya sudah tiba." Jawab Mohzan berkilah dan tak mau kalah.

"Buktinya belum pernah ada seorang gadis yang diperkenalkan dengan Mama sebagai calon mantu." Balas Desma sengit menggoda."Apa mungkin anak bujang mama tidak laku." Sambungnya diiringi tawa renyah.

"Cucuku tidak mau sembarangan memilih pacar. Ia mencari seorang wanita sederhana tapi memiliki kebaikan hati yang luar biasa." Ibu Aisyah menimpali dan membela Mohzan.

"Tuh kaaan .?? Nenek aja tau... Iya kan Neeek." Teriak Mohzan manja.

"Iya, nenek pasti tahu selera cucunya." Sahut Ibu Aisyah bergabung dengan Desma dan Mohzan. Mereka bertiga memang suka bercanda. Derai tawa mereka selalu menghiasi setiap saat bersama.

"Mohzan berangkat ya Nek." Pamit Mohzan pada Ibu Aisyah sambil menyalami dan mencium punggung tangan ibu Aisyah. Aisyah mengusap kelapa cucu kesayangannya itu. Selanjutnya hal yang sama dilakukan Mohzan pada Desma. Lalu kemudian ia pergi dengan membawa sebuah bola kaki dalam gendongannya.

Itulah sifat Mohzan. Ia begitu hangat dan manja kepada ibu dan neneknya. Padahal diluar rumah Mohzan nampak sangat berwibawa dan cuek. Itu sebabnya Mohzan sangat dihargai oleh teman-teman sepermainannya.

**********************

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status